Dan....
Rindu itu melanda
Menderu-deru di dada.
Harus berbuat apa, entahlah
Mungkin menikmatinya saja sebagai sepenggal rasa.
Thursday, December 07, 2017
Monday, November 27, 2017
Forget Me Not
Remember me
Though I have to say goodbye
Remember me
Don't let it make you cry
For even if I'm far away I hold you in my heart
I sing a secret song to you each night we are apart
Remember me
Though I have to travel far
Remember me
Each time you hear a sad guitar
Know that I'm with you the only way that I can be
Until you're in my arms again
Remember me
(Remember Me, Coco Soundtrack)
Though I have to say goodbye
Remember me
Don't let it make you cry
For even if I'm far away I hold you in my heart
I sing a secret song to you each night we are apart
Remember me
Though I have to travel far
Remember me
Each time you hear a sad guitar
Know that I'm with you the only way that I can be
Until you're in my arms again
Remember me
(Remember Me, Coco Soundtrack)
Thursday, November 02, 2017
A Tiny Little Dot
When you feel your love's been taken
When you know there's something missing
In the dark, we're barely hangin' on
Then you rest your head upon my chest
And you feel like there ain't nothing left
I'm afraid that what we had is gone
Then I think of the start
And it echoes a spark
I remember the magic electricity
Then I look in my heart
There's a light in the dark
Still a flicker of hope that you first gave to me
That I wanna keep
Please don't leave
Please don't leave
When you lay there and you're sleeping
Hear the patterns of your breathing
And I tell you things you've never heard before
Asking questions to the ceiling
Never knowing what you're thinking
I'm afraid that what we had is gone
Then I think of the start
And it echoes a spark
I remember the magic electricity
Then I look in my heart
There's a light in the dark
Still a flicker of hope that you first gave to me
That I wanna keep
Please don't leave
Please don't leave
And I want this to pass
And I hope this won't last
Last too long
(Niall Horan - Flicker)
When you know there's something missing
In the dark, we're barely hangin' on
Then you rest your head upon my chest
And you feel like there ain't nothing left
I'm afraid that what we had is gone
Then I think of the start
And it echoes a spark
I remember the magic electricity
Then I look in my heart
There's a light in the dark
Still a flicker of hope that you first gave to me
That I wanna keep
Please don't leave
Please don't leave
When you lay there and you're sleeping
Hear the patterns of your breathing
And I tell you things you've never heard before
Asking questions to the ceiling
Never knowing what you're thinking
I'm afraid that what we had is gone
Then I think of the start
And it echoes a spark
I remember the magic electricity
Then I look in my heart
There's a light in the dark
Still a flicker of hope that you first gave to me
That I wanna keep
Please don't leave
Please don't leave
And I want this to pass
And I hope this won't last
Last too long
(Niall Horan - Flicker)
Monday, October 30, 2017
Mom R Us
Beberapa kali dapat pertanyaan, "Gimana caranya mengubah nyokap supaya gini gini gitu..."
'Gini-gini-gitu' bisa diganti macam2... intinya sih supaya nyokap nggak kayak sekarang. Jawabnya? Nggak bisa lah yaw. Hahahaha....
Nyokap, seperti juga orang2 lain... nggak akan bisa berubah kalau nggak karena keinginan beliau sendiri. Pengen beliau lebih mandiri? Lebih royal? Lebih nggak panikan? Lebih nggak kepo? Ya nggak bisa kalau beliau nggak mau. Maaf ajaaaaa....
Gue adalah contoh anak yg nggak pernah keluar dari rumah. Iya. Selalu tinggal sama orang tua. Gue rasa memang rejeki gue aja. Anaknya nyokap ada 3, yg 2 kuliah di luar Jakarta. Hanya gue yg di UI Depok. Punya kamar kos, tp tetep lebih sering pulang hahahaha.
Ditakdirkan nggak boleh pisah jauh2 dr nyokap... waktu punya anak kok ya balik ke rumah nyokap. Trus waktu Aria sdh agak besar, sdh mulai harus mikir sekolah... memutuskan pindah ke BSD. Nyokap? Ikut. Beliau jual rumahnya buat bangun tanah sebelah rumah gue. Hahahaha.... Jadi skrg gue dan nyokap ya tetep satu rumah. Practically ada kakak gue yg tinggal di rumah juga. Tp tetep aja kayaknya nyokap ya maunya apa2 ke gue... hahaha... mungkin krn gue anak perempuan?
Nah... selama ini hidup sama nyokap, nggak mungkin lah kalau nggak ada perselisihan. Tp makin ke sini, kok ya rasanya semakin nggak pengen rusuh2. Udahlah.... Memang ada bbrp sikap nyokap yg gue nggak setuju. Kebiasaan2 beliau juga banyak yg menurut gue 'kurang kekinian'... hahaha.... Tapi ya gimana? Nggak akan berubah kalau beliau tak ingin ganti sendiri. Gue merasa cukup bilang sekali kalau gue ga setuju. Habis itu terserah. Kalau masih berulang lagi, gue akan melipir aja pura2 nggak lihat. Beres. Gengges? Iya sih. Tp trus gimana? Sebentar kemudian juga beliau akan lupa. Jadi percuma juga marah2 tarik urat.
Yang paling penting adalah gue akan ingat2... duluuu... dulu banget waktu gue kecil... gue pasti juga gengges macam begitu. Iya kan.... Jadi kalau skrg digenggesin.... ya udahlah yaaaa... Enjoy aja!
'Gini-gini-gitu' bisa diganti macam2... intinya sih supaya nyokap nggak kayak sekarang. Jawabnya? Nggak bisa lah yaw. Hahahaha....
Nyokap, seperti juga orang2 lain... nggak akan bisa berubah kalau nggak karena keinginan beliau sendiri. Pengen beliau lebih mandiri? Lebih royal? Lebih nggak panikan? Lebih nggak kepo? Ya nggak bisa kalau beliau nggak mau. Maaf ajaaaaa....
Gue adalah contoh anak yg nggak pernah keluar dari rumah. Iya. Selalu tinggal sama orang tua. Gue rasa memang rejeki gue aja. Anaknya nyokap ada 3, yg 2 kuliah di luar Jakarta. Hanya gue yg di UI Depok. Punya kamar kos, tp tetep lebih sering pulang hahahaha.
Ditakdirkan nggak boleh pisah jauh2 dr nyokap... waktu punya anak kok ya balik ke rumah nyokap. Trus waktu Aria sdh agak besar, sdh mulai harus mikir sekolah... memutuskan pindah ke BSD. Nyokap? Ikut. Beliau jual rumahnya buat bangun tanah sebelah rumah gue. Hahahaha.... Jadi skrg gue dan nyokap ya tetep satu rumah. Practically ada kakak gue yg tinggal di rumah juga. Tp tetep aja kayaknya nyokap ya maunya apa2 ke gue... hahaha... mungkin krn gue anak perempuan?
Nah... selama ini hidup sama nyokap, nggak mungkin lah kalau nggak ada perselisihan. Tp makin ke sini, kok ya rasanya semakin nggak pengen rusuh2. Udahlah.... Memang ada bbrp sikap nyokap yg gue nggak setuju. Kebiasaan2 beliau juga banyak yg menurut gue 'kurang kekinian'... hahaha.... Tapi ya gimana? Nggak akan berubah kalau beliau tak ingin ganti sendiri. Gue merasa cukup bilang sekali kalau gue ga setuju. Habis itu terserah. Kalau masih berulang lagi, gue akan melipir aja pura2 nggak lihat. Beres. Gengges? Iya sih. Tp trus gimana? Sebentar kemudian juga beliau akan lupa. Jadi percuma juga marah2 tarik urat.
Yang paling penting adalah gue akan ingat2... duluuu... dulu banget waktu gue kecil... gue pasti juga gengges macam begitu. Iya kan.... Jadi kalau skrg digenggesin.... ya udahlah yaaaa... Enjoy aja!
Friday, October 20, 2017
Addiction
.... Being without you
Takes a lot of getting used to
Should learn to live with it
But I don't want to....
(Hard Habit to Break - Chicago)
Takes a lot of getting used to
Should learn to live with it
But I don't want to....
(Hard Habit to Break - Chicago)
Thursday, October 19, 2017
To Fall in Love
Dreams... you've been afraid to have dreams
Here in my arms lying face to face
It's a tender place
Just lay back and see
You could be saved loving me
Don't pull away when I call you're mine
What you need is time
And I just want you...
To fall in love
To take the chance
Giving your heart
That's all I ask
To fall in love is what you have to do
Just like I have to fall in love with you
Friends, we started out more than friends
We should have known when we touch too deep,
It was far too sweet
Don't let this feeling end
'Cause I want to touch you again
If you could see that your heart is mine just a bit too kind
And how I need you...
To fall in love
To take the chance
Giving your heart
That's all I ask
To fall in love is what you have to do
Like I have to fall in love with you
You are a part of me won't ever be just a memory
Sometimes you really have to love
And I know I can make you...
Baby, I love you....
To fall in love....
To fall in love is what you have to do
Like I have to fall in love with you
I just have to fall in love with you.
(Phil Perry)
Here in my arms lying face to face
It's a tender place
Just lay back and see
You could be saved loving me
Don't pull away when I call you're mine
What you need is time
And I just want you...
To fall in love
To take the chance
Giving your heart
That's all I ask
To fall in love is what you have to do
Just like I have to fall in love with you
Friends, we started out more than friends
We should have known when we touch too deep,
It was far too sweet
Don't let this feeling end
'Cause I want to touch you again
If you could see that your heart is mine just a bit too kind
And how I need you...
To fall in love
To take the chance
Giving your heart
That's all I ask
To fall in love is what you have to do
Like I have to fall in love with you
You are a part of me won't ever be just a memory
Sometimes you really have to love
And I know I can make you...
Baby, I love you....
To fall in love....
To fall in love is what you have to do
Like I have to fall in love with you
I just have to fall in love with you.
(Phil Perry)
Wednesday, October 18, 2017
I Love You
... if I keep my feeling strong... I'll find a song you sing....
Born to Love You (George Duke)
Born to Love You (George Duke)
Tuesday, October 17, 2017
Bercerai Kita...
Nggak akan ada orang yang berencana untuk bercerai. Nggak ada. Namanya menikah, pasti niatnya untuk selamanya. Jadi kalau memang harus bercerai, pasti... dan harus... ada alasan kuat. Kuat saja tidak cukup, alasan untuk bercerai harus sangat sangat sangat kuat.
Gue mungkin bukan "contoh yang baik" mewakili perempuan yang bercerai. Karena gue bisa tuh, mengabarkan perceraian dengan nada yang sama seperti bilang, "Lihat deh, sepatu gue baru, bagus ya." Hahaha.... ya gue memang gitu. Cuek. Sejak bercerai, kecuekan ini makin menjadi karena gue tahu, sejauh ini, ga ada kejadian di dunia yang lebih buruk akibatnya dalam hidup gue sehebat perceraian dan anak masuk RS.
Tapi itu kan sekarang....
Dulu, gue pun melewati masa galau, bercerai atau enggak, nanti kalau sudah bercerai gimana... tinggal di mana... Anakku piye? Tapi toh gue tetap bercerai karena tidak ada pilihan lain.
Sekarang, setelah kurang lebih 13 tahun menjadi single mom... banyak yang melihat bahwa gue baik2 saja. Anak sehat. Sekolahnya betul. Gue sendiri sehat juga (fat overdose malahan hahaha), dengan karier yang bener. Punya rumah. Punya kendaraan. Bisa liburan sekali atau bahkan dua kali setahun. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah.
Ga bisa bilang apa2 selain bersyukur bisa sampai di titik yang sekarang.
Karena sebenernya, masalah yg utama bukan bercerai atau tidak bercerai. Perceraian itu hanya semacam pintu. Yang mestinya dipikirin adalah dunia di balik pintu itu, yang tidak akan kamu tahu sebelum kamu masuk ke dalamnya. Di balik pintu perceraian itu, lagu2nya nggak selalu merdu... kalau kata salah satu fellow single mom.... lagu2nya terserah DJ mau muterin apa... pengunjung harus goyang ajalah pokona mah... kalau enggak goyang pilihannya edan.
Nah, kehidupan di balik pintu perceraian itulah yang banyak tidak disangka oleh orang2. Seolah2 setelah bercerai, hidupmu akan baik2 saja dan mulus2 saja karena persoalan besar sudah kau lalui. Maaf cyin... belum tentu begitu ceritanya....
Betul... setelah proses perceraian usai, hakim ketok palu... kamu resmi jadi single lagi. Oke. Single... bisa pacaran lagi dong? Bisa banget... itu juga salah satu dunia baru. Bayangkan... saat temen2 lain (yg sudah menikah) sibuk ngurusin pasangan yg ngambekan, lagi bosen, mulai merasa rutin... kita para single bisa punya pacar, dating, dan kalau marahan suruh pulang aja tuh laki! Enak? Enak sih... kalau bener bisa begitu saja urusannya. Karena oh karena... selain bahwa kita para single ini boleh dating lagi... ada konsekuensi sosial juga yang hrs dipikul. Misalnya... akan ada cowok2 yg merasa perempuan (berumur) single ini perlu dikasihani karena haus kasih sayang dan haus belaian, dan mereka suka cita memberikan tanpa pamrih (pret). Di sisi lain, akan ada cewek2 yg ketakutan dgn keberadaan single mom. Seolah setiap single mom adalah perempuan gatal yang akan mengganggu suami2 mereka, jadi harus dijauhi dan dimusuhi. Ngadepin begini2 kalau nggak pinter bisa jadi masalah baru. Yg juga perlu diurus adalah masalah stigma di masyarakat. Printilan2 ga penting ini baru akan terjadi (dan mengganggu pikiranmu) setelah kamu resmi bercerai.
Mau cuek aja? Boleh banget. Dan memang seharusnya begitu. Cuek aja. Tapi tentu saja bukan lalu cuek aja menghampiri tiap laki2 yg royal dgn belaian dan pelukan dong... Cuek tetap harus yg bermartabat. Siap2 menampar semua laki2 beristri yg mendatangi dgn kedok cinta. Tabok aja. Cuek. Tp harus tetap berkarya. Bukan masalah pembuktian, berkarya itu harus krn itulah kodrat manusia. Kalau berkarya bisa menghasilkan... bagus juga.
Ngomongin berkarya yang menghasilkan... harus juga dipikirin, setelah cerai, gimana menghidupi anak2. Oke... tentu ada keputusan pengadilan bahwa bapak anak2 harus membiayai. Bagus sih, kalau keputusan ini dijalankan. Kalau enggak? Mau nuntut hak boleh2 aja... lapor polisi juga silakan... tp kalau nggak dikasih juga, mau apa? Bapaknya anak2 ditangkap polisi biar kapok? Memang kalau kapok trus ada jaminan ngasih duit? Enggak cyin.... You will be on your own once the knot were broken. Camkan itu. Lu harus bisa berdiri sendiri. Jungkir balik kadang2... ya dijalani ajalah... bisa jadi ada tanggal2 mepet jurang... hahaha... sudahlah... dinikmati aja. Percaya kalau rejeki sudah diatur Tuhan YME, tinggal cari cara menjemput yg halal.
Ada banyak hal yang nggak dialami orang2 yg belum pernah bercerai.
"Biasa juga sendirian kalau suami pergi ke luar kota."
Gundulmu amoh. Beda tauk. Sendirian untuk sesaat karena tahu akan ada yang pulang (meskipun pulang cuma sehari), beda dengan sendirian dan tahu pasti besok pun akan tetap sendirian. Minggu depan juga masih akan sendirian. Bedanya di mana? Nggak bisa diceritain. Harus dirasain sendiri.
"Selama ini kan gue kerja juga, bisalah menghidupi anak2."
Ya bagus kalau begitu. Jangan lupa, kalau sdh cerai, keluar dari rumah, atau pisah rumah sama bapaknya anak2... berarti ada tambahan biaya listrik, air, bensin (atau malah mobilnya sekalian yg hrs diurus), juga uang sekolah anak2 yg selama ini mungkin jadi tanggung jawab suami... dan skrg semua hrs lu lunasin sendiri. Sendiri. Syukur2 kalau ada allowance rutin dari doi tiap bulan... kalau nggak? Bayar tuh sendiri. Apalagi kalau ternyata kehidupan selama ini 100% ditunjang suami.... Nah... kalau sendiri gimana? Sudah siap?
"Ternyata banyak kok yg masih naksir gue, di dating site gue masih laku."
Tobil anak kadal. Dating site itu nggak bisa dipercaya. Ya tetep ada kemungkinan ketemu jodoh. Tapi udahlah jangan diharapkan terlalu banyak... pacaran belasan tahun aja bisa cerai, kok masih percaya dating site.... Intinya juga, jangan buru2 mau cari pasangan lagi. Apa salahnya? Nggak ada. Tapiiii... ketemu orang baru saat hati masih galau... apa yg kau harapkan? Setiap hubungan, sebentar atau lama, ketika usai pasti meninggalkan kekosongan di hati. Itu yg harus dibenahi dulu. Beres2 dulu deh. Jangan terlalu gegabah mau dapat pasangan lagi. Hati yang belum bener bisa mengelabui. Kayaknya cinta... padahal cuma nafsu. Kayaknya tertarik... padahal cuma karena nggak ada yg lain aja. Gawat kan?
"Gue sih nggak mau urus cerai, enak aja, dia yg salah. Dia yg urus. Jangan sampai gue rugi dua kali."
Gombal mukiyo. Ini pernikahan atau kontrak dagang... kok ada untung rugi.... Jangan pernah melihat perceraian sebagai masalah untung atau masalah rugi... karena itu semestinya jadi jalan keluar yg paling akhir (kalau beneran sudah nggak ada cara lain). Siapa yang urus perceraian jadi nggak penting, karena itu tadi... yg penting adalah kenapa bercerai dan setelah cerai situ mau apa.... Ini bukan mainan yang bisa di-delete, atau di-undo....
Hmm... panjang juga postingan ini ya. Tumben. Mudah2an ada gunanya sih. Ini semua berdasarkan pengalaman personal yang... hmm... mungkin berbeda untuk tiap orang. Tetap yg perlu digarisbawahi: bercerai perlu alasan yang sangat kuat. Dan yang menjalankan harus siap. Bye.
Gue mungkin bukan "contoh yang baik" mewakili perempuan yang bercerai. Karena gue bisa tuh, mengabarkan perceraian dengan nada yang sama seperti bilang, "Lihat deh, sepatu gue baru, bagus ya." Hahaha.... ya gue memang gitu. Cuek. Sejak bercerai, kecuekan ini makin menjadi karena gue tahu, sejauh ini, ga ada kejadian di dunia yang lebih buruk akibatnya dalam hidup gue sehebat perceraian dan anak masuk RS.
Tapi itu kan sekarang....
Dulu, gue pun melewati masa galau, bercerai atau enggak, nanti kalau sudah bercerai gimana... tinggal di mana... Anakku piye? Tapi toh gue tetap bercerai karena tidak ada pilihan lain.
Sekarang, setelah kurang lebih 13 tahun menjadi single mom... banyak yang melihat bahwa gue baik2 saja. Anak sehat. Sekolahnya betul. Gue sendiri sehat juga (fat overdose malahan hahaha), dengan karier yang bener. Punya rumah. Punya kendaraan. Bisa liburan sekali atau bahkan dua kali setahun. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah.
Ga bisa bilang apa2 selain bersyukur bisa sampai di titik yang sekarang.
Karena sebenernya, masalah yg utama bukan bercerai atau tidak bercerai. Perceraian itu hanya semacam pintu. Yang mestinya dipikirin adalah dunia di balik pintu itu, yang tidak akan kamu tahu sebelum kamu masuk ke dalamnya. Di balik pintu perceraian itu, lagu2nya nggak selalu merdu... kalau kata salah satu fellow single mom.... lagu2nya terserah DJ mau muterin apa... pengunjung harus goyang ajalah pokona mah... kalau enggak goyang pilihannya edan.
Nah, kehidupan di balik pintu perceraian itulah yang banyak tidak disangka oleh orang2. Seolah2 setelah bercerai, hidupmu akan baik2 saja dan mulus2 saja karena persoalan besar sudah kau lalui. Maaf cyin... belum tentu begitu ceritanya....
Betul... setelah proses perceraian usai, hakim ketok palu... kamu resmi jadi single lagi. Oke. Single... bisa pacaran lagi dong? Bisa banget... itu juga salah satu dunia baru. Bayangkan... saat temen2 lain (yg sudah menikah) sibuk ngurusin pasangan yg ngambekan, lagi bosen, mulai merasa rutin... kita para single bisa punya pacar, dating, dan kalau marahan suruh pulang aja tuh laki! Enak? Enak sih... kalau bener bisa begitu saja urusannya. Karena oh karena... selain bahwa kita para single ini boleh dating lagi... ada konsekuensi sosial juga yang hrs dipikul. Misalnya... akan ada cowok2 yg merasa perempuan (berumur) single ini perlu dikasihani karena haus kasih sayang dan haus belaian, dan mereka suka cita memberikan tanpa pamrih (pret). Di sisi lain, akan ada cewek2 yg ketakutan dgn keberadaan single mom. Seolah setiap single mom adalah perempuan gatal yang akan mengganggu suami2 mereka, jadi harus dijauhi dan dimusuhi. Ngadepin begini2 kalau nggak pinter bisa jadi masalah baru. Yg juga perlu diurus adalah masalah stigma di masyarakat. Printilan2 ga penting ini baru akan terjadi (dan mengganggu pikiranmu) setelah kamu resmi bercerai.
Mau cuek aja? Boleh banget. Dan memang seharusnya begitu. Cuek aja. Tapi tentu saja bukan lalu cuek aja menghampiri tiap laki2 yg royal dgn belaian dan pelukan dong... Cuek tetap harus yg bermartabat. Siap2 menampar semua laki2 beristri yg mendatangi dgn kedok cinta. Tabok aja. Cuek. Tp harus tetap berkarya. Bukan masalah pembuktian, berkarya itu harus krn itulah kodrat manusia. Kalau berkarya bisa menghasilkan... bagus juga.
Ngomongin berkarya yang menghasilkan... harus juga dipikirin, setelah cerai, gimana menghidupi anak2. Oke... tentu ada keputusan pengadilan bahwa bapak anak2 harus membiayai. Bagus sih, kalau keputusan ini dijalankan. Kalau enggak? Mau nuntut hak boleh2 aja... lapor polisi juga silakan... tp kalau nggak dikasih juga, mau apa? Bapaknya anak2 ditangkap polisi biar kapok? Memang kalau kapok trus ada jaminan ngasih duit? Enggak cyin.... You will be on your own once the knot were broken. Camkan itu. Lu harus bisa berdiri sendiri. Jungkir balik kadang2... ya dijalani ajalah... bisa jadi ada tanggal2 mepet jurang... hahaha... sudahlah... dinikmati aja. Percaya kalau rejeki sudah diatur Tuhan YME, tinggal cari cara menjemput yg halal.
Ada banyak hal yang nggak dialami orang2 yg belum pernah bercerai.
"Biasa juga sendirian kalau suami pergi ke luar kota."
Gundulmu amoh. Beda tauk. Sendirian untuk sesaat karena tahu akan ada yang pulang (meskipun pulang cuma sehari), beda dengan sendirian dan tahu pasti besok pun akan tetap sendirian. Minggu depan juga masih akan sendirian. Bedanya di mana? Nggak bisa diceritain. Harus dirasain sendiri.
"Selama ini kan gue kerja juga, bisalah menghidupi anak2."
Ya bagus kalau begitu. Jangan lupa, kalau sdh cerai, keluar dari rumah, atau pisah rumah sama bapaknya anak2... berarti ada tambahan biaya listrik, air, bensin (atau malah mobilnya sekalian yg hrs diurus), juga uang sekolah anak2 yg selama ini mungkin jadi tanggung jawab suami... dan skrg semua hrs lu lunasin sendiri. Sendiri. Syukur2 kalau ada allowance rutin dari doi tiap bulan... kalau nggak? Bayar tuh sendiri. Apalagi kalau ternyata kehidupan selama ini 100% ditunjang suami.... Nah... kalau sendiri gimana? Sudah siap?
"Ternyata banyak kok yg masih naksir gue, di dating site gue masih laku."
Tobil anak kadal. Dating site itu nggak bisa dipercaya. Ya tetep ada kemungkinan ketemu jodoh. Tapi udahlah jangan diharapkan terlalu banyak... pacaran belasan tahun aja bisa cerai, kok masih percaya dating site.... Intinya juga, jangan buru2 mau cari pasangan lagi. Apa salahnya? Nggak ada. Tapiiii... ketemu orang baru saat hati masih galau... apa yg kau harapkan? Setiap hubungan, sebentar atau lama, ketika usai pasti meninggalkan kekosongan di hati. Itu yg harus dibenahi dulu. Beres2 dulu deh. Jangan terlalu gegabah mau dapat pasangan lagi. Hati yang belum bener bisa mengelabui. Kayaknya cinta... padahal cuma nafsu. Kayaknya tertarik... padahal cuma karena nggak ada yg lain aja. Gawat kan?
"Gue sih nggak mau urus cerai, enak aja, dia yg salah. Dia yg urus. Jangan sampai gue rugi dua kali."
Gombal mukiyo. Ini pernikahan atau kontrak dagang... kok ada untung rugi.... Jangan pernah melihat perceraian sebagai masalah untung atau masalah rugi... karena itu semestinya jadi jalan keluar yg paling akhir (kalau beneran sudah nggak ada cara lain). Siapa yang urus perceraian jadi nggak penting, karena itu tadi... yg penting adalah kenapa bercerai dan setelah cerai situ mau apa.... Ini bukan mainan yang bisa di-delete, atau di-undo....
Hmm... panjang juga postingan ini ya. Tumben. Mudah2an ada gunanya sih. Ini semua berdasarkan pengalaman personal yang... hmm... mungkin berbeda untuk tiap orang. Tetap yg perlu digarisbawahi: bercerai perlu alasan yang sangat kuat. Dan yang menjalankan harus siap. Bye.
Wednesday, October 11, 2017
Cinta Itu...
Mencintai seseorang tapi nggak bisa apa2. Sedih ya. Tapi tetep nggak boleh merasa diri paling menderita karena banyak yang lebih rusuh lagi hidupnya. Dibandingkan mereka yang nggak bisa makan, nggak punya tempat tinggal, anaknya masuk rumah sakit... sekadar urusan cinta sih cuma remahan rempeyek....
Meskipun mungkin rempeyeknya kelas atas yang harganya 1 ons Rp 600 ribu....
Seorang teman menceritakan kembali hidup pernikahan dia selama 16 tahun. Bersama orang yang dia cintai. Yang akhirnya dipisahkan oleh maut. Tapi pembukaan ceritanya aja sudah ngenes... "Memang janda yang ditinggal mati sepertinya lebih manis didengar. Meskipun hidupnya bisa saja lebih pahit."
Dia sudah jadi single mom 10 tahun. Sejak suami meninggal, dia tidak (atau belum?) menikah lagi. Pernikahan 16 tahun dengan orang yang dia cintai itu ternyata isinya duri melulu. Dari mulai nggak dikasih nafkah, diperlakukan seperti pembantu, dicaci maki, sampai ditinggal pergi. Bahkan waktu suaminya itu sakit pun, di rumah sakit, paralyzed due to terminal illness, dia masih bisa memaki dan membentak. Dan teman gue itu tetap melayani, menemani, mengurusi... sepenuh hati. Edan tenan.
Sejak kapan verbal KDRT? Sejak tamu-tamu pesta pernikahan pulang. Astaga.
Jadi hidup pernikahan diawali dengan, "Kamu nggak boleh tidur sebelum aku tidur, perempuan tolol."
Dan teman gue bertahan. Mengurusi tiga anak, rumah besar tanpa pembantu, dan suami yang sulit dibendung amarahnya. Dia akui, 16 tahun itu ia jalani dalam keadaan bahagia karena menikahi orang yg dia cinta. Meskipun dimaki? "Nggak apa2 dibentak juga, aku tetap cinta. Dari dia aku dapat tiga anak yang aku cinta juga." Meskipun selama itu tidak pernah dinafkahi, jadi dia dan anak-anak mengandalkan uang kiriman dari orangtua.
Suatu saat suaminya tidak bisa berjalan. Dan kesakitan. Dia pontang panting mencarikan kursi roda, cari taksi, ke rumah sakit. Dan sepanjang perjalanan itu suaminya tetap memaki, mengatai dia bodoh, lambat bekerja, tidak bisa apa2. Kok bisa? Kalau gue... udah gue tinggal dari kapan2....
Dia bahkan menyembunyikan penyakit suaminya, karena masih ingin sang suami bersemangat, jadi cepat sembuh, dan bisa pulang ke rumah. Susah payah dia kongkalikong sama dokter, suster... semua orang yang menjenguk untuk nggak membahas penyakit. Sampai akhirnya si suami meninggal. "Tugas gue sebagai istri sudah selesai. Mudah-mudahan gue menjalankan peran gue dengan baik," katanya.
Astaga.
Sekarang, 10 tahun setelah sang suami wafat... teman gue itu baru bisa menceritakan yang terjadi. Dan dia menangis, tersenyum, geram, tertawa, menangis, tersenyum... campur aduk... seperti merasakan kembali yang dia alami selama 16 tahun. Ketika ceritanya tuntas, dia tersenyum lebar sekali. "Gue berhasil mengeluarkan semua cinta gue buat suami. Terserah bagaimana balasan dia atas cinta gue. Semua sudah berlalu. Sudah gue ceritakan, jadi orang-orang tahu. Bukan, bukan untuk menjelekkan yg sudah tiada. Ini adalah upaya gue mengosongkan bagasi. Supaya lega. Sekarang gue bisa tenang menjalankan tugas gue menemani anak-anak."
Cinta. Katanya. Cinta yang aneh? Nggak tahu.
Dan gue yakin, yang model kyk temen gue itu banyak....
Ya kan, setelah tahu ada yang mengalami cinta yg "ajaib"... kisah cinta gue jadi biasa aja. Hahaha....
Meskipun mungkin rempeyeknya kelas atas yang harganya 1 ons Rp 600 ribu....
Seorang teman menceritakan kembali hidup pernikahan dia selama 16 tahun. Bersama orang yang dia cintai. Yang akhirnya dipisahkan oleh maut. Tapi pembukaan ceritanya aja sudah ngenes... "Memang janda yang ditinggal mati sepertinya lebih manis didengar. Meskipun hidupnya bisa saja lebih pahit."
Dia sudah jadi single mom 10 tahun. Sejak suami meninggal, dia tidak (atau belum?) menikah lagi. Pernikahan 16 tahun dengan orang yang dia cintai itu ternyata isinya duri melulu. Dari mulai nggak dikasih nafkah, diperlakukan seperti pembantu, dicaci maki, sampai ditinggal pergi. Bahkan waktu suaminya itu sakit pun, di rumah sakit, paralyzed due to terminal illness, dia masih bisa memaki dan membentak. Dan teman gue itu tetap melayani, menemani, mengurusi... sepenuh hati. Edan tenan.
Sejak kapan verbal KDRT? Sejak tamu-tamu pesta pernikahan pulang. Astaga.
Jadi hidup pernikahan diawali dengan, "Kamu nggak boleh tidur sebelum aku tidur, perempuan tolol."
Dan teman gue bertahan. Mengurusi tiga anak, rumah besar tanpa pembantu, dan suami yang sulit dibendung amarahnya. Dia akui, 16 tahun itu ia jalani dalam keadaan bahagia karena menikahi orang yg dia cinta. Meskipun dimaki? "Nggak apa2 dibentak juga, aku tetap cinta. Dari dia aku dapat tiga anak yang aku cinta juga." Meskipun selama itu tidak pernah dinafkahi, jadi dia dan anak-anak mengandalkan uang kiriman dari orangtua.
Suatu saat suaminya tidak bisa berjalan. Dan kesakitan. Dia pontang panting mencarikan kursi roda, cari taksi, ke rumah sakit. Dan sepanjang perjalanan itu suaminya tetap memaki, mengatai dia bodoh, lambat bekerja, tidak bisa apa2. Kok bisa? Kalau gue... udah gue tinggal dari kapan2....
Dia bahkan menyembunyikan penyakit suaminya, karena masih ingin sang suami bersemangat, jadi cepat sembuh, dan bisa pulang ke rumah. Susah payah dia kongkalikong sama dokter, suster... semua orang yang menjenguk untuk nggak membahas penyakit. Sampai akhirnya si suami meninggal. "Tugas gue sebagai istri sudah selesai. Mudah-mudahan gue menjalankan peran gue dengan baik," katanya.
Astaga.
Sekarang, 10 tahun setelah sang suami wafat... teman gue itu baru bisa menceritakan yang terjadi. Dan dia menangis, tersenyum, geram, tertawa, menangis, tersenyum... campur aduk... seperti merasakan kembali yang dia alami selama 16 tahun. Ketika ceritanya tuntas, dia tersenyum lebar sekali. "Gue berhasil mengeluarkan semua cinta gue buat suami. Terserah bagaimana balasan dia atas cinta gue. Semua sudah berlalu. Sudah gue ceritakan, jadi orang-orang tahu. Bukan, bukan untuk menjelekkan yg sudah tiada. Ini adalah upaya gue mengosongkan bagasi. Supaya lega. Sekarang gue bisa tenang menjalankan tugas gue menemani anak-anak."
Cinta. Katanya. Cinta yang aneh? Nggak tahu.
Dan gue yakin, yang model kyk temen gue itu banyak....
Ya kan, setelah tahu ada yang mengalami cinta yg "ajaib"... kisah cinta gue jadi biasa aja. Hahaha....
Thursday, September 28, 2017
Hujan
Di luar hujan. Untung aku ada di dalam ruangan. Untung? Iya... karena jadi tidak kehujanan. Tapi... sayangnya, ruangan ini berpendingin udara. AC ditambah hujan... jadinya dingin yang menggigit sampai ke tulang. Semriwing. Kayaknya bisa masuk angin deh ini.
Di luar masih hujan. Kelihatan orang-orang yang baru turun dari kendaraan mengembangkan payung. Yang berpindah dari satu toko ke toko lain juga berpayung. Payung mengembang. Warna warni segera memenuhi jalan. Merah, biru, kuning... tapi kenapa kebanyakan payung berwarna hitam?
Hujan ini sepertinya akan sering datang. Karena sekarang sudah bulan September. Kata ibuku, nama bulan yang berakhiran -ber seperti pertanda akan datangnya hujan. Siap-siap untuk kehabisan baju, karena yang dijemur tidak kunjung kering.
Kamu suka tidak kalau hujan? Aku sebenarnya suka. Hawa jadi sejuk. Lalu, debu jalanan juga berkurang. Sayangnya, hujan sering membuat lalu lintas tersendat. Entah untuk alasan apa. Mungkin karena pengendara mobil berjalan lebih lambat? Atau karena pemotor banyak yang berhenti sembarangan untuk berteduh sementara? Yang jelas... akibatnya... macet. Nah, kalau begitu, aku jadi tidak senang hujan. Macet bikin sakit kepala.
Yang paling aku suka ketika hujan adalah mencium bau tanah basah. Baunya membawaku pada kenangan keluar masuk hutan belantara, yang basah berembun, bersama kamu.
(ditulis untuk pelatihan BI Blogger & Vlogger, Yogyakarta September 2017)
Di luar masih hujan. Kelihatan orang-orang yang baru turun dari kendaraan mengembangkan payung. Yang berpindah dari satu toko ke toko lain juga berpayung. Payung mengembang. Warna warni segera memenuhi jalan. Merah, biru, kuning... tapi kenapa kebanyakan payung berwarna hitam?
Hujan ini sepertinya akan sering datang. Karena sekarang sudah bulan September. Kata ibuku, nama bulan yang berakhiran -ber seperti pertanda akan datangnya hujan. Siap-siap untuk kehabisan baju, karena yang dijemur tidak kunjung kering.
Kamu suka tidak kalau hujan? Aku sebenarnya suka. Hawa jadi sejuk. Lalu, debu jalanan juga berkurang. Sayangnya, hujan sering membuat lalu lintas tersendat. Entah untuk alasan apa. Mungkin karena pengendara mobil berjalan lebih lambat? Atau karena pemotor banyak yang berhenti sembarangan untuk berteduh sementara? Yang jelas... akibatnya... macet. Nah, kalau begitu, aku jadi tidak senang hujan. Macet bikin sakit kepala.
Yang paling aku suka ketika hujan adalah mencium bau tanah basah. Baunya membawaku pada kenangan keluar masuk hutan belantara, yang basah berembun, bersama kamu.
(ditulis untuk pelatihan BI Blogger & Vlogger, Yogyakarta September 2017)
Monday, September 25, 2017
Hidup di Kota
Kemarin menghadiri syukuran lahirnya Rimbun Khatulistiwa, di Bandung. Selain keriaan ada bayi baru di keluarga Maskoem, kesempatan kumpul2 keluarga selalu menyenangkan karena adanya update ini itu.
Yang kemarin jadi highlight adalah adanya cucu mbah Payaman (sebutan untuk keluarga dari pihak nyokap), yang menikah di usia 24. Sebenernya bukan usianya yg bikin heboh. Secara umur memang sdh cukup, secara agama maupun negara sdh boleh menikah. Hanya, anak laki2, baru saja lulus, dan dia adalah yg terkecil di silsilah keluarganya. Oh ya, dia ini anaknya sepupu nyokap. Jadi mestinya Rio ini sepupu gue ya. Haha....
Rio ini menikah, di usia muda, bukan karena dia yg pingin menikah. Lho kok bisa? Iya, dia menikah karena disuruh menikah oleh keluarga (calon) istrinya. Rio ini kerja di BUMN. Ditempatkan di proyek di desa Sambi. Nah... di sinilah dia ketemu kekasih hatinya. Konon sih sebenernya mereka ini sempat satu sekolah... entah di SMA atau di SMP... tp setelah lulus, si mbak kembali ke desa Sambi ini.
Adanya mbak cantik di desa ini ternyata cukup meresahkan. Meresahkan orangtuanya... karena sdh umur 25 belum kawin juga. Yaaaa gimana... untuk anak2 milenial, umur 25 kan belum apa2 ya. Tp menjadi millenials di desa Sambi ternyata berat, cyin. Si mbak ini sdh "dipinang" beberapa laki-laki. Yg dia tolak mentah2 krn hatinya sdh tertambat pada kangmas Rio. Dijodohin sama siapa2 juga menolak, maunya Rio semata. Ohohoho....
Bapaknya kalau ga salah pemuka desa. Jadi kehadiran Rio ini segera jadi sorotan. Nambah2 pusing aja nih... setelah pusing anaknya udah umur 25 blm kawin... ada lagi nih laki2 namanya Rio asyik2 ngapel. Rencanamu apa, le? Haha.... beneran akhirnya Rio "ditantang" sama (calon) mertuanya. "Kamu mau apa sama anakku?"
Rio... karena sdh cinta dan juga merasa bertanggungjawab... akhirnya mengajukan pinangan. Begitulah kisahnya hingga satu milenial melepas masa lajang di desa Sambi....
Gue sih nggak pro atau kontra soal pernikahan Rio. Ya kalau sudah jodoh, nggak akan ke mana juga.... yg gue lihat unik adalah bagaimana lingkungan bisa membuatmu melakukan sesuatu. Umur 25, di desa, belum kawin... jadi bahan gunjingan di desa. Bisa saja krn nggak tahan jadi gunjingan, seseorang akan melakukan hal yang di luar rencana. Termasuk mendadak kawin.
Hoaaaah... apa kabar ya kalau ada janda bercerai umur 30?
Cerita soal living single in the village ini kebawa ke kantor, dan terkuaklah cerita2 lain yang lebih "seru". Ada seorang tante yg lalu dilamar sama kelapa desa setelah setahun ditinggal meninggal suaminya. Ada yang didatengin beberapa laki-laki yg antri... setelah kembali ke desa dgn status janda. Pilihannya banyak, dari jawara sampai kepala desa. Dia pilih... pensiunan PNS. Krn PNS itu statusnya paling tinggi di desa.
Jreng.... semakin gue bersyukur tinggal di BSD. Yg mana orang2 nggak peduli (atau peduli tp nggak berani ngomong) kalau gue ini single, punya anak satu. Mereka nggak ngurus kenapa gue nggak kawin lagi. Mereka nggak tanya2 kapan gue berencana menikah lagi... dll...dst... dsb.
Semua aman. Hidup di kota memang menyenangkan.
Yang kemarin jadi highlight adalah adanya cucu mbah Payaman (sebutan untuk keluarga dari pihak nyokap), yang menikah di usia 24. Sebenernya bukan usianya yg bikin heboh. Secara umur memang sdh cukup, secara agama maupun negara sdh boleh menikah. Hanya, anak laki2, baru saja lulus, dan dia adalah yg terkecil di silsilah keluarganya. Oh ya, dia ini anaknya sepupu nyokap. Jadi mestinya Rio ini sepupu gue ya. Haha....
Rio ini menikah, di usia muda, bukan karena dia yg pingin menikah. Lho kok bisa? Iya, dia menikah karena disuruh menikah oleh keluarga (calon) istrinya. Rio ini kerja di BUMN. Ditempatkan di proyek di desa Sambi. Nah... di sinilah dia ketemu kekasih hatinya. Konon sih sebenernya mereka ini sempat satu sekolah... entah di SMA atau di SMP... tp setelah lulus, si mbak kembali ke desa Sambi ini.
Adanya mbak cantik di desa ini ternyata cukup meresahkan. Meresahkan orangtuanya... karena sdh umur 25 belum kawin juga. Yaaaa gimana... untuk anak2 milenial, umur 25 kan belum apa2 ya. Tp menjadi millenials di desa Sambi ternyata berat, cyin. Si mbak ini sdh "dipinang" beberapa laki-laki. Yg dia tolak mentah2 krn hatinya sdh tertambat pada kangmas Rio. Dijodohin sama siapa2 juga menolak, maunya Rio semata. Ohohoho....
Bapaknya kalau ga salah pemuka desa. Jadi kehadiran Rio ini segera jadi sorotan. Nambah2 pusing aja nih... setelah pusing anaknya udah umur 25 blm kawin... ada lagi nih laki2 namanya Rio asyik2 ngapel. Rencanamu apa, le? Haha.... beneran akhirnya Rio "ditantang" sama (calon) mertuanya. "Kamu mau apa sama anakku?"
Rio... karena sdh cinta dan juga merasa bertanggungjawab... akhirnya mengajukan pinangan. Begitulah kisahnya hingga satu milenial melepas masa lajang di desa Sambi....
Gue sih nggak pro atau kontra soal pernikahan Rio. Ya kalau sudah jodoh, nggak akan ke mana juga.... yg gue lihat unik adalah bagaimana lingkungan bisa membuatmu melakukan sesuatu. Umur 25, di desa, belum kawin... jadi bahan gunjingan di desa. Bisa saja krn nggak tahan jadi gunjingan, seseorang akan melakukan hal yang di luar rencana. Termasuk mendadak kawin.
Hoaaaah... apa kabar ya kalau ada janda bercerai umur 30?
Cerita soal living single in the village ini kebawa ke kantor, dan terkuaklah cerita2 lain yang lebih "seru". Ada seorang tante yg lalu dilamar sama kelapa desa setelah setahun ditinggal meninggal suaminya. Ada yang didatengin beberapa laki-laki yg antri... setelah kembali ke desa dgn status janda. Pilihannya banyak, dari jawara sampai kepala desa. Dia pilih... pensiunan PNS. Krn PNS itu statusnya paling tinggi di desa.
Jreng.... semakin gue bersyukur tinggal di BSD. Yg mana orang2 nggak peduli (atau peduli tp nggak berani ngomong) kalau gue ini single, punya anak satu. Mereka nggak ngurus kenapa gue nggak kawin lagi. Mereka nggak tanya2 kapan gue berencana menikah lagi... dll...dst... dsb.
Semua aman. Hidup di kota memang menyenangkan.
Wednesday, September 20, 2017
Where....
Tadi rasanya semangat buka blog... mau nulis ttg rame2 politik. Hahaha... tumben amat ya. Tp lalu malah tertahan baca sesuatu dan akhirnya bikin mood nulis berlalu... jreng...
Ya sudah, nanti aja nulis lagi kalau sdh pengen nulis. Bye now.
Ya sudah, nanti aja nulis lagi kalau sdh pengen nulis. Bye now.
Thursday, September 07, 2017
Sungguh
Dalam Doaku
(by Sapardi Joko Damono)
Dalam doaku subuh ini
kau menjelma langit
yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara
yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
kepada angin
yang mendesau entah dari mana
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang
lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan
dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya,
yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu.
Friday, August 25, 2017
Current Situation
I feel like having a hollow in me. Try to fill the gap with anything crossing my mind.... it didn't work. At least not now.
I feel empty.
I feel empty.
Tuesday, August 22, 2017
Nyeri di Ulu Hati
Ada rasa nyeri di ulu hati, ketika melihat foto-foto itu, kamu. Dengan mereka. Dan aku tidak di sana, tentu saja. Rasa nyeri itu terasa menggigit. Kadang samar saja, seperti angin yang keluar dari mesin pendingin ruangan. Tapi seringkali begitu jelas, hingga bulu kudukku berdiri.
Nyeri itu tidak hilang, meski aku sudah berusaha bersenang-senang. Kucoba banyak hal baru, bertemu banyak orang yang selama ini tak kukenal. Kami melakukan banyak hal yang selama ini tak pernah kupikir akan kulakukan (Atau mungkin selama ini aku menunggu. Berharap punya kesempatan melakukannya denganmu. Yang ternyata sia-sia saja ditunggu). Apapun, nyeri itu tidak hilang juga meski aku pikir aku sudah bergembira ria.
Rasa nyeri itu kemudian semakin menjadi, datang dan pergi sesukanya. Karena apa pun yang terlihat, terdengar, terasa... seringkali membawa pikiranku kepadamu. Terlebih ketika aku bersendiri. Juga ketika melewati beberapa tempat yang dulu sering menjadi kesukaan kita. Kita. Kamu dan aku. Kita, yang saat ini, ternyata menimbulkan rasa nyeri di ulu hati.
Aku tahu rasa nyeri ini tidak ada obatnya. Tanpa harus konsultasi dokter, aku berkesimpulan begitu. Rasa nyeri ini hanya akan hilang, seiring dengan perginya bayang-bayangmu. Jadi, mungkin tidak sekarang. Karena aku masih belum bisa melepaskan seluruh ingatan tentang kamu.
Baiklah, aku akan berteman saja dengan rasa nyeri ini. Rasa nyeri di ulu hatiku.
Nyeri itu tidak hilang, meski aku sudah berusaha bersenang-senang. Kucoba banyak hal baru, bertemu banyak orang yang selama ini tak kukenal. Kami melakukan banyak hal yang selama ini tak pernah kupikir akan kulakukan (Atau mungkin selama ini aku menunggu. Berharap punya kesempatan melakukannya denganmu. Yang ternyata sia-sia saja ditunggu). Apapun, nyeri itu tidak hilang juga meski aku pikir aku sudah bergembira ria.
Rasa nyeri itu kemudian semakin menjadi, datang dan pergi sesukanya. Karena apa pun yang terlihat, terdengar, terasa... seringkali membawa pikiranku kepadamu. Terlebih ketika aku bersendiri. Juga ketika melewati beberapa tempat yang dulu sering menjadi kesukaan kita. Kita. Kamu dan aku. Kita, yang saat ini, ternyata menimbulkan rasa nyeri di ulu hati.
Aku tahu rasa nyeri ini tidak ada obatnya. Tanpa harus konsultasi dokter, aku berkesimpulan begitu. Rasa nyeri ini hanya akan hilang, seiring dengan perginya bayang-bayangmu. Jadi, mungkin tidak sekarang. Karena aku masih belum bisa melepaskan seluruh ingatan tentang kamu.
Baiklah, aku akan berteman saja dengan rasa nyeri ini. Rasa nyeri di ulu hatiku.
Saturday, August 12, 2017
Fragments
Stage 1
She has been waiting for a nice short break in between work. Finally found a specific date and started her trip itinerary. She put everything in detail. Not only where to have lunch or dinner but also what to wear on those occasion. Then, view days before the d-day she found out that her partner -whom she would meet during the trip- was cheating on her. She canceled everything.
Stage 21
They've been longing to have a kid since day 1 they tied the knot. 10 years later she finally delivered a baby. Unfortunately, the baby was blind and deaf. And has more fingers than any other baby. They cried a little before planed every best treatment available for the baby.
Stage 33
She is a very beautiful girl, daughter of a director in one big famous company. With her parents wealth, she can have everything she wants, including the best European car to drive to private school. She just earned her diploma in management when she found out that all this time her father, her idol, was cheating on her mother.
Stage 56
Not long after graduated from university, she married to her long time boyfriend, a bright and brilliant accountant. They lived happily with their 2 beautiful kids. Just before they went to their son's graduation ceremony, she found out she had lump in her right breast. At the age of 53, she started her journey to fight against cancer.
Stage 78
...
Stage 102
...
Stage 323
...
...
...
So everyone has their own drama. Everybody has to play their role in this world, whatever it is, whether like it or not. So please do not feel as if you are the most unfortunate person. We all have to endure our own battle.
Thursday, August 10, 2017
Why? How?
Why did you ever come back?
Why did you ever give me hope?
Why did you do that? Why?
How could you?
Update:
I just cancelled my trip for next week. It hurt me more since I planed it in detail. As detail as possible, hoping it would be a memorable one. Yes it is your fault.
Why did you ever give me hope?
Why did you do that? Why?
How could you?
Update:
I just cancelled my trip for next week. It hurt me more since I planed it in detail. As detail as possible, hoping it would be a memorable one. Yes it is your fault.
Tuesday, August 08, 2017
Tentang Perempuan Pintar
Bukaaaaannn... postingan ini bukan tentang gue... hahahaha...
Jadi ternyata sekarang lagi rame soal postingan seorang cowok yg mendamba istri soleha. Cukup soleha saja. Nggak perlu pintar. Bahkan disebut nggak perlu bergelar S ini S itu....
Ya terserah dia sih, mau istri macam apa.
Hanya menurut gue... itu ungkapan rasa minder bin kurang percaya diri berlebihan. Kalau mau lebay lagi... takut banget saingan sama perempuan, mas....
Soal laki2 minder ini memang jadi kompleks. Kalau sdh nggak percaya diri, ya susah lah mau "megang" perempuan. Apalagi yg pinter. Gini ya, perempuan pinter itu akan selalu merasa berada dalam cangkir. Artinya, dia selalu merasa kesempitan... pengen selalu pindah ke mangkok (biar agak lega). Ih... kenapa jadinya malah inget ke gue yg gendut? Rese. Huh....
Tapi serius. Gue percaya perempuan yg isi kepalanya jalan terus nggak akan nerimo aja dalam sebuah kenyamanan. Di kantor, misalnya. Kalau dia merasa ruang geraknya sudah terbatas... dia akan cari tempat main baru. Bbrp perempuan pintar yg gue kenal bahkan mengorbankan kenyamanan (misalnya gaji besar) untuk pindah ke tempat lain karena di tempat lain itu dia bisa berkembang lebih cepat dari sisi intelektual. Ikan besar di kolam kecil atau ikan kecil di kolam besar nggak terasa ada bedanya lagi. Yg penting hati senang dan otak berjalan. Setelah gue tanya2, kenapa kok mau aja meninggalkan fasilitas yg mapan utk hal lain, rata2 jawabnya sama: krn semua hal yg berbentuk tantangan lebih asyik daripada yg woles2. Dan dengan modal kepintaran... duit sih jadi gampang ditemukan. Katanya sih begitu....
Balik lagi ke pernyataan mas2 di atas tadi... kayaknya sih nggak hanya soal kepintaran yg bisa bikin minder. Sering juga bentuk fisik. Yg sering gue denger... karena ceweknya lebih tinggi, nggak boleh pakai high heels (krn doi akan makin menjulang dan masnya akan makin tenggelam).
Hmmm....
Pada akhirnya, laki2 minder akan tidak menarik di mata perempuan. Apalagi kalau mindernya karena perempuan lebih pintar. Terhadap pernyataan seperti itu, perempuan juga bisa bales: yang pinter2 juga ga bakal mau sama situ. Bhay.
Jadi ternyata sekarang lagi rame soal postingan seorang cowok yg mendamba istri soleha. Cukup soleha saja. Nggak perlu pintar. Bahkan disebut nggak perlu bergelar S ini S itu....
Ya terserah dia sih, mau istri macam apa.
Hanya menurut gue... itu ungkapan rasa minder bin kurang percaya diri berlebihan. Kalau mau lebay lagi... takut banget saingan sama perempuan, mas....
Soal laki2 minder ini memang jadi kompleks. Kalau sdh nggak percaya diri, ya susah lah mau "megang" perempuan. Apalagi yg pinter. Gini ya, perempuan pinter itu akan selalu merasa berada dalam cangkir. Artinya, dia selalu merasa kesempitan... pengen selalu pindah ke mangkok (biar agak lega). Ih... kenapa jadinya malah inget ke gue yg gendut? Rese. Huh....
Tapi serius. Gue percaya perempuan yg isi kepalanya jalan terus nggak akan nerimo aja dalam sebuah kenyamanan. Di kantor, misalnya. Kalau dia merasa ruang geraknya sudah terbatas... dia akan cari tempat main baru. Bbrp perempuan pintar yg gue kenal bahkan mengorbankan kenyamanan (misalnya gaji besar) untuk pindah ke tempat lain karena di tempat lain itu dia bisa berkembang lebih cepat dari sisi intelektual. Ikan besar di kolam kecil atau ikan kecil di kolam besar nggak terasa ada bedanya lagi. Yg penting hati senang dan otak berjalan. Setelah gue tanya2, kenapa kok mau aja meninggalkan fasilitas yg mapan utk hal lain, rata2 jawabnya sama: krn semua hal yg berbentuk tantangan lebih asyik daripada yg woles2. Dan dengan modal kepintaran... duit sih jadi gampang ditemukan. Katanya sih begitu....
Balik lagi ke pernyataan mas2 di atas tadi... kayaknya sih nggak hanya soal kepintaran yg bisa bikin minder. Sering juga bentuk fisik. Yg sering gue denger... karena ceweknya lebih tinggi, nggak boleh pakai high heels (krn doi akan makin menjulang dan masnya akan makin tenggelam).
Hmmm....
Pada akhirnya, laki2 minder akan tidak menarik di mata perempuan. Apalagi kalau mindernya karena perempuan lebih pintar. Terhadap pernyataan seperti itu, perempuan juga bisa bales: yang pinter2 juga ga bakal mau sama situ. Bhay.
Monday, July 31, 2017
Today's Mood
Sampai Jadi Debu
Badai Tuan telah berlalu
Salahkah ku menuntut mesra?
Tiap pagi menjelang
Kau di sampingku
Ku aman ada bersamamu
Selamanya
Sampai kita tua
Sampai kita tua
Sampai jadi debu
Ku di liang yang satu
Ku di sebelahmu
Badai Puan telah berlalu
Salahkah ku menuntut mesra?
Tiap taufan menyerang
Kau di sampingku
Kau aman ada bersamaku
Selamanya
Sampai kita tua
Sampai jadi debu
Ku di liang yang satu
Ku di sebelahmu
Banda Neira
Monday, June 05, 2017
Friday, May 26, 2017
Puasa
Selamat datang bulan suci Ramadhan. Alhamdulillah dipertemukan lagi. Terima kasih, ya Allah.
Semoga bulan ini bisa menjadi masa kontemplasi yg panjang. Istirahat sambil berpikir (& berdoa). Mencari jawaban atas semua pertanyaan yg selama ini tersimpan. Semoga lancar. Aamiin.
Selamat puasa, teman2. Damai selalu.
Semoga bulan ini bisa menjadi masa kontemplasi yg panjang. Istirahat sambil berpikir (& berdoa). Mencari jawaban atas semua pertanyaan yg selama ini tersimpan. Semoga lancar. Aamiin.
Selamat puasa, teman2. Damai selalu.
Wednesday, May 24, 2017
Not A Fairy Tale
The first time we met, you hand carried a very big bouquet of roses. Since then, you sent a lot of them everywhere I worked. To 3 places to be punctual. Sometimes you just showed up in the middle of the day, asking me out to have a quick lunch, before you headed back to your place, in another city (or later on, another country).
Several times, you were at my office, without letting me know in advance. It was a very beautiful surprise.
I will never forget the day you made me gasped by showing up on one event held by government institution, when I won something for my writing. You asked me to stand up, so you can see me among the crowd. How lovely.
The long, big and tight hug on my birthday last year was one of the moments I will treasure. It will stay forever in my head, along with other times when you suddenly appeared in front of me. Those moments will warm my heart forever. I never felt to be loved the way you made me feel.
I really wish you will do those surprises again. I wish my cell phone will beep with your message to meet you somewhere for a nice talk over coffee. But I know I can only wish. I guess I should start to learn not to think of you as the prince charming to my cinderella anymore.
Several times, you were at my office, without letting me know in advance. It was a very beautiful surprise.
I will never forget the day you made me gasped by showing up on one event held by government institution, when I won something for my writing. You asked me to stand up, so you can see me among the crowd. How lovely.
The long, big and tight hug on my birthday last year was one of the moments I will treasure. It will stay forever in my head, along with other times when you suddenly appeared in front of me. Those moments will warm my heart forever. I never felt to be loved the way you made me feel.
I really wish you will do those surprises again. I wish my cell phone will beep with your message to meet you somewhere for a nice talk over coffee. But I know I can only wish. I guess I should start to learn not to think of you as the prince charming to my cinderella anymore.
Tuesday, May 23, 2017
Semua akan Indah pada WaktuNya
....
Waktu takkan pernah mengulang
Dan rahasia kan menyapa
Tanpa salah
Di hari yang ditentukan
Dilahirkan
Ditemukan
Dan dipisahkan....
(Semesta - Maliq & d'Essentials)
Waktu takkan pernah mengulang
Dan rahasia kan menyapa
Tanpa salah
Di hari yang ditentukan
Dilahirkan
Ditemukan
Dan dipisahkan....
(Semesta - Maliq & d'Essentials)
Monday, May 22, 2017
Merindu
Adakah yang bisa mengukur rindu?
Sedalam apa?
Sepanjang apa?
Tidak ada yang bisa menakarnya
Mungkin juga tidak perlu direka-reka
Jumpai saja
Karena rindu hanya bisa hilang
Ketika bertemu.
Sedalam apa?
Sepanjang apa?
Tidak ada yang bisa menakarnya
Mungkin juga tidak perlu direka-reka
Jumpai saja
Karena rindu hanya bisa hilang
Ketika bertemu.
Wednesday, May 17, 2017
Ternyata....
Pernah nggak, merasa sudah melakukan sesuatu, sudah menyelesaikannya... ternyata belum? Rasanya konyol. Gue kemarin merasa begitu.
Setelah hampir 13 tahun berpisah, dan secara legal 12 tahun bercerai... gue pikir gue sudah berdamai dgn keadaan. Ya... maksudnya... gue pikir gue sudah bisa menerima apalah konsekuensi dari perceraian itu. Apa pun. Termasuk menghadapi orang2 yg nggak sepaham, teman2 yg kaget, atau lingkungan yg kepo. Dan yg utama tentu menerima kalau bapaknya anak gue memang sdh selayaknya dicoret dari daftar hadir.
Gue pikir gue sudah kelar dalam urusan itu.
Ternyata belum lho. Dan mungkin memang nggak akan bisa.
Sekian lama, kami hanya ketemu setahun sekali di acara Idul Fitri. Kalau Aria ultah, dia akan langsung telepon anaknya. Kalau Aria nggak cerita, ya gue nggak tahu. Kado... Aria sdh nggak mengharap. Kunjungan? Halah... sudah lupa kayaknya anak gue dgn kunjungan2 bapaknya. Sama seperti gue sudah melupakan kewajiban dia soal tunjangan anak yg nggak pernah dipenuhi. Uang sekolah yg dulu pernah dijanjikan (sampai setinggi apa pun), nggak hadir2 juga hahahaha....
Lalu tiba2 bbrp hari lalu dia kirim uang. Jumlahnya nggak banyak (apalagi dibanding "utang" kewajiban dia selama ini). Dan itu nggak penting buat gue. Yg ternyata penting, kiriman itu mengejutkan (selain perlu disyukuri). Reaksi Aria pun lucu sekali. Dia senang banget waktu gue bilang ada kiriman uang. Meskipun seperti biasa... dia nggak terlalu merasa uang itu penting banget dalam hidupnya... jd dia seneng aja. Tp nggak lalu minta atau gimana2. Gue suruh dia sms bapaknya, bilang terima kasih. Dan kata Aria, "Ayah janji mau kirim lagi."
Alhamdulillah.
Mungkin gara2 kiriman itu, gue jadi kepikiran lagi sama bapaknya anak gue. Bukan mikir yg gimana2 sih. Cinta? Sdh habis. Nggak pengen balik juga lah. Entah apa yg gue pikir ya... sampai kemarin, di jalan pulang dari kantor... radio tiba2 muter lagu jadul. And that is when the sweet memories kicked in. Gue tiba2 mewek. Nangis sejadi2nya. Sampai tersedu2 kyk waktu patah hati dulu. Halaaaahhh... kenapa ini....
Nggak tahu ada apa ya? Tiba2 nangis aja. Kayaknya gue nggak pernah nangis sampai segitunya.
Setelahnya gue baru mikir... jangan2 ada unfinished business.... Apa iya?
Hmmm....
Nggak tahu apa. Nggak tahu juga harus benerinnya dari mana. Ya ampun... setelah sekian lama... harus beres2 lagi. Artinya kan harus buka2 "kotak ajaib" lagi. Kebayang lelah hatiku.... Wedew. Pelik amat sih. Tapi gimana dong? Apa dibiarin aja ya?
Embuh wis.
Setelah hampir 13 tahun berpisah, dan secara legal 12 tahun bercerai... gue pikir gue sudah berdamai dgn keadaan. Ya... maksudnya... gue pikir gue sudah bisa menerima apalah konsekuensi dari perceraian itu. Apa pun. Termasuk menghadapi orang2 yg nggak sepaham, teman2 yg kaget, atau lingkungan yg kepo. Dan yg utama tentu menerima kalau bapaknya anak gue memang sdh selayaknya dicoret dari daftar hadir.
Gue pikir gue sudah kelar dalam urusan itu.
Ternyata belum lho. Dan mungkin memang nggak akan bisa.
Sekian lama, kami hanya ketemu setahun sekali di acara Idul Fitri. Kalau Aria ultah, dia akan langsung telepon anaknya. Kalau Aria nggak cerita, ya gue nggak tahu. Kado... Aria sdh nggak mengharap. Kunjungan? Halah... sudah lupa kayaknya anak gue dgn kunjungan2 bapaknya. Sama seperti gue sudah melupakan kewajiban dia soal tunjangan anak yg nggak pernah dipenuhi. Uang sekolah yg dulu pernah dijanjikan (sampai setinggi apa pun), nggak hadir2 juga hahahaha....
Lalu tiba2 bbrp hari lalu dia kirim uang. Jumlahnya nggak banyak (apalagi dibanding "utang" kewajiban dia selama ini). Dan itu nggak penting buat gue. Yg ternyata penting, kiriman itu mengejutkan (selain perlu disyukuri). Reaksi Aria pun lucu sekali. Dia senang banget waktu gue bilang ada kiriman uang. Meskipun seperti biasa... dia nggak terlalu merasa uang itu penting banget dalam hidupnya... jd dia seneng aja. Tp nggak lalu minta atau gimana2. Gue suruh dia sms bapaknya, bilang terima kasih. Dan kata Aria, "Ayah janji mau kirim lagi."
Alhamdulillah.
Mungkin gara2 kiriman itu, gue jadi kepikiran lagi sama bapaknya anak gue. Bukan mikir yg gimana2 sih. Cinta? Sdh habis. Nggak pengen balik juga lah. Entah apa yg gue pikir ya... sampai kemarin, di jalan pulang dari kantor... radio tiba2 muter lagu jadul. And that is when the sweet memories kicked in. Gue tiba2 mewek. Nangis sejadi2nya. Sampai tersedu2 kyk waktu patah hati dulu. Halaaaahhh... kenapa ini....
Nggak tahu ada apa ya? Tiba2 nangis aja. Kayaknya gue nggak pernah nangis sampai segitunya.
Setelahnya gue baru mikir... jangan2 ada unfinished business.... Apa iya?
Hmmm....
Nggak tahu apa. Nggak tahu juga harus benerinnya dari mana. Ya ampun... setelah sekian lama... harus beres2 lagi. Artinya kan harus buka2 "kotak ajaib" lagi. Kebayang lelah hatiku.... Wedew. Pelik amat sih. Tapi gimana dong? Apa dibiarin aja ya?
Embuh wis.
Friday, May 12, 2017
Mind You?
Apa salahnya jadi single mom?
Oke... oke... apa salahnya jadi janda (yg bercerai)?
Pertanyaan ini sudah lamaaaa banget nggak pernah hadir. Tp gara2 kemarin ketemu teman2 nyokap, mau nggak mau jadi hadir kembali. Apa salahnya?
Gara2nya setiap salaman, dgn siapa pun... apakah tante atau bude atau om atau pakde... teman2 nyokap yg sdh lamaaaa sekali nggak ketemu.... pertanyaan berikut adalah, "Masih betah single?" Atau ada yg lebih nekad lagi dengan langsung cap cus 'jualan' sepupunya, anaknya sahabatnya, atau tetangganya. Yg gue ga tahu di belahan dunia mana... yg mungkin kenalan aja belum tentu mau (huh. Kibas rambut. Pongah dan congkak :D).
Pertanyaan dan selorohan itu jadi bikin gue tanya2 lagi: apa salahnya jadi janda?
Setelah hampir 13 tahun sendirian (ada Aria ding), rasanya kok kosakata "menikah lagi" semakin jauh dan jauh saja. Bbrp tahun lalu memang sempat pengen punya pasangan lagi. Pacaran lagi. Melawati masa berantem-putus-sambung-putus lagi. Seru juga...
Tapi lalu, setelah sekian lama nggak jadi2 juga... mulai kepikiran: memang perlu ya menikah lagi? Perlu apa sebenarnya? Mau apa?
Kok ya kebetulan bbrp bulan terakhir ini dengar2 soal teman2 dekat yg bermasalah dgn perkawinannya. Kalau masih saling cinta, ada aja masalah lain seperti finansial atau urusan anak, yg bikin hubungan mereka goncang. Skala goncangnya dari yg ringan sampai berat. Tapi tetap aja goncang. Malesin.
Kalau dengar2 yg begitu, alangkah nikmatnya hidup gue (berdua anak gue). Apa2 ya dipikir sendiri. Mau beli sepatu, tinggal hitung saldo ATM. Masih cukup? Beli. Mau bangun siang di tanggal merah, nggak ada yg melarang. Bangun jam 8. Yoga jam 9. Mandi jam 10. Jam 11 tidur lagi? Boleh aja. Mau mogok masuk dapur ya terserah aja... hahaha... selama masih ada gofood, artinya Aria masih punya pengasup ransum. Aman dunia gue.
Nah, dengan segala kenikmatan duniawi semacam itu... apa ya masih perlu punya pasangan (lagi)?
Oke... oke... apa salahnya jadi janda (yg bercerai)?
Pertanyaan ini sudah lamaaaa banget nggak pernah hadir. Tp gara2 kemarin ketemu teman2 nyokap, mau nggak mau jadi hadir kembali. Apa salahnya?
Gara2nya setiap salaman, dgn siapa pun... apakah tante atau bude atau om atau pakde... teman2 nyokap yg sdh lamaaaa sekali nggak ketemu.... pertanyaan berikut adalah, "Masih betah single?" Atau ada yg lebih nekad lagi dengan langsung cap cus 'jualan' sepupunya, anaknya sahabatnya, atau tetangganya. Yg gue ga tahu di belahan dunia mana... yg mungkin kenalan aja belum tentu mau (huh. Kibas rambut. Pongah dan congkak :D).
Pertanyaan dan selorohan itu jadi bikin gue tanya2 lagi: apa salahnya jadi janda?
Setelah hampir 13 tahun sendirian (ada Aria ding), rasanya kok kosakata "menikah lagi" semakin jauh dan jauh saja. Bbrp tahun lalu memang sempat pengen punya pasangan lagi. Pacaran lagi. Melawati masa berantem-putus-sambung-putus lagi. Seru juga...
Tapi lalu, setelah sekian lama nggak jadi2 juga... mulai kepikiran: memang perlu ya menikah lagi? Perlu apa sebenarnya? Mau apa?
Kok ya kebetulan bbrp bulan terakhir ini dengar2 soal teman2 dekat yg bermasalah dgn perkawinannya. Kalau masih saling cinta, ada aja masalah lain seperti finansial atau urusan anak, yg bikin hubungan mereka goncang. Skala goncangnya dari yg ringan sampai berat. Tapi tetap aja goncang. Malesin.
Kalau dengar2 yg begitu, alangkah nikmatnya hidup gue (berdua anak gue). Apa2 ya dipikir sendiri. Mau beli sepatu, tinggal hitung saldo ATM. Masih cukup? Beli. Mau bangun siang di tanggal merah, nggak ada yg melarang. Bangun jam 8. Yoga jam 9. Mandi jam 10. Jam 11 tidur lagi? Boleh aja. Mau mogok masuk dapur ya terserah aja... hahaha... selama masih ada gofood, artinya Aria masih punya pengasup ransum. Aman dunia gue.
Nah, dengan segala kenikmatan duniawi semacam itu... apa ya masih perlu punya pasangan (lagi)?
Friday, May 05, 2017
Thursday, May 04, 2017
SE-LA-LU
Selalu ada yg lebih penting. Pekerjaan. Perasaan. Mereka.
Sepertinya aku ngga penting2 amat.
Sepertinya aku ngga penting2 amat.
Monday, April 10, 2017
Why?
Ku ingin cinta hadir untuk selamanya
Bukan hanyalah untuk sementara
Menyapa dan hilang
Terbit tenggelam bagai pelangi
Yang indahnya hanya sesaat
Tuk kulihat dia mewarnai hari
Tetaplah engkau di sini
Jangan datang lalu kau pergi
Jangan anggap hatiku
Jadi tempat persinggahanmu
Untuk cinta sesaat
Mengapa ku tak bisa jadi
Cinta yang tak akan pernah terganti
Cinta yg tak kan terjadi
Lalu mengapa kau masih di sini
Memperpanjang harapan
Tetaplah engkau di sini
Jangan datang lalu kau pergi
Jangan anggap hatiku
Jadi tempat persinggahanmu
Untuk cinta sesaat
Kau bagai kata yg terus melaju
Di luasnya ombak samudera biru
Namun sayangnya kau tak pilih aku
Jadi pelabuhanmu
Tetaplah engkau di sini
Jangan datang lalu kau pergi
Jangan anggap hatiku
Jadi tempat persinggahanmu
Bila tak ingin di sini
Jangan berlalu lalang lagi
Biarkanlah hatiku
Mencari cinta sejati
Wahai cintaku
Wahai cinta sesaat
Pelangi - HIVI
Bukan hanyalah untuk sementara
Menyapa dan hilang
Terbit tenggelam bagai pelangi
Yang indahnya hanya sesaat
Tuk kulihat dia mewarnai hari
Tetaplah engkau di sini
Jangan datang lalu kau pergi
Jangan anggap hatiku
Jadi tempat persinggahanmu
Untuk cinta sesaat
Mengapa ku tak bisa jadi
Cinta yang tak akan pernah terganti
Cinta yg tak kan terjadi
Lalu mengapa kau masih di sini
Memperpanjang harapan
Tetaplah engkau di sini
Jangan datang lalu kau pergi
Jangan anggap hatiku
Jadi tempat persinggahanmu
Untuk cinta sesaat
Kau bagai kata yg terus melaju
Di luasnya ombak samudera biru
Namun sayangnya kau tak pilih aku
Jadi pelabuhanmu
Tetaplah engkau di sini
Jangan datang lalu kau pergi
Jangan anggap hatiku
Jadi tempat persinggahanmu
Bila tak ingin di sini
Jangan berlalu lalang lagi
Biarkanlah hatiku
Mencari cinta sejati
Wahai cintaku
Wahai cinta sesaat
Pelangi - HIVI
Friday, March 17, 2017
Missing You
I may not be a missing piece looking for others to take me rolling. But it doesn't mean I don't need you in my life. I need you to roll closer, balancing my step, so together we can pass the crookedest path. If any.
Thursday, March 16, 2017
The Missing Piece Meets the Big O
Ceritanya ada sebuah segitiga yg pengen sekali menggelinding. Dia mencari teman yg kira2 perlu kepingan segitiga, supaya bisa menyatu, jadi bola sempurna, lalu mereka menggelinding bersama. Setelah gagal beberapa kali, ada satu bola yg salah satu sisinya koyak. Pas dengan bentuk segitiga. Klop. Menyatulah mereka, lalu menggelindinglah bersama.
Dalam perjalanan, si segitiga ternyata berkembang. Ia membesar, hingga celah di bola menjadi sesak. Akhirnya mereka berpisah. Si segitiga sedih sekali. Ia putus asa, sudut2nya membuat dia merasa nggak bisa menggelinding. Dia kangen bola.
Tapi lalu, dia mencoba menyemangati diri. Ia coba berguling. Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Bisa. Tapi tentu tidak mulus karena bentuknya segitiga. Dia nggak putus asa. Terus berguling... berguling... berguling... sampai akhirnya tubuhnya berubah, sudut2nya jadi tumpul... lama2 membulat. Dia bisa lancar menggelinding. Dalam perjalanan, dia bertemu bola2 lain. Dan menggelindinglah mereka bersama. Tapi, ketika tiba di persimpangan, kadang ada bola yang memisahkan diri, ada juga yang tetap di sampingnya.
Itu cerita yg nulis Shel Silverstein. Jenius, karena itulah yg terjadi dalam kehidupan. Sometimes we think we cannot function because we need other people to help us. And when we found someone, we stick to him or her, thingking about not moving nowhere had we weren't with him or her. Do we really?
Kita masing2 bertumbuh. Ketika menyatu dengan orang lain, seharusnyalah kita tetap bertumbuh menjadi lebih baik. Ketika orang lain tidak bisa menerima perkembangan kita, ya... mungkin sudah saatnya kita tidak bersama dia lagi. Tugasnya sudah selesai. Silakan melanjutkan perjalanan sendiri2. Dalam perjalanan, pasti kita akan menemukan orang2 lain lagi. Yg akan bersama kita dalam suatu waktu. Untuk kemudian mencari jalan sendiri2.
Itu pula kayaknya yg terjadi dalam dunia pekerjaan sekarang ini. Media cetak sudah seperti barang mewah. Mahal sekali, hanya sedikit orang yg mampu memiliki dan mengerjakannya. Lalu bagaimana? Harus apa? Bergerak. Bertumbuh. Berkembang. Harus terus melangkah, jangan berhenti. Kalau memang hrs berpindah ke digital. Kenapa tidak? Awalnya mungkin sulit beradaptasi dengan trend media sekarang yang sangat cepat. Tapi, perjalanan akan membuat kita menemukan fleksibilitas.
So, let's go.
Dalam perjalanan, si segitiga ternyata berkembang. Ia membesar, hingga celah di bola menjadi sesak. Akhirnya mereka berpisah. Si segitiga sedih sekali. Ia putus asa, sudut2nya membuat dia merasa nggak bisa menggelinding. Dia kangen bola.
Tapi lalu, dia mencoba menyemangati diri. Ia coba berguling. Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Bisa. Tapi tentu tidak mulus karena bentuknya segitiga. Dia nggak putus asa. Terus berguling... berguling... berguling... sampai akhirnya tubuhnya berubah, sudut2nya jadi tumpul... lama2 membulat. Dia bisa lancar menggelinding. Dalam perjalanan, dia bertemu bola2 lain. Dan menggelindinglah mereka bersama. Tapi, ketika tiba di persimpangan, kadang ada bola yang memisahkan diri, ada juga yang tetap di sampingnya.
Itu cerita yg nulis Shel Silverstein. Jenius, karena itulah yg terjadi dalam kehidupan. Sometimes we think we cannot function because we need other people to help us. And when we found someone, we stick to him or her, thingking about not moving nowhere had we weren't with him or her. Do we really?
Kita masing2 bertumbuh. Ketika menyatu dengan orang lain, seharusnyalah kita tetap bertumbuh menjadi lebih baik. Ketika orang lain tidak bisa menerima perkembangan kita, ya... mungkin sudah saatnya kita tidak bersama dia lagi. Tugasnya sudah selesai. Silakan melanjutkan perjalanan sendiri2. Dalam perjalanan, pasti kita akan menemukan orang2 lain lagi. Yg akan bersama kita dalam suatu waktu. Untuk kemudian mencari jalan sendiri2.
Itu pula kayaknya yg terjadi dalam dunia pekerjaan sekarang ini. Media cetak sudah seperti barang mewah. Mahal sekali, hanya sedikit orang yg mampu memiliki dan mengerjakannya. Lalu bagaimana? Harus apa? Bergerak. Bertumbuh. Berkembang. Harus terus melangkah, jangan berhenti. Kalau memang hrs berpindah ke digital. Kenapa tidak? Awalnya mungkin sulit beradaptasi dengan trend media sekarang yang sangat cepat. Tapi, perjalanan akan membuat kita menemukan fleksibilitas.
So, let's go.
Friday, March 10, 2017
Next: Contemplating Session
Sesi berpikir2 lama kembali terjadi di tengah minggu. Dengan semakin banyak pertanyaan dan kegalauan. Hahahaha....
Banyak pemicunya. Salah satunya grup wa ibu2 single. Anggota grup itu macam2 banget kisahnya. Dari yg lucu sampai yg pilu... semua ada. Dan semua dituturkan oleh pelaku atau korban lho. Jadi itu kisah nyata.
Entah mulainya gimana, salah satu topik kemarin adalah "suami selingkuh." Macem2 cerita langsung hadir. Gue yg di kantor kyk kepontalan "ngejar" chatting. Gimana nggak, ditinggal meeting 30 menit, sudah ada 762 notifikasi. Edun.
Macam2 cerita perselingkuhan itu (aduh mak sumpah gue parno bacanya), menimbulkan pertanyaan: kenapa mereka selingkuh. Apa ada yang salah dengan si perempuan? Perempuan yg istri atau yg selingkuhan? Tapi kenapa? Dan tentunya nggak ada yang terjawab dengan jelas. Malah membawa gue ke masa silam, jadi tanya lagi... kok dulu suami gue selingkuh kenapa? Nggak terjawab juga, malah diikuti kesadaran kalau ternyata tidak semua istri mengenal suaminya dengan baik.
Masih kepikiran sama topik wag itu, tiba2 malamnya terjadi percakapan wa dgn OmD. Tp sialnya ngomong di wa kan nggak kelihatan wajah, nggak ada ekspresi, nggak jelas apakah penjelasan gue dibaca atau nggak. Menurut gue sih akhirnya nggak gitu menarik karena terlihat perbedaan pandangan yang jelas. Sampai dalam perjalanan pulang gue mikir keras banget: kami ini sebenarnya mau apa?
Terjadi selisih paham soal perempuan bekerja. OmD masih berpikiran bahwa bekerja itu ya secukupnya saja. Sementara gue yg suka seru sendiri ini kadang2 perlu keriaan. Waktu ada undangan meeting jam 22.00, masih tergoda utk ikut karena materi meeting terdengar seru. Buat OmD, meeting jam 22.00 nggak masuk akal. Tanpa pernah mengalami langsung situasi runyam traffic ibukota, jadwal padat merayap pejabat, juga meeting back to back non stop yg bikin kesepatan meeting tengah malam.... buat OmD yg nggak umum itu jadi nggak layak. Sementara buat gue? Laaah... meeting sampai jam 1 pagi juga pernah kok. Dan nggak tiap hari sih. Paling pol 2 tahun sekali... jadi... it was not a big deal at all. Lha kalau memang kerjanya begitu ya gimana? Dan gue suka2 aja.
Meskipun kami sdh lama sekali sama2, tapi nggak pernah ada masa kami bareng. Dia nggak tahu apa yg gue alami on site. Dia nggak lihat gimana gue dari redaktur kroco trus bisa jadi spt skrg. Dia nggak lihat langsung gimana gue merintis karier gue sambil gonjang ganjing ngurus rumah. Dia nggak paham dunia gue karena selama ini toh dia juga nggak pernah ada di situ. Buat gue, nggak ada kamus: mengorbankan karier untuk anak. Atau menelantarkan anak demi karier. No. I have to have both. Dan yg penting, gue toh nggak menelantarkan anak gue. Anak gue itu demikiran gembira dan ceria, sungguh jauh dari gambaran anak terlantar. Nggak mungkin? Kata siapa?
Hal yg sama... gue jg nggak tahu apa yg dia alami. Day to day. Gue nggak lihat bagaimana lingkungannya bisa membentuk pola pikir dia sekarang. Gue nggak paham dasar penilaian dia, karena gue juga nggak pernah ada di dunia dia.
Yg kami punya selama ini adalah saling tukar cerita. Sudah, cuma itu. Kalau ceritanya ngawur atau nggak sesuai kenyataan, yg tahu hanya yg bercerita. Pikir sendirilah jadinya.
Do I love him? Of course I do. Tapi apakah cinta itu bisa membuat gue tenang2 saja seandainya gue harus ikut dia? Apakah cinta itu cukup besar untuk gue bisa berkompromi pada hal2 yang tidak gue sukai? Apakah cinta itu nggak terbatas, sampai gue bisa mengikuti cara hidupnya tanpa frustrasi?
Bagaimana juga dengan dia? Gue nggak tahu.
Selama ini yg terjadi dengan kami adalah LDR tak kunjung henti. Pertemuan2 cuma sebentar, nggak mungkin diisi berantem. Berantem jarak jauh ya udah gitu aja. Nggak bikin kita makin saling kenal dgn baik. Apakah semua bekal ini cukup untuk melangkah lebih jauh?
Gue nggak tahu.
Yg gue tahu, ada rasa yg gue nggak nyaman. Ada sesuatu yg mengatakan ada hal yg nggak bener. Dan tentunya gue nggak boleh diam saja. Kali ini gue akan mengikuti kata hati gue.
Banyak pemicunya. Salah satunya grup wa ibu2 single. Anggota grup itu macam2 banget kisahnya. Dari yg lucu sampai yg pilu... semua ada. Dan semua dituturkan oleh pelaku atau korban lho. Jadi itu kisah nyata.
Entah mulainya gimana, salah satu topik kemarin adalah "suami selingkuh." Macem2 cerita langsung hadir. Gue yg di kantor kyk kepontalan "ngejar" chatting. Gimana nggak, ditinggal meeting 30 menit, sudah ada 762 notifikasi. Edun.
Macam2 cerita perselingkuhan itu (aduh mak sumpah gue parno bacanya), menimbulkan pertanyaan: kenapa mereka selingkuh. Apa ada yang salah dengan si perempuan? Perempuan yg istri atau yg selingkuhan? Tapi kenapa? Dan tentunya nggak ada yang terjawab dengan jelas. Malah membawa gue ke masa silam, jadi tanya lagi... kok dulu suami gue selingkuh kenapa? Nggak terjawab juga, malah diikuti kesadaran kalau ternyata tidak semua istri mengenal suaminya dengan baik.
Masih kepikiran sama topik wag itu, tiba2 malamnya terjadi percakapan wa dgn OmD. Tp sialnya ngomong di wa kan nggak kelihatan wajah, nggak ada ekspresi, nggak jelas apakah penjelasan gue dibaca atau nggak. Menurut gue sih akhirnya nggak gitu menarik karena terlihat perbedaan pandangan yang jelas. Sampai dalam perjalanan pulang gue mikir keras banget: kami ini sebenarnya mau apa?
Terjadi selisih paham soal perempuan bekerja. OmD masih berpikiran bahwa bekerja itu ya secukupnya saja. Sementara gue yg suka seru sendiri ini kadang2 perlu keriaan. Waktu ada undangan meeting jam 22.00, masih tergoda utk ikut karena materi meeting terdengar seru. Buat OmD, meeting jam 22.00 nggak masuk akal. Tanpa pernah mengalami langsung situasi runyam traffic ibukota, jadwal padat merayap pejabat, juga meeting back to back non stop yg bikin kesepatan meeting tengah malam.... buat OmD yg nggak umum itu jadi nggak layak. Sementara buat gue? Laaah... meeting sampai jam 1 pagi juga pernah kok. Dan nggak tiap hari sih. Paling pol 2 tahun sekali... jadi... it was not a big deal at all. Lha kalau memang kerjanya begitu ya gimana? Dan gue suka2 aja.
Meskipun kami sdh lama sekali sama2, tapi nggak pernah ada masa kami bareng. Dia nggak tahu apa yg gue alami on site. Dia nggak lihat gimana gue dari redaktur kroco trus bisa jadi spt skrg. Dia nggak lihat langsung gimana gue merintis karier gue sambil gonjang ganjing ngurus rumah. Dia nggak paham dunia gue karena selama ini toh dia juga nggak pernah ada di situ. Buat gue, nggak ada kamus: mengorbankan karier untuk anak. Atau menelantarkan anak demi karier. No. I have to have both. Dan yg penting, gue toh nggak menelantarkan anak gue. Anak gue itu demikiran gembira dan ceria, sungguh jauh dari gambaran anak terlantar. Nggak mungkin? Kata siapa?
Hal yg sama... gue jg nggak tahu apa yg dia alami. Day to day. Gue nggak lihat bagaimana lingkungannya bisa membentuk pola pikir dia sekarang. Gue nggak paham dasar penilaian dia, karena gue juga nggak pernah ada di dunia dia.
Yg kami punya selama ini adalah saling tukar cerita. Sudah, cuma itu. Kalau ceritanya ngawur atau nggak sesuai kenyataan, yg tahu hanya yg bercerita. Pikir sendirilah jadinya.
Do I love him? Of course I do. Tapi apakah cinta itu bisa membuat gue tenang2 saja seandainya gue harus ikut dia? Apakah cinta itu cukup besar untuk gue bisa berkompromi pada hal2 yang tidak gue sukai? Apakah cinta itu nggak terbatas, sampai gue bisa mengikuti cara hidupnya tanpa frustrasi?
Bagaimana juga dengan dia? Gue nggak tahu.
Selama ini yg terjadi dengan kami adalah LDR tak kunjung henti. Pertemuan2 cuma sebentar, nggak mungkin diisi berantem. Berantem jarak jauh ya udah gitu aja. Nggak bikin kita makin saling kenal dgn baik. Apakah semua bekal ini cukup untuk melangkah lebih jauh?
Gue nggak tahu.
Yg gue tahu, ada rasa yg gue nggak nyaman. Ada sesuatu yg mengatakan ada hal yg nggak bener. Dan tentunya gue nggak boleh diam saja. Kali ini gue akan mengikuti kata hati gue.
Monday, February 20, 2017
Tuhan Maha Baik
Tuhan yang baik, terima kasih ya, sudah memberi warna cemerlang dalam hidup saya,. Alhamdulillah.
Weekend kemarin ditutup dgn keharusan "berpikir-pikir lama" gara2 curhat teman sehari sebelumnya. Jadi dia dan suaminya sedang bermasalah. Spt juga banyak pasangan yg sedang diuji cinta kasihnya, ada perempuan lain dalam hidup pernikahan mereka. Sayangnya, perempuannya nggak cuma satu. Alias banyak. Dan nggak oke. Entah dari mana asalnya atau gimana bentuknya jadi nggak penting, yang penting perempuan itu menularkan penyakit. Tuhanku, maafkan maafkan maafkan semua manusia yg ngawur2 ya.
Nah, organ tubuh perempuan yang bentuknya menadah tentu mudah tertular penyakit. Meskipun selama ini teman gue cukup bersetia pada suaminya, begitu ada penyakit kelamin yg dibawa suaminya entah dari mana... istri yg kebetulan teman gue, terkena. Nggak kebayang sakitnya. Fisik dan batin. Sudahlah diselingkuhi dan dikasih oleh2 penyakit pula. Bayangan hrs menutup hari dgn tatapn mata (nista) dokter SPKK sungguh nggak menarik buat dipikirin.
Oke, teman gue itu dari keluarga mapan. Menikah dgn anak keluarga yg sangat berada, saat ini mereka tinggal di kawasan elit ibukota. Tinggal dalam cluster yang isinya beberapa rumah2 yang semua milik keluarga. Selain tanah cluster tersebut, keluarga mereka punya juga beberapa bidang tanah lain. Semua di kawasan utama ibukota. Seperti umumnya keluarga berada, ada lebih dari dua mobil di garasi rumah mereka. Selain penampakan yg tajirudin itu, teman gue ini juga terlihat bahagia, dgn dua anak yg sdh gede2. Menikah bertahun2, di usia yang mau 50, pasti yg diharapkan ya hidup tenang2 sajalah. Gonjang ganjing hura2 sdh lama banget (harusnya) masuk kotak kenangan. Harusnya skrg hanya tinggal ngantor biasa, sambil nemenin anak nerusin sekolah yg nggak akan lama lagi selesai. Sambil liburan sesekali. Belanja2 secukupnya. Senang2 sama keluarga. Mau apa lagi?
Tapi ternyata itu hanya tampak luar. Di dalamnya ya tadi itu, ada api dalam sekam berbentuk perempuan lain. Dari cerita curhat kemarin, perempuannya kayaknya nggak bener, dalam arti bukan yg serius mau mencintai. Tapi model yg mau duit laki2 saja. Ya.... kalau lihat sampai ada penyakit, mestinya sih bukan perempuan beres ya.
Nggak urusan sama perempuan lainnya itu, yg gue bayangkan adalah kehidupan teman gue. Apa yg dia lakukan dalam keseharian? Di mana dia terlewat, sampai suaminya bisa ucul mabur ngawur2an? Adakah andil dia yg membuat suaminya jd nggak bener? Sebetulnya, apa yg dicari pasangan itu dalam hidup pernikahan? Kenapa materi yg banyak itu nggak dipakai utk bergembira sama keluarga saja, timbang dihambur2kan buat perempuan yg ga jelas? Ada apa dalam pikiran laki2? Dan banyaaaaak banget pertanyaan2 lain.
Ketika gue harus menyudahi masa berpikir2 lama... krn sdh waktunya tidur.... nggak ada satu pun pertanyaan itu yg bisa gue jawab. Akhirnya gue pun hanya bisa bersyukur. Berterima kasih pada Tuhan atas apa pun yg Dia berikan pada gue. Jika memang Dia tidak mengizinkan gue bersuami pun, itu pasti rencanaNya yg paling baik. Alhamdulillah. Terima kasih Tuhan, atas segala karuniaMu.
Weekend kemarin ditutup dgn keharusan "berpikir-pikir lama" gara2 curhat teman sehari sebelumnya. Jadi dia dan suaminya sedang bermasalah. Spt juga banyak pasangan yg sedang diuji cinta kasihnya, ada perempuan lain dalam hidup pernikahan mereka. Sayangnya, perempuannya nggak cuma satu. Alias banyak. Dan nggak oke. Entah dari mana asalnya atau gimana bentuknya jadi nggak penting, yang penting perempuan itu menularkan penyakit. Tuhanku, maafkan maafkan maafkan semua manusia yg ngawur2 ya.
Nah, organ tubuh perempuan yang bentuknya menadah tentu mudah tertular penyakit. Meskipun selama ini teman gue cukup bersetia pada suaminya, begitu ada penyakit kelamin yg dibawa suaminya entah dari mana... istri yg kebetulan teman gue, terkena. Nggak kebayang sakitnya. Fisik dan batin. Sudahlah diselingkuhi dan dikasih oleh2 penyakit pula. Bayangan hrs menutup hari dgn tatapn mata (nista) dokter SPKK sungguh nggak menarik buat dipikirin.
Oke, teman gue itu dari keluarga mapan. Menikah dgn anak keluarga yg sangat berada, saat ini mereka tinggal di kawasan elit ibukota. Tinggal dalam cluster yang isinya beberapa rumah2 yang semua milik keluarga. Selain tanah cluster tersebut, keluarga mereka punya juga beberapa bidang tanah lain. Semua di kawasan utama ibukota. Seperti umumnya keluarga berada, ada lebih dari dua mobil di garasi rumah mereka. Selain penampakan yg tajirudin itu, teman gue ini juga terlihat bahagia, dgn dua anak yg sdh gede2. Menikah bertahun2, di usia yang mau 50, pasti yg diharapkan ya hidup tenang2 sajalah. Gonjang ganjing hura2 sdh lama banget (harusnya) masuk kotak kenangan. Harusnya skrg hanya tinggal ngantor biasa, sambil nemenin anak nerusin sekolah yg nggak akan lama lagi selesai. Sambil liburan sesekali. Belanja2 secukupnya. Senang2 sama keluarga. Mau apa lagi?
Tapi ternyata itu hanya tampak luar. Di dalamnya ya tadi itu, ada api dalam sekam berbentuk perempuan lain. Dari cerita curhat kemarin, perempuannya kayaknya nggak bener, dalam arti bukan yg serius mau mencintai. Tapi model yg mau duit laki2 saja. Ya.... kalau lihat sampai ada penyakit, mestinya sih bukan perempuan beres ya.
Nggak urusan sama perempuan lainnya itu, yg gue bayangkan adalah kehidupan teman gue. Apa yg dia lakukan dalam keseharian? Di mana dia terlewat, sampai suaminya bisa ucul mabur ngawur2an? Adakah andil dia yg membuat suaminya jd nggak bener? Sebetulnya, apa yg dicari pasangan itu dalam hidup pernikahan? Kenapa materi yg banyak itu nggak dipakai utk bergembira sama keluarga saja, timbang dihambur2kan buat perempuan yg ga jelas? Ada apa dalam pikiran laki2? Dan banyaaaaak banget pertanyaan2 lain.
Ketika gue harus menyudahi masa berpikir2 lama... krn sdh waktunya tidur.... nggak ada satu pun pertanyaan itu yg bisa gue jawab. Akhirnya gue pun hanya bisa bersyukur. Berterima kasih pada Tuhan atas apa pun yg Dia berikan pada gue. Jika memang Dia tidak mengizinkan gue bersuami pun, itu pasti rencanaNya yg paling baik. Alhamdulillah. Terima kasih Tuhan, atas segala karuniaMu.
Friday, February 17, 2017
Pilkada(L) & Cinta
Riuh rendah pilkada paling terasa di medsos. Asli panas. Dan semua kok seperti mengarah ke DKI. Ya ampun... padahal pilkada itu di seluruh Indonesia!! Bahkan Banten aja, yg tetanggaan sm DKI, spt nggak tersentuh. Paslon jadi enak2an nggak bikin kampanye program. Duileh.
Yg paling hot tentu topik cagub yg didakwa sebagai penista agama. Entah kenapa topik itu nggak habis2. Dan lalu dikait-kaitkan dgn ayat dalam Al Quran soal memilih pemimpin muslim. Hmm... tapi masak ayat itu hanya berlaku buat pilkada DKI?
Dari semua orang yg ada di timeline gue, ada satu yg sangat "garing" dalam arti selalu berusaha ikut menista cagub DKI, tapi kalau dikonfrontasi selalu berkata seolah tidak membela siapa2. Alias cari aman aja terus. Tp cari aman dgn aneh dan sibuk ngeles sana sini. Yaaa... mirip junjungannya sih. Hahahaha...
Terserah sih, dia mau ngomong apa juga di medsos dia. Yg gue sayangkan adalah... krn dulu gue pernah punya perasaan khusus padanya. Hah! Memang Tuhan selalu menolong gue. Terima kasih ya Allah. Alhamdulillah selalu dijauhkan dari orang2 yg aneh.
Yg paling hot tentu topik cagub yg didakwa sebagai penista agama. Entah kenapa topik itu nggak habis2. Dan lalu dikait-kaitkan dgn ayat dalam Al Quran soal memilih pemimpin muslim. Hmm... tapi masak ayat itu hanya berlaku buat pilkada DKI?
Dari semua orang yg ada di timeline gue, ada satu yg sangat "garing" dalam arti selalu berusaha ikut menista cagub DKI, tapi kalau dikonfrontasi selalu berkata seolah tidak membela siapa2. Alias cari aman aja terus. Tp cari aman dgn aneh dan sibuk ngeles sana sini. Yaaa... mirip junjungannya sih. Hahahaha...
Terserah sih, dia mau ngomong apa juga di medsos dia. Yg gue sayangkan adalah... krn dulu gue pernah punya perasaan khusus padanya. Hah! Memang Tuhan selalu menolong gue. Terima kasih ya Allah. Alhamdulillah selalu dijauhkan dari orang2 yg aneh.
Tuesday, February 14, 2017
Orang Jakarta
Salah satu dari banyak hal yang menyenangkan dari perjalanan Semarang minggu lalu adalah kenyataan kalau waktu seakan berhenti setelah kita keluar dari Jakarta :D
Terbiasa dgn kemacetan dan jarak yang astaganaga di Jakarta, sejak kecil banget kami di rumah diajarin untuk sediakan waktu sela. Selalu on time. Keluarga tentara bener....Didikan bokap yg begitu, bikin kami semua agak lucu sama jadwal2. Apalagi Jakarta makin hari makin macet... makin luculah kami serumah. Pesawat jam 5.40. Jam 3 akan sudah berangkat dari rumah. Kereta jam 7.00, jam 5 akan sudah ada di jalan. Mendingan nunggu lama di airport atau stasiun, timbang ketinggalan.
Nah, sering banget hal2 begini nggak dipahami sama saudara2 yg tidak tinggal di Jakarta.Mereka mungkin nggak paham deg2an takut ketinggalan pesawat karena macet... krn nggak pernah mengalami. Hahaha.... Kyk di Lombok, pesawat jam 12.20, check in jam 12 jg masih bisa. Trus ke airport nggak macet.
Di Semarang, saat waktu terasa berhenti, kebiasaan on time dan spare time ini jadi lucu banget. Karena kami keluarga Jakarta selalu jadi yg pertama siap. Hahaha.... Hari pertama, ada acara seserahan yang katanya jam 4. Jam 3 kami sdh ada di venue. Ternyata calon pengantin malah belum mandi....
Perhitungan waktu, bikin kaget banget waktu ada di luar Jakarta. Di Salatiga, pagi2 whatsapp-an sm temen SD, dia cuma bilang, "Tunggu, aku ke situ." Trus nggak sampai 5 menit dia sdh hadir. Padahal rumahnya sekitar 12 km dari hotel.
Di Salatiga juga, jam 7 kami keluarga Jakarta sdh keluar dr kamar dan rapi berbusana. Nggak ada jadwal apa2 sih.... cuma biasanya kalau di Jkt kan jam 6 sdh berangkat dari rumah.... hahaha.... Ternyata, Salatiga jam 7 belum ada aktivitas kecuali warung2 yang buka untuk sarapan.
Enaaaak banget rasanya nggak dikejar waktu. Nggak ada macet. Nggak grusa grusu. Kayaknya kalau lama2 tinggal di luar Jakarta... kita semua bisa awet muda dan waras.
Hmm... tapi krn waktu kyk nggak ada harganya, orang2 yg di sektor servis jg kayak lambaaaaat banget. Panggil bellboy, 30 menit. Check in counter, petugasnya bisa alon alon waton suwi masukin data stroller dan carseat buat bagasi.
Jadi gimana ya, enaknya? Hahahaha....
Terbiasa dgn kemacetan dan jarak yang astaganaga di Jakarta, sejak kecil banget kami di rumah diajarin untuk sediakan waktu sela. Selalu on time. Keluarga tentara bener....Didikan bokap yg begitu, bikin kami semua agak lucu sama jadwal2. Apalagi Jakarta makin hari makin macet... makin luculah kami serumah. Pesawat jam 5.40. Jam 3 akan sudah berangkat dari rumah. Kereta jam 7.00, jam 5 akan sudah ada di jalan. Mendingan nunggu lama di airport atau stasiun, timbang ketinggalan.
Nah, sering banget hal2 begini nggak dipahami sama saudara2 yg tidak tinggal di Jakarta.Mereka mungkin nggak paham deg2an takut ketinggalan pesawat karena macet... krn nggak pernah mengalami. Hahaha.... Kyk di Lombok, pesawat jam 12.20, check in jam 12 jg masih bisa. Trus ke airport nggak macet.
Di Semarang, saat waktu terasa berhenti, kebiasaan on time dan spare time ini jadi lucu banget. Karena kami keluarga Jakarta selalu jadi yg pertama siap. Hahaha.... Hari pertama, ada acara seserahan yang katanya jam 4. Jam 3 kami sdh ada di venue. Ternyata calon pengantin malah belum mandi....
Perhitungan waktu, bikin kaget banget waktu ada di luar Jakarta. Di Salatiga, pagi2 whatsapp-an sm temen SD, dia cuma bilang, "Tunggu, aku ke situ." Trus nggak sampai 5 menit dia sdh hadir. Padahal rumahnya sekitar 12 km dari hotel.
Di Salatiga juga, jam 7 kami keluarga Jakarta sdh keluar dr kamar dan rapi berbusana. Nggak ada jadwal apa2 sih.... cuma biasanya kalau di Jkt kan jam 6 sdh berangkat dari rumah.... hahaha.... Ternyata, Salatiga jam 7 belum ada aktivitas kecuali warung2 yang buka untuk sarapan.
Enaaaak banget rasanya nggak dikejar waktu. Nggak ada macet. Nggak grusa grusu. Kayaknya kalau lama2 tinggal di luar Jakarta... kita semua bisa awet muda dan waras.
Hmm... tapi krn waktu kyk nggak ada harganya, orang2 yg di sektor servis jg kayak lambaaaaat banget. Panggil bellboy, 30 menit. Check in counter, petugasnya bisa alon alon waton suwi masukin data stroller dan carseat buat bagasi.
Jadi gimana ya, enaknya? Hahahaha....
Thursday, February 09, 2017
Asik Asik Aja....
So we did a little vacation last week.
Kami di sini adalah 7 anggota keluarga nDalem Prosotan. Tujuh? Iya... sejak Oktober 2016, ada tambahan anggota baru: Jawa Malaika.
Minggu lalu, ada kawinan sepupu di Semarang. Para ortu langsung ambisius ambil cuti Jumat dan Senin, manjangin weekend. Hehehe....
Ternyata oh ternyata, bepergian sama satu bayi dan satu eyang sungguh menantang ya! Hahaha.... Mau nggak mau, hrs meng-cater kebutuhan semua orang. Supaya semua senang, karena ini kan liburan.... Diusahakan agar semua bahagia. Ini sekaligus latihan memanjangkan usus, juga latihan untuk cuek tapi tetap peduli. Dan tantangannya adalah agar setelah ini tetap saling menyayangi.... Ahaha....
Misalnya, sdh ditetapkan mau ke sini ke sini ke situ. Tapi harus berubah karena tiba2 ada yg berubah mood. Hehehe... ya nggak pa pa juga sih. Kan nggak ada deadline :p
Atau pengen banget makan sesuatu, tapi ternyata yg lain nggak mau... ya udah, ngalah berhenti sebentar untuk beli makanan yg disuka. Atau stop 2x. Nggak apa2, ada mobil dan lagi2 karena nggak ada yg dikejar. Jadwal mau molor kayak apa juga bebas kok.
Di situlah latihan kesabarannya. Hahaha... Tapi untungnya semua orang kayaknya punya pikiran yg sama. Hrs sabar dan berusus panjang. Jadi minim konflik. Bahkan waktu ke tempat wisata, ternyata nggak asyik, nggak ada yg komplen. Eyang tadinya sdh menunjukkan tanda2 mau komplen, tp lihat yg lain seru, batal komplen. Di tempat wisata, supaya nggak kecewa, cari kesenangan lain. Aria dengan balon2, gue pesta kelengkeng, Galuh cari lekker, Cay cari bakso. Pap mainan sama Jawa. Hahaha... tetap seru dan bergembira.
Jadi memang kuncinya pergi sama2: lemesin aja saaaayyyy.... :D
Kami di sini adalah 7 anggota keluarga nDalem Prosotan. Tujuh? Iya... sejak Oktober 2016, ada tambahan anggota baru: Jawa Malaika.
Minggu lalu, ada kawinan sepupu di Semarang. Para ortu langsung ambisius ambil cuti Jumat dan Senin, manjangin weekend. Hehehe....
Ternyata oh ternyata, bepergian sama satu bayi dan satu eyang sungguh menantang ya! Hahaha.... Mau nggak mau, hrs meng-cater kebutuhan semua orang. Supaya semua senang, karena ini kan liburan.... Diusahakan agar semua bahagia. Ini sekaligus latihan memanjangkan usus, juga latihan untuk cuek tapi tetap peduli. Dan tantangannya adalah agar setelah ini tetap saling menyayangi.... Ahaha....
Misalnya, sdh ditetapkan mau ke sini ke sini ke situ. Tapi harus berubah karena tiba2 ada yg berubah mood. Hehehe... ya nggak pa pa juga sih. Kan nggak ada deadline :p
Atau pengen banget makan sesuatu, tapi ternyata yg lain nggak mau... ya udah, ngalah berhenti sebentar untuk beli makanan yg disuka. Atau stop 2x. Nggak apa2, ada mobil dan lagi2 karena nggak ada yg dikejar. Jadwal mau molor kayak apa juga bebas kok.
Di situlah latihan kesabarannya. Hahaha... Tapi untungnya semua orang kayaknya punya pikiran yg sama. Hrs sabar dan berusus panjang. Jadi minim konflik. Bahkan waktu ke tempat wisata, ternyata nggak asyik, nggak ada yg komplen. Eyang tadinya sdh menunjukkan tanda2 mau komplen, tp lihat yg lain seru, batal komplen. Di tempat wisata, supaya nggak kecewa, cari kesenangan lain. Aria dengan balon2, gue pesta kelengkeng, Galuh cari lekker, Cay cari bakso. Pap mainan sama Jawa. Hahaha... tetap seru dan bergembira.
Jadi memang kuncinya pergi sama2: lemesin aja saaaayyyy.... :D
Monday, January 30, 2017
Yang Tersisa
Leapt, without looking
And tumbled into the Seine
The water was freezing
She spent a month sneezing
But said she would do it again
Here's to the ones who dream
Foolish as they may seem
Here's to the hearts that ache
Here's to the mess we make
She captured a feeling
Sky with no ceiling
The sunset inside a frame
She lived in her liquor
And died with a flicker
I'll always remember the flame
Here's to the ones who dream
Foolish as they may seem
Here's to the hearts that ache
Here's to the mess we make
She told me:
"A bit of madness is key
To give us new colors to see
Who knows where it will lead us?
And that's why they need us"
So bring on the rebels
The ripples from pebbles
The painters, and poets, and plays
And here's to the fools who dream
Crazy as they may seem
Here's to the hearts that break
Here's to the mess we make
I trace it all back to then
Her, and the snow, and the Seine
Smiling through it
She said she'd do it again
Audition (The Fools Who Dream) - Emma Stone
And tumbled into the Seine
The water was freezing
She spent a month sneezing
But said she would do it again
Here's to the ones who dream
Foolish as they may seem
Here's to the hearts that ache
Here's to the mess we make
She captured a feeling
Sky with no ceiling
The sunset inside a frame
She lived in her liquor
And died with a flicker
I'll always remember the flame
Here's to the ones who dream
Foolish as they may seem
Here's to the hearts that ache
Here's to the mess we make
She told me:
"A bit of madness is key
To give us new colors to see
Who knows where it will lead us?
And that's why they need us"
So bring on the rebels
The ripples from pebbles
The painters, and poets, and plays
And here's to the fools who dream
Crazy as they may seem
Here's to the hearts that break
Here's to the mess we make
I trace it all back to then
Her, and the snow, and the Seine
Smiling through it
She said she'd do it again
Audition (The Fools Who Dream) - Emma Stone
Wednesday, January 11, 2017
Driving Miss Crazy
Hurah! Sudah lama ya nggak nulis di blog. Padahal ini sarana melatih kelancaran berbahasa (ngaco). Terbukti dgn semakin jarangnya update blog, kemampuan menulis pun menurun drastis. Sigh.
Dari kemarin2 sdh sangat pengen nulis soal pengalaman nyetir di Jakarta. Coba kita lihat... apakah hasilnya sesuai harapan? Hahaha....
Gue nyetir sejak kelas 3 SMA. Diajarin bokap. Belajarnya tiap hari Minggu di daerah Kemayoran. Dulu kan daerah situ masih sepi banget. Bekas landasan pacu pesawat kan panjang dan lurus. Jadi belajar nyetir lebih masuk akal. Hoho... bokap tentara bener dah kalau ngajar nyetir. Meskipun skrg ada hal2 yg gue pikir "kok gitu sih ngajarinnya" tapi toh gue bisa juga keliling2 Jakarta berkat bokap. Bokap yg ngajarin ibu gue nyetir, juga kakak dan adik gue.... Thanks lho Kap....
Kemahiran menyetir ini diuji antarkota juga lho. Jangan sediiiiih... dulu kami sekeluarga termasuk yang rajin mudik. Jakarta-Madiun cap cus. Biasanya berangkat dari Jakarta jam 4.30 hbs subuh. Teng. Pernah ada adik nyokap yg mau nebeng. Ditungguin sampai jam 4.45 nggak datang... ditinggal sama pak tentara. Mau naik apa mudik? Emang gue pikirin....
Kami sering lewat pantai utara. Pembagian nyetir biasanya nyokap duluan. Sampai di daerah Purwakarta atau lebih dikit deh. Habis itu gue sampai Tegal. Trus gantian bokap dan kakak gue sampai masuk Jawa Timur. Adik gue kayaknya punya SIM tuh pas jaman mudik. Nanti di Madiun, dalam kota adalah bagian gue. Trus rute pulang jd tugas para pria. Ibu2 mah tidur aja kali yak.
Kebiasaan mudik ini berhenti di masa2 akhir gue sekolah. Mudik terakhir pakai Toyota Kijang thn 1996. Sengaja lewat Selatan. Sampai di Nagrek... ditabrak bus. Penyok barah di belakang. Sedih bener. Kayaknya terpengaruh itu, menjelang sampai Jawa Timur bokap kayak pusing gitu, mobil keluar dari jalur trus sempat muter.. nggak tahu deh kok bisa.... Mungkin beliau ngantuk ya, karena itu sudah malam dan jalan sepiiiii banget. Akhirnya perjalanan diterusin kakak gue. Pulangnya untuk pertama kali gantian nyetir gue dan kakak gue. Habis itu... tahun depannya nggak mudik lagi. Sejak itu... kalau mudik naik pesawat aja lah. Cepet dan ringkes. Apalagi sekarang tiket pesawat juga banyak yg nggak mahal.
Balik lagi ke soal setir menyetir.... Waktu di Amerika, meskipun pegang SIM Internasional, tetap aja lebih baik ujian nyetir supaya dapat SIM lokal. Asyik. Nyari SIM Amrik. Susah. Hahahaha.... Sebenernya bukan susah gimana2 tp karena semua sdh teratur dan lewat jalur yang semestinya jadi bikin deg2an. Akhirnya harus tahu rambu2 yang kadang semacam nggak ada artinya di Jakarta. Misalnya: kalau ada tanda "stop" di perempatan, harus ngapain? Hayoooo... ngapain hayoooo... hahaha.... Juga cara parkir paralel di tanjakan atau di turunan. Hayooo... gimana hayooo.... Udahlah setir di kiri, posisi jalan di kanan... rambu2nya banyak. Enakan tidur....
Nyetir di Amrik ngajarin gue menjadi supir yang "rapi". Misalnya lampu merah mati, nggak ada tuh yg jadi kusut kayak di Jakarta. Hahaha... Kalau lampu merah mati, pengemudi akan mengikuti tanda "stop" di perempatan. Artinya... mereka akan berhenti, full stop, dan yang menunggu sampai orang di jalan yang sisi sebelah kiri mereka jalan duluan. Itu sdh konsensus yg sangat dipatuhi. Begitu juga kalau ada ambulance (yg biasanya satu set sama polisi dan pemadam kebakaran). Begitu kedengeran nguing2... semua akan berhenti seketika. Full stop. Dan si nguing2 ini akan melintas bebas di antara yg berhenti. Oh yaaa... karena semua lurus baris sesuai marka jalan, jalur darurat nggak dilewati, jadi nguing2 ini leluasa jalan. Di sini? Nguing2 selain juga kadang tipu2... agak susah juga mau melintas karena jalurnya full house cyiiiinnn.... Boro2 ngikut marka jalan, jalur darurat aja susah dilewati. Astaga astaga astaga.
Makanya kebayanglah ada kejadian Brexit si Brebes Exit lebaran lalu. Gimana nggak... semua hanya mikir diri sendiri.
Kacau balau memang pengemudi Jakarta. Misalnya gue berhenti sebelum belokan, karena setelah belokan itu jalur gue macet... pasti yg belakang klakson... nyangka gue ngelamun. Hahahaha... padahal kan memang aturannya begitu, supaya yang mau keluar masuk belokan nggak terhalang. Yakin banget jarang ada yg paham beginian. Trus marka jalan itu juga kayaknya dianggap coretan iseng petugas DLLAJR. Jarang ada mobil yg luruuuuus aja di dalam marka, terutama setelah belok. Kalau gue tetep di jalur gue setelah membelok, yg di sisi kanan pasti nglakson menganggap gue terlalu lambat. Laaaahhh....
Trus... siapa tuh yg ngajarin kasih lampu hazard kalau hujan? Dodol.
Hmm... hmm... karena gue supir yg rapi, susah banget gue bisa dapat supir yg cocok (untuk mobil gue). Beberapa kali pasti nggak cocok lebih karena dia banyak melanggar aturan lalu lintas. Masuk jalur TransJ, nerobos lampu merah, berhenti di bawah rambu larangan stop, pindah2 jalur ga puguh.... Sampai pernah suatu ketika punya supir, trus berangkat ke kantor, trus supirnya melanggar bbrp kali, dan gue tegur. Eh... dia bilang, "Ibu tenang saja duduk, saya yang nyetir." Bikin emosi. You know what... sampai kantor, gue suruh parkir, gue kasih gaji dia bulan itu plus ongkos kereta. Gue suruh pulang. Lu pikir gue ga bisa nyetir? Bhaaaaayyyy....
Sampai kapan ya nyetir di Indonesia awut2an kayak gini?
Dari kemarin2 sdh sangat pengen nulis soal pengalaman nyetir di Jakarta. Coba kita lihat... apakah hasilnya sesuai harapan? Hahaha....
Gue nyetir sejak kelas 3 SMA. Diajarin bokap. Belajarnya tiap hari Minggu di daerah Kemayoran. Dulu kan daerah situ masih sepi banget. Bekas landasan pacu pesawat kan panjang dan lurus. Jadi belajar nyetir lebih masuk akal. Hoho... bokap tentara bener dah kalau ngajar nyetir. Meskipun skrg ada hal2 yg gue pikir "kok gitu sih ngajarinnya" tapi toh gue bisa juga keliling2 Jakarta berkat bokap. Bokap yg ngajarin ibu gue nyetir, juga kakak dan adik gue.... Thanks lho Kap....
Kemahiran menyetir ini diuji antarkota juga lho. Jangan sediiiiih... dulu kami sekeluarga termasuk yang rajin mudik. Jakarta-Madiun cap cus. Biasanya berangkat dari Jakarta jam 4.30 hbs subuh. Teng. Pernah ada adik nyokap yg mau nebeng. Ditungguin sampai jam 4.45 nggak datang... ditinggal sama pak tentara. Mau naik apa mudik? Emang gue pikirin....
Kami sering lewat pantai utara. Pembagian nyetir biasanya nyokap duluan. Sampai di daerah Purwakarta atau lebih dikit deh. Habis itu gue sampai Tegal. Trus gantian bokap dan kakak gue sampai masuk Jawa Timur. Adik gue kayaknya punya SIM tuh pas jaman mudik. Nanti di Madiun, dalam kota adalah bagian gue. Trus rute pulang jd tugas para pria. Ibu2 mah tidur aja kali yak.
Kebiasaan mudik ini berhenti di masa2 akhir gue sekolah. Mudik terakhir pakai Toyota Kijang thn 1996. Sengaja lewat Selatan. Sampai di Nagrek... ditabrak bus. Penyok barah di belakang. Sedih bener. Kayaknya terpengaruh itu, menjelang sampai Jawa Timur bokap kayak pusing gitu, mobil keluar dari jalur trus sempat muter.. nggak tahu deh kok bisa.... Mungkin beliau ngantuk ya, karena itu sudah malam dan jalan sepiiiii banget. Akhirnya perjalanan diterusin kakak gue. Pulangnya untuk pertama kali gantian nyetir gue dan kakak gue. Habis itu... tahun depannya nggak mudik lagi. Sejak itu... kalau mudik naik pesawat aja lah. Cepet dan ringkes. Apalagi sekarang tiket pesawat juga banyak yg nggak mahal.
Balik lagi ke soal setir menyetir.... Waktu di Amerika, meskipun pegang SIM Internasional, tetap aja lebih baik ujian nyetir supaya dapat SIM lokal. Asyik. Nyari SIM Amrik. Susah. Hahahaha.... Sebenernya bukan susah gimana2 tp karena semua sdh teratur dan lewat jalur yang semestinya jadi bikin deg2an. Akhirnya harus tahu rambu2 yang kadang semacam nggak ada artinya di Jakarta. Misalnya: kalau ada tanda "stop" di perempatan, harus ngapain? Hayoooo... ngapain hayoooo... hahaha.... Juga cara parkir paralel di tanjakan atau di turunan. Hayooo... gimana hayooo.... Udahlah setir di kiri, posisi jalan di kanan... rambu2nya banyak. Enakan tidur....
Nyetir di Amrik ngajarin gue menjadi supir yang "rapi". Misalnya lampu merah mati, nggak ada tuh yg jadi kusut kayak di Jakarta. Hahaha... Kalau lampu merah mati, pengemudi akan mengikuti tanda "stop" di perempatan. Artinya... mereka akan berhenti, full stop, dan yang menunggu sampai orang di jalan yang sisi sebelah kiri mereka jalan duluan. Itu sdh konsensus yg sangat dipatuhi. Begitu juga kalau ada ambulance (yg biasanya satu set sama polisi dan pemadam kebakaran). Begitu kedengeran nguing2... semua akan berhenti seketika. Full stop. Dan si nguing2 ini akan melintas bebas di antara yg berhenti. Oh yaaa... karena semua lurus baris sesuai marka jalan, jalur darurat nggak dilewati, jadi nguing2 ini leluasa jalan. Di sini? Nguing2 selain juga kadang tipu2... agak susah juga mau melintas karena jalurnya full house cyiiiinnn.... Boro2 ngikut marka jalan, jalur darurat aja susah dilewati. Astaga astaga astaga.
Makanya kebayanglah ada kejadian Brexit si Brebes Exit lebaran lalu. Gimana nggak... semua hanya mikir diri sendiri.
Kacau balau memang pengemudi Jakarta. Misalnya gue berhenti sebelum belokan, karena setelah belokan itu jalur gue macet... pasti yg belakang klakson... nyangka gue ngelamun. Hahahaha... padahal kan memang aturannya begitu, supaya yang mau keluar masuk belokan nggak terhalang. Yakin banget jarang ada yg paham beginian. Trus marka jalan itu juga kayaknya dianggap coretan iseng petugas DLLAJR. Jarang ada mobil yg luruuuuus aja di dalam marka, terutama setelah belok. Kalau gue tetep di jalur gue setelah membelok, yg di sisi kanan pasti nglakson menganggap gue terlalu lambat. Laaaahhh....
Trus... siapa tuh yg ngajarin kasih lampu hazard kalau hujan? Dodol.
Hmm... hmm... karena gue supir yg rapi, susah banget gue bisa dapat supir yg cocok (untuk mobil gue). Beberapa kali pasti nggak cocok lebih karena dia banyak melanggar aturan lalu lintas. Masuk jalur TransJ, nerobos lampu merah, berhenti di bawah rambu larangan stop, pindah2 jalur ga puguh.... Sampai pernah suatu ketika punya supir, trus berangkat ke kantor, trus supirnya melanggar bbrp kali, dan gue tegur. Eh... dia bilang, "Ibu tenang saja duduk, saya yang nyetir." Bikin emosi. You know what... sampai kantor, gue suruh parkir, gue kasih gaji dia bulan itu plus ongkos kereta. Gue suruh pulang. Lu pikir gue ga bisa nyetir? Bhaaaaayyyy....
Sampai kapan ya nyetir di Indonesia awut2an kayak gini?
Subscribe to:
Posts (Atom)