Friday, June 03, 2022

Perlukah Berduka

Saat libur lebaran kemarin, salah satu kenalan kehilangan suami. Meninggal dengan virus COVID-19, jenazah dimakamkan di Surabaya dengan protokol khusus. Beberapa hari sebelum meninggal, sang kenalan sudah mengabarkan soal suami yang kritis di ICU lewat semua kanal media sosial yang ia miliki. 

Kemarin, saya kontak salah satu teman di lingkaran pertemanan. Bertanya apakah akan menjadwalkan kunjungan ke rumah sang kenalan. Kalau ada, saya mau ikut. 

"Sudah, nanti saja datangnya. Dia nggak apa-apa, kok. Kesedihan sudah berlalu. Dia malah sekarang tampak lega dan merdeka." 

Saya agak tidak paham maksudnya, sehingga perlu bertanya lebih jauh. Dan penjelasannya bikin merinding. 

Ternyata,  yang dijalani teman saya bukanlah pernikahan bahagia. Dia banyak disakiti, secara fisik dan mental. Dipukul sudah jadi makanan sehari-hari. Dihina sudah seperti ngobrol biasa, katanya. Padahal yang terlihat dari luar adalah pasangan yang selalu romantis (paling tidak dari sisi si istri). Meskipun setelah saya ingat-ingat lagi, pujian serta cerita manis hanya datang dari satu sisi. Dan di foto pun, si suami akan selalu tampak garang dan siap berkelahi. Tapi kan memang ada orang yang wajahnya ngajak berantem melulu ya? 

Saya mendapat cerita bahwa beberapa kali teman-teman akan datang menghibur sambil membawakan makanan, karena si kenalan tidak bisa keluar rumah dengan wajah biru lebam. Astaga. 

Yang juga menyedihkan, si istri dipaksa mengikuti kesenangan suami memelihara anjing. Dari awalnya takut setengah mati, sampai akhirnya berhasil merawat belasan anjing ras. Untungnya, binatang-binatang ini adalah peliharaan yang manis dan tahu terima kasih. Mereka sayang sekali pada teman saya itu. 

Cerita masih berlanjut bahwa setahun terakhir, si suami terserang kanker. Sehingga harus menjalani pengobatan berbelit yang panjang, menguras tenaga juga dompet. Nggak usah dibahas siapa yang bayar, karena selama ini semua orang juga tahu bahwa teman sayalah bread winner keluarga itu. 

Sebuah cerita yang pilu. Bahwa 19 tahun pernikahan dipenuhi KDRT.  Dan semua pelukan mesra serta ucapan cinta yang diumbar di mana-mana lewat foto atau cerita hanyalah kisah yang nggak bisa dideteksi kebenarannya.  

Saya tidak bisa membayangkan. Dan tidak mau. Hanya bisa mendoakan, semoga inilah waktu si kenalan menjemput kebahagiaan yang sesungguhnya, yaitu setelah suaminya berpulang. Allah SWT selalu memberi jalan terbaik. Alhamdulillah.