Thursday, January 31, 2019

Just Once... RIP James

 I did my best but I guess my best wasn't good enough
'Cause here we are back where we were before
Seems nothing ever changes, we're back to being strangers
Wondering if we oughta stay or head on out the door
Just once, can't we figure out what we keep doing wrong
Why we never last for very long
What are we doing wrong
Just once, can't we find a way to finally make it right
Make the magic last for more than just one night
If we could just get to it, I know we could break through it
I gave my all but I think my all may have been too much
'Cause Lord knows we're not getting anywhere
Seems we're always blowing whatever we got going
And it seems at times with all we've got we haven't got a prayer
Just once, can't we figure out what we keep doing wrong
Why the good times never last for long
Where're we going wrong
Just once, can't we find a way to finally make it right
Make the magic last for more than just one night
I know we could break through it, if we could just get to it
Just once, I want to understand
Why it always come back to good-bye
Why can't we get ourselves in hand and admit to one another
We're no good with out the other
Take the best and make it better
Find a way to stay together
Just once can't we find a way to finally make it right
Make the magic last for more than just one night
I know we could break through it, if we could just get to it
Just once
I know we can get through it
Just once


Tuesday, January 29, 2019

New Chapter

Suddenly I realised I haven't posted any update on my work journey in this blog.

Jadi... tahun 2018 gue akhiri dengan pindah ke The Jakarta Post. Masih mengerjakan hal yang sama... magazines & books publishing. Dan ini divisi baru, unit bisnis baru TJP. Jadi... marilah kita membangun candi... setiap hari. Hahahaha....

Begitulah senyatanya yang terjadi. Akhirnya gue meninggalkan my comfort zone di Media Indonesia. Setelah  7 tahun... bukan keputusan yg mudah. Apalagi bisa dibilang tim MI Publishing adalah hasil didikan gue. Waaahhh... waktu di dalam sih biasa aja... begitu keluar... baru bisa lihat... "oooh... itu gue yg ngajarin lho!" #jumawa  How I miss them to the moon and back!

Pamitan sm klien jadi lucu krn ternyata bbrp klien sdh attached... sm Budiana. Alhamdulillah sih. Ini ada yg sdh pasti akan masuk ke projek TJP. Hmm... hmm... ya gimana.... hehehe. Maafkan hamba.

Yg juga seru adalah karena di TJP, gue masih single fighter. Pdh, begitu masuk... sdh ada projek Asian Games, Asian Para Games, KKP, Adaro, BCA... lalu setelah usai "batch" yg awal... segera disusul dgn projek2 lain dgn gegap gempita berkat AE yg trengginas! Hahahaha... jadi inget tim AE di tempat dulu yg lemes. Melas banget....

Yg ga seru adalah kalau masih sendirian itu... brainstorming aja kok sama tembok to ya. Sungguh pilu. Bbrp kali mau pitching... akhirnya bajak2 anak2 AE utk mancing ide. Ya kan mana bisa cuma melotot2... Terakhir... gue paksa COO gue ikutan cari keywords! Haha... kapan lagi bisa nodong boss buat kerjaan remah rengginang....

Trus... kocak pas dapat anak baru. Fresh grad dr sekolah yg hmmm... ga terlalu bunyi sih di kuping gue. Anaknya awal2 tampak semangat. Mau masuk setelah Januari krn hrs ke Aussie dulu utk urusan keluarga. Fine. Gue udah berharap banyak banget. Waktu dia masuk, gue lgs semangat ini itu ini itu...  anaknya agak bengong, tp krn gue pikir dia masih baru lulus banget jd masih jet lag... ya udahlah. Eh... masak jam 5 dia tahu2 hilang dari mejanya. Lalu besoknya nggak tampak. Ditelepon di-wa nggak balas (malah akhirnya dia blocked semua kontak tim TJP). Trus waktu gue iseng lewatin mejanya... gue nemu post-it yg isinya dia minta maaf kalau dia nggak bisa datang lagi... alasannya krn mau nerusin sekolah. Whaaattt.... ah tipu. Sudahlah. Coret ajalah dari daftar hadir. Ngeselin. Bikin trauma. Skrg kalau dipikir kocak sih... waktu kejadian... rasanya pengen balikin meja!

Anyway... when life gives you lemon... make lemon tea!

Setelah tahun lalu bisa semacam leha2... kerasa banget skrg ini gedubrakan tiap hari. Seru... iya ... jadi hidup kembali! Tp akibatnya weekend lbh sering pingsan. Hahahaha.... Asli kerjaan kok kayaknya nggak habis2. Waktu bulan lalu ke Banyuwangi... hanya kekuatan bulan saja yg akhirnya berhasil menghentikan niat bawa laptop. Wek wek....

Bbrp bulan di tempat baru... rasanya memang seru. Pekerjaan banyak... ya sudahlah... Pas dgn kondisi yg Aria jg sdh mulai punya kegiatan sendiri jd nggak banyak perlu ibu. Dan... secara finansial memang di sini hidup jadi lebih leluasa. Aria seneng banget tuh. Ya kan... Tuhan Maha Baik. Semua diatur secara pas. Matur nuwun Gusti Allah.

Monday, January 28, 2019

I Want More

For once, finally, once in my life... I felt I was really loved.

Rasanya manis sekali kalau mengenang rasa cinta yang pernah ada. Dan sepertinya akan selalu ada. Hmm... banyak yang bilang cinta harus dipupuk, supaya lestari. Kali ini rasanya nggak perlu. Dibiarkan saja dan dia akan tetap ada di situ. Kalau mau dihilangkan... harus dibunuh. Tapi, gue nggak rela....

For once, in my life, I felt I was really loved.

Oleh orang yg tidak terduga kedatangannya. Orang yg tadinya sungguh asing... sama sekali tidak gue kenal. Tapi lalu menjadi orang yg terdekat. Mengetahui apa pun yg terjadi pada gue, bahkan sebelum gue sadar (haha... kadang ini menakutkan sih).

Tapi sungguh, merasa dicintai sebesar itu membuat gue yakin bahwa gue adalah orang yang sangat beruntung. Bayangkan, siapalah gue di antara belantara kekisruhan dunia? Tapi toh Tuhan memilih gue sbg orang yg layak merasakan cinta begitu besar. Besar sekali. Tuhan menentukan gue adalah orang yang boleh dicintai habis-habisan.... dan gue merasakannya.

For once, in my life, I felt I was really loved. Real love.

Entah apa namanya ya... keras kepala? Atau ngeyel saja... merasa melihat ada cahaya di ujung terowongan... yang panjang... sangat panjang... padahal seharusnya pertanyaannya disederhanakan: memang terowongannya ada? Jangan2 itu hanya halusinasi belaka.

But still, for once, in my life, I felt I was really loved.

Apa namanya kalau bukan cinta, yg membuat semua jadi indah belaka? Bahkan rasa sakit hati, menderita, duka tiada tara, patah hati bertubi-tubi... tetap dinikmati menjadi bagian dari perjalanan menuju kebahagiaan. Padahal... perjalanannya semu. Mungkin juga bukan perjalanan yang sebenarnya.

For once, in my life, I felt I was really loved. It was chaotic and painful, yet, if I had to, I don't mind to go through the same path again. As long as I am with you.

Monday, January 14, 2019

Draft 3

Dari jauh, senyummu terlihat mengembang. Aku melihat binar matamu. Mungkin, hal yang sama kamu lihat terjadi juga padaku ya. Mata berbinar ketika bertemu dengan yang disayang. Wajah yang seketika menjadi lebih cerah.

"Hey you...." Kecupan di dahi. Lembut. Hangat. Hal yang pernah sangat kurindukan. "So... how are you?"

Aku tidak menjawab karena kamu belum melihatku sepenuhnya. Pada waiter yang mengantarmu ke mejaku, kau mendiktekan beberapa pesanan. Udang goreng tepung. Brokoli cah jamur. Es jeruk. Pasti. Menu yang kuhapal karena sudah kau pesan ribuan kali bersamaku. Lalu kau duduk.

"Ok... how are you?" Kau ulang lagi pertanyaan itu.

Aku tersenyum.

"Oh my God... that smile, your smile...," kamu mendesah. Aku salah tingkah.
"Anything new?"

"Hmmm... how can I say this...," aku sungguh mencari kata-kata yang tepat. "Thank you for giving me the advice so I took that offer." Aku memilih menceritakan perihal pekerjaan lebih dulu.

Beberapa bulan lalu, aku mendapat tawaran ini. Tentu saja kau menjadi yang pertama kali tahu. Dan mendukung sepenuhnya. Justru aku yang ragu. Apa aku mampu? Lalu tak lama, melalui video call, karena kau sedang di negara lain,  kau ajari aku bernegosiasi. Agar tempat baru mau memberi kompensasi ini itu, termasuk beasiswa pendidikan di tempat bermutu. Jadi, kepindahanku ke tempat baru sungguh sangat menguntungkan kedua belah pihak. Dan kau benar, aku sangat menikmati pekerjaan ini. Menyenangkan.

"See... they should value you more. Aku senang kalau kamu lebih gembira sekarang."
"Tapi pekerjaannya banyak sekali, membuatku sulit bernapas."
"Ya... itulah perusahaan rintisan... di mana-mana akan seperti itu."

Lalu kau ceritakan pengalamanmu. Di perusahaan Jepang. Perusahaan Jerman. Perusahaan Inggris. Seru. Berbincang denganmu selalu menambah pengetahuan. Kamu memang selalu seperti ensiklopedia berjalan.

Aku ingat ketika pertama kali mengenalmu. Kapan ya itu? 14 tahun lalu?
Tiba-tiba namamu muncul di jendela percakapan yang baru saja aku unduh. Ahaha... ternyata kita pun "korban" dunia digital. Kamu dan aku yang tidak saling kenal pada awalnya, toh akhirnya bisa menjadi dekat dan kemudian bersama-sama melangkah.

Masa awal mengenalmu, aku kau buat jatuh hati habis-habisan. Bagaimana tidak? Kau seperti sumber ilmu yang tidak ada habisnya. Apa saja yang kau ketahui? Ketika aku kebingungan mencari materi untuk sebuah tulisan tentang kesehatan, kau datang dengan ide dan masukan yang sangat berguna. Ah.... Ide tulisan hanya satu saja dari kelebihanmu. Yang lain? Masih banyak! Dari urusan pekerjaan hingga pengasuhan anak. Atau masalah bos lemes dan kolega gembel... semua seperti bisa kau bereskan. Termasuk mengajakku menjadi lebih relijius mendalami agama.

Sungguh membuatku benar-benar terpikat.

Tapi memang rupanya, kau bukan untukku. Rasanya seperti disambar petir ketika mendengarmu ternyata pada akhirnya tidak memilih aku. Hmm... aku bukan orang yang suka memaksa. Kalau kamu memang tidak mau, ya tidak apa-apa.... Aku kecewa? Tentu saja. Tapi siapa pun yang kau pilih, aku bisa apa?

Herannya, kamu seolah enggan beranjak. Kamu tetap hadir, meski secara fisik tak lagi sesering dulu. Kamu tetap mengirim bunga di saat-saat istimewa. Kamu tetap memberi kejutan-kejutan sebagai penggembira, meski tidak hadir secara nyata. Dan... kamu tetap cemburu ketika aku dekat dengan seseorang. Maksudmu apa?

"Will you leave me?"
"As you wish."
"Tapi kok datang lagi?"
"Nggak boleh?"

Tapi sepertinya, kali ini harus berbeda. Harus ada grand closure. Karena kita tahu, yang kita lakukan tidak akan ada ujungnya. Dan hanya semakin menyakitkan hati saja. Lalu kau pun memenuhi permintaanku untuk berjumpa. Tanpa kau tahu, aku merencanakan bahwa inilah pernjumpaan terakhir kita.

"And how is life?" Sepertinya kamu tahu bahwa aku akan menceritakan sesuatu.
"Life is good."
"In terms of...."
"I met someone."
"Oh... ok...."
"And I think I like him."
"You think?"
"He helped me solve some problems at new office."
"Hmm...."
"And he knows everything... he has answers to all of my questions."
"Hmm...."
"Romantic in his own way. Caring and so on."
"Ok... so... those flowers... those were from him?"
"Haha... lihat di Instagram, ya? Isn't that cute? You used to be the one sending me flowers, and now he continues what you did...."

Aku tiba-tiba teringat bunga-bunga yang kau kirim ke kantor. Bertubi-tubi. Membuatku merasa jadi perempuan paling penting di dunia. Menjadi yang paling dicinta. Harus aku akui, rasa itu masih sama. Tapi aku tahu, perasaan itu harus aku bunuh perlahan.

"Do you meet him regularly?"
"Nope. He works in remote area. Somewhere in the east. We always joke that he lives a life of Crocodile Dundee. He is only able to go home once in every other month and he needs to divide the break time he has between visiting me and visiting his sons."
"Seems familiar...."
"Yeah... you know... the life of a site engineer..."
"Been there, done that."
"What? The work? Or the date?
"Both...."
"Hehehe... I knew. He is just like you.... years ago.... Still remember the midnite driving, huh?"
"And those stops at a coffee joint? How can I forget that?"
"Those were our past...."
"Those were proof of love."
"Still...."
"Hmmm...."
"But seriously, I am thinking of trying to make this work with him."
"Maksudmu?"
"Yaaaa.... aku mau coba... untuk memikirkan ini secara serius."
"Did he propose?"
"Ah... ya belum...."
"He will...."
"Maybe...."
"You already decided...."
"I did."

Kamu hanya menatap. Aku tidak mau melihat luka di matamu. Tahukah kamu jika aku pun susah payah menyembunyikan luka hatiku? Sudah cukup. Ini saatnya aku melanjutkan perjalananku. Tanpa kamu. Ini tidak ada hubungannya dengan rasa yang kupunya untukmu. Aku hanya ingin melangkah.

"So, what do you want from me?"
"I think you know what to do."
"Boleh nggak sih, berlagak bego saja?"
"Jangan. Nanti bego beneran."

Lalu kita tertawa bersama. Menertawai luka di hati kita masing-masing. Luka yang mungkin tak tersembuhkan. Yang sakitnya justru kita nikmati sebagai milik kita yang berharga. Bukti cinta yang tiada habisnya. Tapi kupikir, aku juga perlu memberi diriku kesempatan lain. Dan kupikir, juga kurasa, dia adalah orang yang tepat untuk diberi kesempatan.





Friday, January 04, 2019

I Raised Him Right (Hopefully)

Jadi... anak semata wayang itu sudah mau masuk SMA tahun ini. Time does flies when we had fun....

Seperti juga ketika mau masuk SMP... dia pilih sendiri sekolahnya. Tadinya pengen masuk SMA 2 Serpong. Lihat saingannya... pedih. Trus masih penasaran mau masuk Labschool Kebayoran. Ya itu sih selain saingannya dari seluruh dunia juga jauh banget dari rumah. Mau berangkat jam berapa? Lalu cek SMA 3.... hmm... hmm... sambil berjalan kok melihat bahwa Aria bukan tipe "anak negeri." Dia beda banget sama gue, atau kakak gue, atau adik gue. Kami2 ini merasa anak sekolah negeri yg lumayan. Hahaha.... Tapi bener nggak sih... sekolah negeri itu kan identik dengan siswa yang banyak... guru yg sedikit. Siswa harus aktif dan tekun belajar. Paling nggak bisa mengatur dirinya sendiri. Iya nggak? Atau paling nggak punya orang tua yg bawel ngaturin dan nungguin anak belajar. Yang... tidak dipunyai oleh Aria.

Akhirnya, dengan segala pertimbangan perdamaian dan kegembiraan... pilihan SMA adalah Sekolah Cikal Serpong.

Sempat ragu krn tahun ini baru angkatan pertama. Murid sedikit. Tapi lalu mikir... ya anak skrg juga banyak kok yg homeschooling. Ya sudah. Mari mendaftar (dan membayar).

Ternyata ada beberapa tes yg hrs dilewati sebelum Aria bisa diterima sebagai siswa SMA Cikal Serpong. Pertama, dia hrs psikotest dulu utk tahu kesiapan dia menjadi murid SMA. Lalu setelah itu ada assessment test, Matematika dan Bahasa Inggris. Dan terakhir adalah presentasi tentang passion, lalu wawancara orang tua.

Alhamdulillah semua test berhasil dilampaui anak ganteng kesayanganku itu. Meskipun dia cranky luar biasa sebelum presentasi... ternyata menurut kepsek, he did great. Alhamdulillah. Gue memang ga tahu apa yang dia presentasikan. Hanya pernah dia kasih tahu bahwa dia akan cerita tentang Film The Greatest Showman. Okay.

Untuk wawancara orangtua, Aria wanti2 bahwa yg datang adalah ibu dan papap. Ayah tidak usah. Oke nak... as you wish.... Nah... waktu wawancara inilah yg ternyata membuat gue nggak berhenti bersyukur. Jadi wawancara hanya dengan orangtua, anak tidak dihadirkan. Saat itu kepsek mendiskusikan rencana Aria, dan mempelajari apa yang bisa dibantu sekolah untuk mengembangkan, tentunya dgn dukungan orangtua.

Menyenangkan ya mendengar bu kepsek ini menilai bahwa Aria cukup mature, cukup cerdas, pendek kata cukup oke, dan tahu apa yang dia mau. Hal yang selama ini jarang gue lihat krn di mata gue dia akan selalu jadi my baby.

Menurut bu kepsek, Aria bisa identifikasi dirinya dengan baik. Dia paham kekurangannya yang tidak suka pelajaran hafalan dan bisa bilang "I know I am lazy." Tapi dia juga tahu bahwa "I want to be an actor who appear on silverscreen." Ohohoho.... Meskipun dia juga mempertimbangkan ingin menjadi arsitek. Tapi kok ya nggak ada sisa2 darah ayahnya yg akademisi dan sangat eksakta....

Lalu dia sempat menceritakan hubungan dengan ayahnya, yang menurutnya "biasa saja." "I don't think I missed anything even though I only meet him once a year." Membayangkan bahwa anak yang sampai skrg masih suka cranky bisa bilang begitu kok rasanya wooowowowow.....

Kenyataan bahwa nilai2 assessment test Aria cukup baik, lalu presentasi yang menarik (menurut bu kepsek), dan jawaban2 dia yg lumayan... I know I raised him right. Alhamdulillah. Di tengah segala kekurangan dan keterbatasan, ketiadaan ayah kandung, dan macam2 halang rintang yang terjadi... alhamdulillah anak gue baik2 saja.

Gue berharap (dan berdoa) Aria akan selalu menjadi orang yg bahagia. Aamiin.