Monday, June 22, 2015

Dad

Everyone can be a father, but only special man can be a dad.

Lupa siapa yg ngomong, tp memang bener banget. Jd jawaban kenapa anak gue nggak pernah nanyain ayahnya. He got a dad already... Pap... he clearly doesn't need his biological father. Sad. But what can I say?

Happy father's day to all the father in the world. And please become a dad to your children.

Thursday, June 18, 2015

Godaan Ramadhan

Di kantor ini ada orang baru yg langsung menduduki jabatan (tidak) terhormat sebagai enemy of public. Dgn segala kekacauan yg dia buat dan beking terang2an dari bos yg tdk adil, cukup 6 bulan dan sebagian besar pegawai sdh membencinya dgn sukarela.

Sejak kemarin tim gue sdh bilang bahwa dia akan hadir sebagai "cobaan puasa yg paling hebat." Kemarin sih gue ketawa2 dengernya. Tapi barusan dia masuk ruangan gue dan baru ngomong 2 kalimat saja, langsung rasanya ambyar. Kalau di hari biasa sih nada gue akan jd sangat tinggi. Tp ini kan puasa ya. Jd sebaiknya gue istighfar saja.

Skrg rasanya gue sesak napas. 

Wednesday, June 17, 2015

Missing... Who?

Karena mengenal gue sebagai single mom, seorang reporter telepon, bilang pengen wawancara soal single parenting.

Meskipun merasa "gue kan gini2 aja, nggak istimewa" tp tentu saja gue nggak menolak jd narasumber. Gue selalu berusaha membantu orang lain beresin pekerjaannya. You know, doing good karma.

Jd di pengantar dikasih tahu bahwa artikel ini tujuannya untuk bantu orang lain menjawab pertanyaan anak. Dan nanti akan diperkuat oleh pendapat psikolog. Oke deh. Tapi, ternyata baru satu pertanyaan aja, wawancara lgs selesai. Krn jawaban gue nggak bisa dikembangkan jadi apa2.

Pertanyaan: Kalau anak tanya soal ayahnya, mbak jawab apa?

Hmm... hmm... Aria nggak pernah tanya soal ayahnya. Not even once. For the whole 11 years.

Trus saat itulah gue merasa bersalah, jangan2 gue menghilangkan figur ayah? Eh, apa iya ya? Padahal gue nggak menutup komunikasi. Gue nggak pernah melarang apa2 (ngomong aja nggak). Trus hrs gimana dong?

Asli gue kok jd kepikiran ya. Huh. Ternyata tidak semua niat menjadikan good karma itu berakhir baik. 


Tuesday, June 16, 2015

The Beauty and The Beast

Teater selalu menarik gue. Entah kenapa. Terutama yg 

Sekitar 4 tahun yg lalu, waktu ke KL, di sana pas ada musikal The Beauty and The Beast. Sebetulnya pengen ajak Aria nonton. Tp karena pertimbangan waktu itu Aria belum berbahasa Inggris, jd akhirnya batal.

Nah... bulan lalu si B&B ini mampir ke Jakarta. Di teater baru: Ciputra Artpreneur. Semangat dong gue. Asliiiii mahalnya ampun deh. Tp ya sudahlah. Sebelum nanti nonton di Broadway beneran, baiklah kita coba nonton teater Broadway di Jakarta.

Krn budget terbatas... beli tiket yg paling murah dong ya. Di atas dan di ujung. Hahahaha... Tp Ciputra Artpreneur bagus kok. Untuk anak2 disediakan tambahan cushion.

Tontonannya sendiri... as expected... bagus. Iya lah kan kelas dunia. Dengan suara yg bagus dan artikulate, para pemain menyanyi dan bergerak. Memang sih, tetap ada unsur lebay terutama utk tokoh yg di-bully (entourage-nya Gaston... lupa namanya). Krn ceritanya sdh tahu, jd bisa konsentrasi lihat detail... trus menikmati teknik panggung, sama kostum yg lucu2. Paling seru waktu adegan dinner. Penari2nya dgn pakaian macam... mewakili piring, sendok garpu, gelas, dll... meriah banget!

Mudah2an show ini bisa berkesan buat Aria ya. Jadi kelak bisa berguna kalau dia mau bikin sesuatu. Gue inget bgt dulu sempat ikut kuliah drama dan waktu bikin skenario yg teringat adalah setting panggung Teater Koma. Moga2 Aria jg bisa seperti itu.



 



La Traviata

Hari Minggu gue ditutup secara berbudaya. Hahaha... yaitu dgn nonton La Traviata dari Artemis Danza. Imported from Italy.

Jadi ceritanya, waktu nonton Beauty and The Beast sm Aria, iklan LT ini sudah bertebaran di Ciputra Artpreneur. Aria jg sudah cerewet banget lihat yang balet auranya gothic. Hahahaha.... Tp ternyata waktu gue bilang mau nonton itu, dia males ikut. Malah janjian sm Pap buat nonton Jurassic World saja. Baiklah.

Jadilah ibu sendirian nonton balet modern itu. Dan memang modern banget yah ini!

La Traviata itu ternyata cerita dari zaman dahulu kala. Bagian dari opera Verdi. Ceritanya tentang kisah cinta seorang pelacur dan anak bangsawan. Nah, Grup Artemis Danza yang anggotanya cuma 7 orang ini mencoba menampilkan sisi pelacur, cara dia memandang dan menghadapi cinta.

Jadi dalam pertunjukan ada 3 warna: putih, merah, hitam. Putih untuk kesucian dan cita-cita cinta bahagia (asli kayak gaun pengantin), merah itu pemberontakan, dan hitam mewakili lingkungan yg nggak mendukung.

Ini memang bukan balet yang halus seperti Swan Lake. Ciri khas Monica Casadei yg punya Artemis Danza konon memang gerakan-gerakan yang menampilkan otot (doi atlet aikido). Penari yang mewakili tokoh-tokoh itu bergerak lompat-lompat, kadang ada unsur martrial arts, trus yang sering terlihat adalah gerakan-gerakan kaku. Beberapa kali tampil tarian punggung (jadi inget Eko Supriyanto).  

Ekspresi penarinya memang bagus banget. Bisa kelihatan jatuh cinta, sakit hati, merana, sedih banget....  Ada satu scene yang penarinya muter-muter-muter sampai bajunya lepas. Trus kelihatan punggungnya bergerak, kakinya bergetar, tangannya tegang-lemas-tegang-lemas.... asli itu mencekam banget. Gue merasa selamat karena nggak ngerti arti lagu2nya. Coba gue paham, pasti gue akan makin tercekat....

Tapi ya, setelahnya gue kok merasa tidak damai. Hahaha... terbawa emosi penari, gue jd rasanya "penuh" pengen teriak2. Ini gimana sih, nonton kok bukannya jd happy. Padahal tontonannya bagus.  Beda banget rasanya nonton ini sama nonton Matah Ati, misalnya. Memang, ending ceritanya beda sih. Tapi gue bandingkan cara dua repertoir ini menunjukkan cinta. Kalau cinta di Matah Ati itu bisa halus, meneduhkan, meski bergairah tapi menenangkan dan anggun. Cinta di La Traviata penuh gairah yg bergejolak. Sama2 anggun tapi yg di LT lebih congkak. Itu sih menurut gue yaaaa....

Dasar mungkin gue saja ya yang gadis desa (Jawa). Lebih cocok nonton tari Bedoyo dengan gamelan klenthung kloneng gong... yang auranya tentrem dan ayem. Hahaha... Anyway, tetap saja gembira punya kesempatan nonton pertunjukan bagus di gedung yg baru (baca: bukan GKJ). Marilah menanti tontonan berikutnya.