Hari Minggu gue ditutup secara berbudaya. Hahaha... yaitu dgn nonton La Traviata dari Artemis Danza. Imported from Italy.
Jadi ceritanya, waktu nonton Beauty and The Beast sm Aria, iklan LT ini sudah bertebaran di Ciputra Artpreneur. Aria jg sudah cerewet banget lihat yang balet auranya gothic. Hahahaha.... Tp ternyata waktu gue bilang mau nonton itu, dia males ikut. Malah janjian sm Pap buat nonton Jurassic World saja. Baiklah.
Jadilah ibu sendirian nonton balet modern itu. Dan memang modern banget yah ini!
La Traviata itu ternyata cerita dari zaman dahulu kala. Bagian dari opera Verdi. Ceritanya tentang kisah cinta seorang pelacur dan anak bangsawan. Nah, Grup Artemis Danza yang anggotanya cuma 7 orang ini mencoba menampilkan sisi pelacur, cara dia memandang dan menghadapi cinta.
Jadi dalam pertunjukan ada 3 warna: putih, merah, hitam. Putih untuk kesucian dan cita-cita cinta bahagia (asli kayak gaun pengantin), merah itu pemberontakan, dan hitam mewakili lingkungan yg nggak mendukung.
Ini memang bukan balet yang halus seperti Swan Lake. Ciri khas Monica Casadei yg punya Artemis Danza konon memang gerakan-gerakan yang menampilkan otot (doi atlet aikido). Penari yang mewakili tokoh-tokoh itu bergerak lompat-lompat, kadang ada unsur martrial arts, trus yang sering terlihat adalah gerakan-gerakan kaku. Beberapa kali tampil tarian punggung (jadi inget Eko Supriyanto).
Ekspresi penarinya memang bagus banget. Bisa kelihatan jatuh cinta, sakit hati, merana, sedih banget.... Ada satu scene yang penarinya muter-muter-muter sampai bajunya lepas.
Trus kelihatan punggungnya bergerak, kakinya bergetar, tangannya
tegang-lemas-tegang-lemas.... asli itu mencekam banget. Gue merasa
selamat karena nggak ngerti arti lagu2nya. Coba gue paham, pasti gue
akan makin tercekat....
Tapi ya, setelahnya gue kok merasa tidak damai. Hahaha... terbawa emosi penari, gue jd rasanya "penuh" pengen teriak2. Ini gimana sih, nonton kok bukannya jd happy. Padahal tontonannya bagus. Beda banget rasanya nonton ini sama nonton Matah Ati, misalnya. Memang, ending ceritanya beda sih. Tapi gue bandingkan cara dua repertoir ini menunjukkan cinta. Kalau cinta di Matah Ati itu bisa halus, meneduhkan, meski bergairah tapi menenangkan dan anggun. Cinta di La Traviata penuh gairah yg bergejolak. Sama2 anggun tapi yg di LT lebih congkak. Itu sih menurut gue yaaaa....
Dasar mungkin gue saja ya yang gadis desa (Jawa). Lebih cocok nonton
tari Bedoyo dengan gamelan klenthung kloneng gong... yang auranya
tentrem dan ayem. Hahaha... Anyway, tetap saja gembira punya kesempatan nonton pertunjukan bagus di gedung yg baru (baca: bukan GKJ). Marilah menanti tontonan berikutnya.
No comments:
Post a Comment