Monday, January 30, 2017

Yang Tersisa

Leapt, without looking
And tumbled into the Seine
The water was freezing
She spent a month sneezing
But said she would do it again

Here's to the ones who dream
Foolish as they may seem
Here's to the hearts that ache
Here's to the mess we make

She captured a feeling
Sky with no ceiling
The sunset inside a frame

She lived in her liquor
And died with a flicker
I'll always remember the flame

Here's to the ones who dream
Foolish as they may seem
Here's to the hearts that ache
Here's to the mess we make

She told me:
"A bit of madness is key
To give us new colors to see
Who knows where it will lead us?
And that's why they need us"

So bring on the rebels
The ripples from pebbles
The painters, and poets, and plays

And here's to the fools who dream
Crazy as they may seem
Here's to the hearts that break
Here's to the mess we make

I trace it all back to then
Her, and the snow, and the Seine
Smiling through it
She said she'd do it again

Audition (The Fools Who Dream) - Emma Stone 

Wednesday, January 11, 2017

Driving Miss Crazy

Hurah! Sudah lama ya nggak nulis di blog. Padahal ini sarana melatih kelancaran berbahasa (ngaco). Terbukti dgn semakin jarangnya update blog, kemampuan menulis pun menurun drastis. Sigh.

Dari kemarin2 sdh sangat pengen nulis soal pengalaman nyetir di Jakarta. Coba kita lihat... apakah hasilnya sesuai harapan? Hahaha....

Gue nyetir sejak kelas 3 SMA. Diajarin bokap. Belajarnya tiap hari Minggu di daerah Kemayoran. Dulu kan daerah situ masih sepi banget. Bekas landasan pacu pesawat kan panjang dan lurus. Jadi belajar nyetir lebih masuk akal. Hoho... bokap tentara bener dah kalau ngajar nyetir. Meskipun skrg ada hal2 yg gue pikir "kok gitu sih ngajarinnya" tapi toh gue bisa juga keliling2 Jakarta berkat bokap. Bokap yg ngajarin ibu gue nyetir, juga kakak dan adik gue.... Thanks lho Kap....

Kemahiran menyetir ini diuji antarkota juga lho. Jangan sediiiiih... dulu kami sekeluarga termasuk yang rajin mudik. Jakarta-Madiun cap cus. Biasanya berangkat dari Jakarta jam 4.30 hbs subuh. Teng. Pernah ada adik nyokap yg mau nebeng. Ditungguin sampai jam 4.45 nggak datang... ditinggal sama pak tentara. Mau naik apa mudik? Emang gue pikirin....

Kami sering lewat pantai utara. Pembagian nyetir biasanya nyokap duluan. Sampai di daerah Purwakarta atau lebih dikit deh. Habis itu gue sampai Tegal. Trus gantian bokap dan kakak gue sampai masuk Jawa Timur. Adik gue kayaknya punya SIM tuh pas jaman mudik. Nanti di Madiun, dalam kota adalah bagian gue. Trus rute pulang jd tugas para pria. Ibu2 mah tidur aja kali yak.

Kebiasaan mudik ini berhenti di masa2 akhir gue sekolah. Mudik terakhir pakai Toyota Kijang thn 1996. Sengaja lewat Selatan. Sampai di Nagrek... ditabrak bus. Penyok barah di belakang. Sedih bener. Kayaknya terpengaruh itu, menjelang sampai Jawa Timur bokap kayak pusing gitu, mobil keluar dari jalur trus sempat muter.. nggak tahu deh kok bisa.... Mungkin beliau ngantuk ya, karena itu sudah malam dan jalan sepiiiii banget. Akhirnya perjalanan diterusin kakak gue. Pulangnya untuk pertama kali gantian nyetir gue dan kakak gue. Habis itu... tahun depannya nggak mudik lagi. Sejak itu... kalau mudik naik pesawat aja lah. Cepet dan ringkes. Apalagi sekarang tiket pesawat juga banyak yg nggak mahal.

Balik lagi ke soal setir menyetir.... Waktu di Amerika, meskipun pegang SIM Internasional, tetap aja lebih baik ujian nyetir supaya dapat SIM lokal. Asyik. Nyari SIM Amrik. Susah. Hahahaha.... Sebenernya bukan susah gimana2 tp karena semua sdh teratur dan lewat jalur yang semestinya jadi bikin deg2an. Akhirnya harus tahu rambu2 yang kadang semacam nggak ada artinya di Jakarta. Misalnya: kalau ada tanda "stop" di perempatan, harus ngapain? Hayoooo... ngapain hayoooo... hahaha.... Juga cara parkir paralel di tanjakan atau di turunan. Hayooo... gimana hayooo.... Udahlah setir di kiri, posisi jalan di kanan... rambu2nya banyak. Enakan tidur....


Nyetir di Amrik ngajarin gue menjadi supir yang "rapi". Misalnya lampu merah mati, nggak ada tuh yg jadi kusut kayak di Jakarta. Hahaha... Kalau lampu merah mati, pengemudi akan mengikuti tanda "stop" di perempatan. Artinya... mereka akan berhenti, full stop, dan yang menunggu sampai orang di jalan yang sisi sebelah kiri mereka jalan duluan. Itu sdh konsensus yg sangat dipatuhi. Begitu juga kalau ada ambulance (yg biasanya satu set sama polisi dan pemadam kebakaran). Begitu kedengeran nguing2... semua akan berhenti seketika. Full stop. Dan si nguing2 ini akan melintas bebas di antara yg berhenti. Oh yaaa... karena semua lurus baris sesuai marka jalan, jalur darurat nggak dilewati, jadi nguing2 ini leluasa jalan. Di sini? Nguing2 selain juga kadang tipu2... agak susah juga mau melintas karena jalurnya full house cyiiiinnn.... Boro2 ngikut marka jalan, jalur darurat aja susah dilewati. Astaga astaga astaga.

Makanya kebayanglah ada kejadian Brexit si Brebes Exit lebaran lalu. Gimana nggak... semua hanya mikir diri sendiri.

Kacau balau memang pengemudi Jakarta. Misalnya gue berhenti sebelum belokan, karena setelah belokan itu jalur gue macet... pasti yg belakang klakson... nyangka gue ngelamun. Hahahaha... padahal kan memang aturannya begitu, supaya yang mau keluar masuk belokan nggak terhalang. Yakin banget jarang ada yg paham beginian. Trus marka jalan itu juga kayaknya dianggap coretan iseng petugas DLLAJR. Jarang ada mobil yg luruuuuus aja di dalam marka, terutama setelah belok. Kalau gue tetep di jalur gue setelah membelok, yg di sisi kanan pasti nglakson menganggap gue terlalu lambat. Laaaahhh....

Trus... siapa tuh yg ngajarin kasih lampu hazard kalau hujan? Dodol.

Hmm... hmm... karena gue supir yg rapi, susah banget gue bisa dapat supir yg cocok (untuk mobil gue). Beberapa kali pasti nggak cocok lebih karena dia banyak melanggar aturan lalu lintas. Masuk jalur TransJ, nerobos lampu merah, berhenti di bawah rambu larangan stop, pindah2 jalur ga puguh.... Sampai pernah suatu ketika punya supir, trus berangkat ke kantor, trus supirnya melanggar bbrp kali, dan gue tegur. Eh... dia bilang, "Ibu tenang saja duduk, saya yang nyetir." Bikin emosi. You know what... sampai kantor, gue suruh parkir, gue kasih gaji dia bulan itu plus ongkos kereta. Gue suruh pulang. Lu pikir gue ga bisa nyetir? Bhaaaaayyyy....

Sampai kapan ya nyetir di Indonesia awut2an kayak gini?