Monday, September 25, 2017

Hidup di Kota

Kemarin menghadiri syukuran lahirnya Rimbun Khatulistiwa, di Bandung. Selain keriaan ada bayi baru di keluarga Maskoem, kesempatan kumpul2 keluarga selalu menyenangkan karena adanya update ini itu.

Yang kemarin jadi highlight adalah adanya cucu mbah Payaman (sebutan untuk keluarga dari pihak nyokap), yang menikah di usia 24. Sebenernya bukan usianya yg bikin heboh. Secara umur memang sdh cukup, secara agama maupun negara sdh boleh menikah. Hanya, anak laki2, baru saja lulus, dan dia adalah yg terkecil di silsilah keluarganya. Oh ya, dia ini anaknya sepupu nyokap. Jadi mestinya Rio ini sepupu gue ya. Haha....

Rio ini menikah, di usia muda, bukan karena dia yg pingin menikah. Lho kok bisa? Iya, dia menikah karena disuruh menikah oleh keluarga (calon) istrinya. Rio ini kerja di BUMN. Ditempatkan di proyek di desa Sambi. Nah... di sinilah dia ketemu kekasih hatinya. Konon sih sebenernya mereka ini sempat satu sekolah... entah di SMA atau di SMP... tp setelah lulus, si mbak kembali ke desa Sambi ini.

Adanya mbak cantik di desa ini ternyata cukup meresahkan. Meresahkan orangtuanya... karena sdh umur 25 belum kawin juga. Yaaaa gimana... untuk anak2 milenial, umur 25 kan belum apa2 ya. Tp menjadi millenials di desa Sambi ternyata berat, cyin. Si mbak ini sdh "dipinang" beberapa laki-laki. Yg dia tolak mentah2 krn hatinya sdh tertambat pada kangmas Rio. Dijodohin sama siapa2 juga menolak, maunya Rio semata. Ohohoho....

Bapaknya kalau ga salah pemuka desa. Jadi kehadiran Rio ini segera jadi sorotan. Nambah2 pusing aja nih... setelah pusing anaknya udah umur 25 blm kawin... ada lagi nih laki2 namanya Rio asyik2 ngapel. Rencanamu apa, le? Haha.... beneran akhirnya Rio "ditantang" sama (calon) mertuanya. "Kamu mau apa sama anakku?"

Rio... karena sdh cinta dan juga merasa bertanggungjawab... akhirnya mengajukan pinangan. Begitulah kisahnya hingga satu milenial melepas masa lajang di desa Sambi....

Gue sih nggak pro atau kontra soal pernikahan Rio. Ya kalau sudah jodoh, nggak akan ke mana juga.... yg gue lihat unik adalah bagaimana lingkungan bisa membuatmu melakukan sesuatu. Umur 25, di desa, belum kawin... jadi bahan gunjingan di desa. Bisa saja krn nggak tahan jadi gunjingan, seseorang akan melakukan hal yang di luar rencana. Termasuk mendadak kawin.

Hoaaaah... apa kabar ya kalau ada janda bercerai umur 30?

Cerita soal living single in the village ini kebawa ke kantor, dan terkuaklah cerita2 lain yang lebih "seru". Ada seorang tante yg lalu dilamar sama kelapa desa setelah setahun ditinggal meninggal suaminya. Ada yang didatengin beberapa laki-laki yg antri... setelah kembali ke desa dgn status janda. Pilihannya banyak, dari jawara sampai kepala desa. Dia pilih... pensiunan PNS. Krn PNS itu statusnya paling tinggi di desa.

Jreng.... semakin gue bersyukur tinggal di BSD. Yg mana orang2 nggak peduli (atau peduli tp nggak berani ngomong) kalau gue ini single, punya anak satu. Mereka nggak ngurus kenapa gue nggak kawin lagi. Mereka nggak tanya2 kapan gue berencana menikah lagi... dll...dst... dsb.

Semua aman. Hidup di kota memang menyenangkan.

No comments: