Wednesday, August 28, 2019

Draft Entah

Aku baru selesai meletakkan piring ke-20 ketika kudengar suara Pras di pintu. 

“Kok malah kabur ke sini, Sayang? Bik Nah… ini tamunya kok dibiarin aja sih cuci piring sebanyak itu?” 

“Sudah saya bilang non Asti jangan cuci piring, nggak mau, Mas. Katanya suka. Suka apa ya? Main air? Koyo cah cilik….” 

Bik Nah yang separuh membela diri dan separuh menggerutu itu tak urung membuatku tersenyum. 

“Hey… sebentar ya. Ini sedikit lagi selesai kok. Nggak apa-apa kan aku bantuin Bik Nah?”

“Nggak boleh. Kamu seharusnya di depan saja. Ibu kan mau ngobrol macam-macam, tadi belum selesai….” 

“Hmmm…..”

“Iya, aku tahu, pasti malas ya ditanya-tanya… kan kita sudah bahas, kalau kamu nggak mau jawab, ya sudah… . Tidak perlu menjawab. Tersenyum saja,” bujuk Pras.

Aku tersenyum. Pras selalu begitu. Menenangkan. 

“Terima kasih untuk selalu memahami aku.”

“Hey… I love you. Never forget that.” Ciumannya sekilas mendarat di pipiku. 

Setelah menyelesaikan mencuci beberapa gelas, yang lalu diambil alih secara paksa oleh Bik Nah, aku keringkan tangan dan sekilas melihat cermin di dapur untuk memeriksa penampilanku. Masih cukup rapi. Pras mengulurkan tangan, menggandeng tanganku yang masih lembab. Dibimbingnya aku kembali ke ruang tengah, bergabung dengan keluarga besarnya yang siang itu berkumpul merayakan ulang tahun pernikahan ayah dan ibunya. 50 tahun. Pernikahan emas. Bagiku, yang tak sukses melewati masa lima tahun pernikahan, angka 50 tahun itu sungguh semacam hal yang luar biasa. 


No comments: