Monday, January 18, 2021

Sekali, Selamanya

Sudah cukup lama kami tidak ngobrol. Sudah cukup lama tidak ada lagi berbalasan teks yang intensif di antara kami.

Salah satu kehilangan yang aku rasakan dengan tidak adanya kesempatan berkomunikasi dengannya adalah perdebatan atau ketidaksepahaman yang kemudian mencerdaskan dan menyatukan.  Betul. Ketidaksepahaman. 

Lho? Bukankah sebaiknya untuk berteman dengan seseorang seharusnya ada kesamaan pandangan? Tidak seratus persen, ternyata.

Kami memang punya "platform" yang berbeda, meskipun rasanya sistem nilai kami serupa. Aku lebih melihat sesuatu di permukaan, cenderung nyinyir. Caraku menilai sesuatu sering hitam-putih, banyak dipengaruhi lingkungan kawan-kawan yang sejak dulu selalu dari kalangan yang lebih religius. 

Sementara dia sangat moderat, tidak menghakimi, karena ditumbuhkan di lingkungan yang lebih memberikan ruang bebas. 

Jadi seringkali kami berbeda pendapat dalam melihat suatu hal. Paling tidak pada awalnya.

Tapi rupanya ketidaksepahaman itu yang membuat kami akhirnya saling berbagi masukan saat ngobrol. Perbedaan itu bisa ditelusuri hingga mengerucut ke posisi yang bisa diterima oleh masing-masing. Dan ini, terutama untukku, adalah proses pembelajaran yang luar biasa.

Kenyinyiranku berkurang banyak karena dia. Kemampuanku melihat dari kacamata yang lain rasanya jadi lebih baik. Aku bisa menerima pandangan-pandangannya yang liberal (meski masih sampai batas tertentu). Tapi yang lebih penting, itu membuat belahan otak kananku bekerja lebih seimbang dengan otak kiriku yang selama ini dominan. 

Bayangkan saja, tidak pernah dalam hidupku seseorang mengajakku ke ruang teater, sesuatu yang tidak pernah kuapresiasi selama ini. Atau hadir di acara-acara yang sebelumnya aku anggap remeh-temeh, namun setelah kupikirkan punya sisi kuat membentuk jaringan pertemanan.

Selama ini hanya bagian otak kiriku yang lebih banyak diasah. Bagian kanan terlantar. Sampai dia hadir memolesnya.

Mencerdaskan bukan?

Aku harap sih dia pun mendapatkan tambahan kecerdasan dari komunikasi kami selama ini. Paling tidak secara spiritual. 

Jadi kurasa wajar kalau aku sekarang merasa kehilangan. Kehilangan sesuatu yang menyatukan kami dulu. Sesuatu yang harus kutemukan kembali. Entah di mana. Di dia? Mungkin sudah tidak bisa. Karena dia saat ini sedang mengarah dan mengharapkan sesuatu yang lain. Kuharap, sesuatu itu mudah-mudahan tetap mencerdaskannya.




A dear good friend sent this just a while ago. A very nice write up, which I know came from his heart. 

Thank you. You know who you are.

No comments: