Thursday, February 06, 2020

Draft Berikutnya 4

Debar dadaku sepertinya begitu kencang, hingga akan terdengar oleh orang yang berdiri di depanku. Aku berhenti di depan pintu restoran Indonesia di sebuah mal. Sekali lagi kubaca pesan singkat di ponselku.

"Saya di meja nomor 31. Baju putih, celana cokelat."

Mataku menyapu seluruh ruang dan dengan mudah menemukan meja yang dimaksud. Itu pasti dia. Dia menyebutkan bahwa tubuhnya tinggi besar. Dan ya, memang betul, sosok itu memenuhi satu kursi, kakinya terlihat terlalu panjang di bawah meja. Wajahnya tak tampak jelas karena penerangan restoran yang remang. Tapi hidung bagus dan kulit putih tetap terlihat dari kejauhan. Tampan.

Aku sedikit ragu. Kuteliti lagi penampilanku. Celana khaki dan atasan putih ini seharusnya tidak mengecewakan. Sneakers sudah kutinggal di mobil. Berganti sepatu tinggi warna pink muda, senada dengan tas tangan kecil dalam genggamanku. Sekilas kuintip pantulan wajahku di kaca pintu. Lumayan lah.

Ini akan menjadi kali pertama kami bertemu, setelah selama sekitar dua minggu hanya saling bertukar pesan pendek. Bagiku, ini juga kali pertama aku bertemu seseorang yang kukenal lewat aplikasi kencan. Belum pernah mengalaminya, aku tak yakin apa yang harus aku lakukan.

"Selamat malam," sapaku saat sudah cukup dekat dengan meja nomor 31. Bagaimana pun, aku berusaha keras terdengar ceria dan ramah, menyembunyikan resah hatiku yang sangat mengganggu.

Dia mengangkat wajah. Senyum lebar segera tersuguh. Duh... tampan sekali.

"Hai. Saya Prasetya. Okay... hmm... kamu sudah tahu nama saya, ya...," dia tampak tersipu, lalu segera berdiri dan mengulurkan tangan. Kami bersalaman. "Have a seat," katanya sambil menarik salah satu kursi untukku.

"Terima kasih," kataku sambil duduk. Setelah membetulkan kursiku, dia kembali ke kursinya. Samar, aroma parfum yang lembut membelai hidungku.

"Sudah pesan makanan?" aku kehilangan kata melihat wajahnya yang jauh lebih tampan ketimbang di foto profil yang selama ini kulihat. Resah, kubuka buku menu untuk menyalurkan debar di dadaku yang semakin kencang.

"Belum. Menunggu kamu," katanya ramah.
"Maaf menunggu. Saya tertahan sesuatu di kantor."

"No worries. Saya belum lama, kok," jawabnya sambil melambaikan tangan pada salah satu pelayan. "Kami mau pesan, mas." Lalu kepadaku, dia berkata, "Kamu jauh lebih cantik daripada fotomu."

Tiba-tiba lidahku seperti kelu.



1 comment:

Unknown said...
This comment has been removed by a blog administrator.