Monday, July 22, 2019

On (Financing Thingy of) Marriage Life

Beberapa teman secara langsung maupun tidak menceritakan ttg pola mereka berkeuangan setelah menikah. "Modal dasar" teman2 itu mirip: perempuan, bekerja, sukses dalam karier. Seru juga bisa mengintip cara mereka atur keuangan sbg pasangan.

Si A, menikah dengan laki2 yg secara finansial biasa saja. Menariknya, bbrp minggu sblm menikah, si laki2 ini khusus datang ke rumah si A, bawa kalkulator beras. Dia ajak si A utk buka2an secara finansial. Brp gaji dia, gaji si A. Kewajiban apa saja yg skrg sedang hrs dibayar. Lalu mengajak si A diskusi soal rencana keuangan setelah menikah. Siapa yg hrs ngapain. Berapa tabungan wajib. Asuransi apa saja yg hrs dipunya. Dll dll dll.... Ini terdengar sangat realistis dan menyenangkan. Krn rencana punya anak pun dibarengi dgn kegiatan investasi utk pendidikan dan proteksi kesehatan si anak. Keren ya. Dan si A pun mengakui, "Asli laki gue seksi banget waktu dia jabarin rencana finansial itu. Terasa bhw dia megang banget deh." Ahahaha....


Si B, menikah dgn laki2 penulis yg tadinya kerja di media tp lalu pindah jadi PR perusahaan multinasional. Si B ini gue kenal sbg perempuan yg ambisius dan selalu punya cara buat mewujudkan ambisinya. Berani mati aja deh. Merasa suami kerja di perusahaan besar, si B keluar dari kantornya. Alasan klise adalah mengurus anak (mereka lgs punya anak setahun stlh menikah) dan mau bisnis sendiri. Berani mati krn bidang bisnis yg dia geluti sdh banyak dikerjakan oleh sejuta umat. Kemarin ketemu sm si B dan keluar juga curhat soal suami yg ternyata sangat woles dalam karier jd spt pasrah aja kerjaan banyak dgn gaji kecil. Promosi dgn kenaikan gaji minim diterima gitu aja tanpa nawar. Hehe... gemes tp ya gimana? Mmg suaminya model gitu. Jadi akhirnya yg tadinya bisnis untuk iseng2 jadi harus untuk tulang punggung krn si B nggak mau juga menurunkan standard hidup. Tetep pengen liburan 2x setahun dan belanja barang branded. "Apa aja aku kerjain deh, mbak. Lha piye, ngenteni bojoku lak aku iso ora lunga2," katanya. Risikonya dia jadi tampak lelah luar biasa. Tp ya sudah, sepanjang dia menerima ya ga apa2 dong....

Si C, menikah krn terlanjur hamil dgn laki2 yg masih sekolah sambil kerja serabutan. Sempat menjadi backbone dlm keluarga kecil dan bertahun2 mereka berdua hrs ngontrak rumah dan ke mana2 naik angkutan umum. Kalau dengar ceritanya, sedih dan miris. Tp memang rejeki, suaminya pinter. Jadi begitu lulus bisa lgs berkarier bagus. Lalu memutuskan berbisnis, dan sukses. Keuangan mereka sempat morat-marit dalam 8 thn pertama pernikahan. Meski bergaji besar, selalu habis. Nggak bisa nabung. Masing2 mengurus sendiri gaji masing2. Lalu si C ini mulai mikir, mau sampai kapan awut2an? Akhirnya dia ambil kursus keuangan dan mengajukan diri sbg menteri keuangan keluarga. Suaminya setuju. Caranya? Dia bikin list semua kewajiban berdua. Lalu buka2an soal pendapatan. Dari mana dan berapa. Gaji berdua digabung, dikurangi semua kewajiban, dan disisihkan untuk investasi. Lalu masing2 diberi "uang saku" yg jumlahnya sama, untuk dihabiskan. Jd si C mau ke salon ya bisaaaa pakai uang itu... suami mau borong printilan sepeda ya silakaaan diambil dr uang itu. Dgn cara ini, lumayan bisa nabung. "Paling nggak masing2 anak sdh disediakan untuk sekolah sampai sarjana," kata si C. Ini keren.

Nah... gue jadi belajar juga sih dari mereka2 itu. Belajar utk punya metode investasi. Belajar utk ngatur duit... yg menurut gue susahnya minta ampun hahahaha.... Tp krn skrg masih kerja sendiri dan hasilnya boleh bebas dihabis2kan sendiri... ya... masih suka2 gue dong. Hahaha.... Nggak boleh ada yg komplen ttg cara gue habisin uang, yg penting Aria seneng. Ye kaaaannn.... Tp kemudian kepikiran... lucu juga ya kalau punya suatu tujuan keuangan dan bisa mencapainya bareng2. Bareng siapa? Embuh. Hayo siapa yg mau? Lah... jadi jualan....

No comments: