Ini bukan soal status di fesbuk apalagi Y!M. Ini tentang status dalam kehidupan sosial.
Sbg single parent, sering sekali gue ke undangan (urusan kantor atau pribadi) sendirian. Kalau undangannya konser atau pesta cantik2an, bisalah nenteng si Papap yg suka seneng jd social climber. Beberapa kali sempat menggotong OmD. Kemarin ini, ada sosok 'numpang lewat' yg bisa diminta nemenin. Selebihnya, tergantung siapa yg available di antara anak2 kantor.
Nah, karena seringnya undangan itu (sampai habis stok baju gue), gue bisa merasakan pandangan orang akan berbeda antara saat gue datang sendiri atau datang berdua. Waktu datang sama Papap, krn wajah kita mirip bener, nggak susah deh menyangka kita kakak adik. Apalagi Papap kenal bbrp temen gue juga. Sama OmD, org sempat nanya2, tp krn frekuensi ga sering, lebih banyak yg nggak inget. Si jirim yg terakhir lebih obvious krn biarpun undangan yg dia datangi cuma 2, krn sosoknya tinggi-besar-galak, orang lebih gampang inget. Apalagi undangan yg pas gue ajak dia adalah undangan yg lumayan penting artinya buat kantor.
Jujur, buat gue, tiga pria itu sama posisinya saat undangan: gue ajak untuk nemenin. Tp efek yg gue dapat ketika datang dan menerima pandangan, "Wah seru nih si Dian gacoannya baru" ternyata gue sukai. Dan itulah pandangan favorit gue. Bukan pandangan "Oh itu kakaknya, ganteng ya" atau "Siapa sih itu kayaknya kok Dian jatuh cinta banget sama dia." :D
Akhirnya memang bener, status itu penting. Setidaknya buat gue. Jangan salah, gue bangga sekali menjadi orangtua tunggal (apalagi anaknya cakep. hahaha). Tp ketika gue disambut sbg org dgn label baru yang punya pasangan (yg bener), dunia memang terasa berbeda. Besoknya diomongin di kantor... hahaha... orang2 yg nggak dateng trus sibuk tanya2 cari tahu siapa dia... hahahaha.... kok rasanya seneng ya? Mungkin perlu dibuat istilah baru: banci status.
Dan gue tahu gue tidak sendiri. Ada org yg mati2an bilang bhw status is nothing in HIS life. Tp dlm hitungan minggu setelah dia cerewet2 pun akhirnya terbuka topengnya, bhw selama ini dia bersembunyi di balik cerita2 manis soal keluarganya yg sakinah mawwadah warromah. Dia tdk mau org lain tahu bhw pernikahannya sdh seperti gubuk reot yang nyaris rubuh. Dia tetep nggak mau jadi orang aneh di tengah2 masyarakat (dan gue agak sakit hati dia menganggap bercerai -dgn alasan jelas- sebagai hal aneh). Oke deeeeeeh... selamat yaaaaa... Hahahaha....
Status ternyata masih segala-galanya, setidaknya di Indonesia. Nggak heran, waktu gue mau cerai dulu, yg menahan banyak. Skrg gue paham, mrk menahan bukan karena sayang sama gue, kasihan Aria, gue bisa lebih bahagia... atau krn alasan2 lain yg ada hubungannya sama perasaan gue. Itu semua bullshit. Mereka nggak menyetujui perceraian gue, semata-mata krn nggak mau status mereka tercoreng. Kasihan ya, mereka?
Memang, seharusnya gue bersyukur dan tidak perlu berbohong apalagi bersembunyi di balik status palsu. Krn sebetulnya, ini bukan masalah pandangan orang, ini adalah bentuk penghargaan gue pada diri sendiri.
6 comments:
waaahhh hebat deh mbak bisa dobel-dobel date begitu...
gimana caranya sih..?
Di tengah masyarakat yang sok guyub, tapi sekaligus hipokrit, ya gitu itu mbak. Teman saya yang lajang, dan menikmati kelajangannya, ketika sebagai orang baru memperkenalkan diri kepada ibu-ibu lain tetangga kompleks (momennya pas ada bazaar), maka tanggapannya, "Oh belum married? Bahaya nih..."
Bahaya? Emang teroris? :(
Iya, saya seorang yg akhirmya harus akui sebagai seorang hipokrit..
Dan saya belajar banyak dari mbak
Dian ini bagaimana menghadapi hidup dengan lebih jujur....
Sayangnya kalau nasi sudah jadi bubur kayaknya nggak bisa dibenerin lagi...
Mudah2an masih ada kata maaf...
-od
Sudah mbak biarin aja nggak usah pusing-pusing mikirin status. Apalagi mereka yang sok komplit dengan statusnya itu.
Kalau mbak masih bisa jalan sama cupu-cupu itu, enjoy saja.. :)
tya
Hahahaha...tumben banyak yg komen. Terima kasih yaaaaa yg sdh baca postingan ini. Wish me luck.
Post a Comment