Thursday, November 17, 2022

Semua Akan Covid pada Waktunya

Jadi, akhir bulan lalu, Aria menghabiskan weekend di BSD. Kami sempat belanja bareng, sebelum dia malam mingguan dengan sahabatnya. Tengah malam, kesayangan saya itu mengendap-endap masuk kamar saya. Lalu meringkuk di pelukan. Duh... enak bener ngelonin anak tuh.... 

Sekitar jam 3 pagi, saya terbangun karena merasa tubuh Aria agak hangat. Tapi karena dia tetap tidur tenang, akhirnya saya biarkan saja dan saya kembali tidur tanpa merasa ada yang aneh. 

Ketika dia terbangun dan agak grumpy, yang saya pikirkan justru separation anxiety. Saya sempat cek suhu, dan baik-baik saja. Dia pun tetap lahap makan. Nggak banyak omong. Ya... selama ini juga cenderung banyak diam sih.... 

Waktu saya antar ke gerai shuttle, dia sempat berpikir untuk reschedule tiketnya. 

"Kok aku rasanya nggak enak sih, Bu?" 

Tetap berpikir bahwa dia sedang merasakan separation anxiety, saya cuma peluk dia erat-erat. "Minum yang banyak. Jaga makan ya. Jangan banyak konsumsi gula." 

Dan begitulah, dia kembali ke Bandung. Saat mengabari bahwa dia sudah tiba di Bandung pun, dia mengaku baik-baik saja. 

Baru besok paginya dia merasa makin nggak nyaman seluruh tubuh... dan batuk-batuk. Sepulang kuliah, dia mampir ke bumame. Cek. And it turned out positive. 

Tentunya saya langsung terpikir untuk mengangkut dia pulang ke BSD lagi. Tapi bagaimana caranya? Realistis saja, saya nggak mungkin nyetir bolak balik. Aria sudah ketahuan positif, kalau saya sewa mobil, bawa pulang ke BSD, kasihan supirnya. Dan bahaya nggak buat yang di rumah? 

Tapi dia juga nggak bisa isoman di kos karena kondisi kamar terlalu rapat dan banyak orang. Alhamdulillah, ada bala bantuan. Satu apartemen milik om saya ada yang tidak berpenghuni. Bisa digunakan untuk isoman sampai sembuh. Alhamdulillah. Aria dievakuasi malam itu juga.  

Saat itulah Aria betul-betul belajar menjadi dewasa. Dia terpaksa mengurus semua kebutuhannya sendiri, termasuk mengurus izin sakit ke kampus. Di apartement pun, sendiri. Ibu hanya bisa mengisi gopay saja hahahaha.... Alhamdulillah dia tidak bergejala berat. Tidak pusing. Jadi bisa turun ke lobby untuk ambil makanan (lalu kembali ke unitnya sambil menyemprot jejaknya dengan disinfectant). Banyak yang mengirim dia makanan, meskipun berkali-kali dia telepon hanya untuk mengeluh kalau bosan. Aria isoman selama 7 hari. Hari ke-8 dia test dan negatif. Jadi segera kembali ke kos untuk berkuliah biasa. Alhamdulillah. 

Ibu nggak nengok? 

Nggak... soalnya ibunya juga akhirnya positif. Hadeh. Saat Aria memberitahu bahwa dia positif, saya sedang di kantor. Dalam perjalanan pulang, saya mampir bumame untuk tes juga. Sebagai yang kontak erat, rasanya wajar kalau saya cemas. Hasil antigen negatif. Tapi tetap kantor mewajibkan saya WFH selama 3 hari. Ok deh. Benar saja. Esok sorenya badan saya demam. Lalu tenggorokan sakit. Saya PCR, dan pedulilindungi menghitam. Yah. Oke deh. Akhirnya terkapar 3 hari. Tidur saja. Nggak bisa mikir. Dan saya baru negatif setelah 20 hari. Lama beneeeerrr..... 

Alhamdulillah sekarang sudah ok semua. Sudah ngantor dengan riang gembira lagi. Yang di Bandung sudah ceria. Dahlah... kopit ini memang menyebalkan. 


No comments: