Tuesday, November 01, 2022

Tentang Status

Tadi pagi ada yang bertanya pada saya: saya termasuk yang mana, yang terbuka atau yang menutup-nutupi status ibu tunggal?

Hmm... bahkan sebelum resmi bercerai pun, saya "lapor" kepada bos di kantor bahwa saya sedang proses persidangan. Lapor ini konteksnya untuk membuat bos paham bahwa saya akan perlu izin setidaknya sebulan sekali untuk menghadiri sidang cerai.
Ketika pindah kantor, sebelum masuk, saya utarakan bahwa saya single mom. Ini bukan untuk pamer, tapi untuk memberi gambaran pada calon atasan bahwa saya kemungkinan akan perlu izin untuk mengurus hal-hal terkait anak saya. Misalnya untuk imunisasi, atau urusan sekolah, atau -amit-amit- kalau anak sakit, saya tidak akan bisa hadir di kantor. Tapi tentu saja T&C ini saya barengi dengan kinerja 100%.
Keterbukaan ini terbukti memudahkan saya dalam perjalanan karier. Saya sering bawa anak saya ke kantor. Dia beberapa kali ikut masuk ruang meeting dan bikin semacam playground mini di sudut. Pernah juga dia ikut tugas ke luar kota karena ketika hari penugasan, susternya sakit. Karena tidak ada yang bisa menggantikan tugas, saya angkut anak saya -waktu itu dia usia 4 tahun- ke tempat tugas. Bos ya oke saja, yang penting tugas saya selesai tepat waktu.
Btw, anak juga harus dijelaskan tentang urusan kantor ini. Jadi dia paham bahwa kalau pergi-pergi di hari kerja bukan untuk dolan, tapi menemani ibu bekerja. Akhirnya anak saya terbiasa main sendiri tanpa rewel kalau sedang di kantor ibunya. Aman. Alhamdulillah.
Saat pindah kantor lagi, di awal HRD menyebutkan bahwa kantor mulai pukul 8. Hmmm... sulit buat saya, karena saat itu anak saya masih di SD dan saya harus menyiapkan sendiri bekal makan siang dia. Kalau harus sampai kantor jam 8... kapan gue masaknyaaaaa.... Akhirnya saya diskusi dengan HRD, lagi-lagi saya sampaikan bahwa saya ibu tunggal. Dan akhirnya saya terima pekerjaan itu setelah HRD mengizinkan saya untuk datang pukul 9.30.
Dari semua pengalaman itu, saya belajar bahwa membuka diri soal status ternyata bisa memudahkan pekerjaan saya. Tidak ada yang perlu saya tutupi karena status janda bukan aib kok. Itu nasib yang harus saya jalani. Nggak takut digodain? Oh, saya cukup galak kalau ada yang bercanda tentang status janda.
Tentu saja, perlu saya buktikan dengan kinerja dan sikap yang betul, sehingga pada akhirnya semua orang tahu bahwa janda pun perempuan biasa yang juga bisa bekerja dengan baik dan tidak melulu kecentilan haus belaian laki-laki.
Hmm... kalau ngomongin haus ya hauuussss, Marimaaaarrrr... tapi nggak sembarangan juga yekaaaan....

No comments: