Friday, October 15, 2021

Let Me Try

Saya sedang merapikan buku di rak buku panjang, ketika saya lihat mobil putih berhenti di ujung kampung. Mobil itu. Yang tiga tahun lalu sering menjemput saya dari kantor dan menjadi saksi kebahagiaan saya bisa bercakap-cakap dengan dia sepanjang perjalanan pulang. Ketika pemiliknya keluar, dunia saya seperti berhenti. Betul itu dia. Jangkung menjulang. Tampan. Berjalan mendekati rumah saya. Saya menyambutnya di pintu. 

"Tempatmu ini terkenal sekali di medsos!" 

Khas dia. Tidak pernah membuka percakapan dengan "halo" atau "apa kabar." 

Dia serahkan bunga di tangannya. "Beautiful flowers for beautiful lady," katanya sambil mengecup pipi saya. "Bau apa ini? Sepertinya enak." Lalu dia berjalan menuju lemari kaca. Di sana ada Anin, asisten saya, yang sedang memasukkan piring-piring berisi mangkuk makaroni yang baru matang. Saya beri kode pada Anin untuk melayani yang dia mau. 

"Saya mau cappucino. Hmm... saya mau itu juga, kelihatan lezat." Lalu dia bercakap-cakap dengan Anin sambil memilih topping donat, sementara saya mencari vas. Hati saya hangat. Dia belum lupa bahwa saya sangat suka mawar segar warna putih. 

Ketika saya kembali ke depan dengan vas yang penuh bunga, dia sudah duduk nyaman di salah satu meja dekat jendela. Di depannya, secangkir kopi, donat yang sudah digigit, dan buku yang terbuka. Sikapnya seperti sudah terbiasa melakukan itu. Ah... mungkin memang dia sudah terbiasa. Toh dia sering begitu. Dulu. Di dapur rumah saya di Jakarta. 

"Ini enak banget," dia mengacungkan jempol ketika melihat saya mendekat. Tangan yang satu menunjuk ke piring dan cangkirnya. 

"Terima kasih. Aku memang beruntung kenal Anin. Dia yang mengatur semua makanan dan minuman."

"Begitu foto-foto tempat ini beredar, saya langsung tahu, ini pasti milik kamu. Selamat ya. Kamu berhasil mewujudkan impianmu." 

Dia. Masih. Ingat. 

"How did you know it is mine? Rasanya tidak pernah ada namaku di mana-mana...." 
"Tahulaaahh.... Bentuk bangunannya. Warna interiornya. Dan buku-buku yang ada. Sepertinya mereka bisa mengatakan pada saya bahwa mereka itu pilihan kamu." 
"Gombal."
"Hahaha... kamu memang tidak pernah percaya pujian saya. Tapi, serius, kali ini kamu harus percaya bahwa ini enak sekali," lalu dia gigit donatnya. 

Dan begitu saja dia makan sambil bercerita tentang kesibukannya. Tentang tempat-tempat yang disinggahinya selama empat tahun belakangan. Dia ceritakan bahwa anjingnya yang saya kenal sudah wafat, lalu dia mengadopsi anjing lain dari tempat penampungan. 

Dia tidak berubah. Dia masih sama. 

Orang yang sama yang saya jatuhi cinta bertahun-tahun lalu. 



(Part 1) 




 



1 comment:

Iwan Rasta said...

💕