Friday, February 05, 2021

Langkah Berikut

Hampir setahun menjalani hari bersama mentor ketiga, akhir-akhir ini saya mulai mempelajari lagi "tabel untung rugi" yang saya buat. Saya sadar bahwa pasangan bukan art and craft project. Dia bukan kertas origami yg bisa saya lipat sekehendak hati. Saya tidak punya pilihan selain menerima dia as he is. Baik dan buruknya adalah satu paket yang tidak bisa dipilah-pilah. Karena itu, saya merasa perlu "mencatat pros and cons" supaya betul2 memahami dia. Tepatnya supaya nalar saya tetap berjalan seperti seharusnya. 

Karena tempat tinggal kami berjarak lebih dari 400km, kami jarang berjumpa. Pandemi juga tidak mendukung kami sering-sering tatap muka. Jadi memang agak sulit bagi saya bisa mendeteksi sifatnya lebih cepat. Meskipun kami mengobrol nyaris saban hari, tetap ada hal-hal yang baru tampak ketika kami bersama secara fisik. Pengalaman lama menjalani LDR di masa lalu mengajarkan saya untuk memanfaatkan betul saat berjumpa yang sangat jarang. Jejak kunjungannya lalu melengkapi "tabel pro and cons" itu. 

Harus saya akui bahwa sejauh ini kecenderungannya adalah "tidak". Semakin hari, saya semakin merasa jauh darinya. Ternyata, ada hal-hal yang tidak bisa saya toleransi. Oh, dia selalu manis, baik tutur kata maupun tindakan. Banyak perbuatannya yang membuat saya jatuh cinta bertubi-tubi. Namun ada satu hal yang tidak bisa saya terima dari sifatnya. Karena itu, saya harus jujur akui, bahwa saya bukan orang yang tepat untuk dia. Saya tahu saya tidak bisa mengubah dia. Memangnya dia kayu yang bisa dipahat? 

Saya masih setia pada tujuan saya untuk menemukan pelengkap kebahagiaan dalam perjalanan saya mencari pasangan meneruskan hidup. Ketika saya mendapati bahwa dia bukan orang yang bisa menggenapkan rasa bahagia saya, saya harus membiarkannya menjauh. 

Kecewa? Tentu saja. Terus terang saya sempat berharap banyak (sampai saat ini pun masih terus berharap). Tadinya saya pikir kami ini seperti mur dan baut. Kadang harus diputar supaya kami makin kuat. Itulah yang terjadi, tapi dalam prosesnya beberapa kali tautan terasa mengendor. Saya masih berharap dia bisa berubah, suatu saat nanti. Hingga mur dan baut ini bisa kencang dan berfungsi sempurna. Tapi saya pun paham harus bersiap jika dia tak hadir lagi di hari-hari saya. 

Saat ini PR terbesar saya adalah membujuk perasaan agar bisa menerima buah pikiran dengan ikhlas, agar saya bisa tetap fokus pada tujuan. Hati saya masih belum rela menempatkan dia hanya di zona perkawanan saja. Rasanya, menyelaraskan pikiran dan hati tidak pernah sesulit ini. 


No comments: