Wednesday, December 30, 2020

It is Something Else....

"Sebentar, ya, saya masukkan anak-anak dulu. Call you again later. Take care." 

Dan Dewo akan memutuskan sambungan telepon. Dira paham, itulah akhir dari percakapan mereka hari itu. Paham sekali. Karena selama ini memang selalu begitu. 

Bercakap di telepon dengan Dewo sebetulnya selalu dinanti Dira. Biasanya, Dewo akan menelepon sekitar pukul 6.30, atau paling lambat 7.15. Ia akan menelepon sambil membawa anjing-anjingnya berjalan-jalan. Dan percakapan mereka pun kemudian diselingi kesibukan Dewo mengurus Loco, Leo, Fox, dan Chikita di sepanjang jalan. Empat anjing itu diadopsi Dewo sejak lama dan selalu disebut sebagai "anak-anaknya".  

Dira akan mendengar Dewo bertegur sapa dengan para tetangga. Salah satu disebut Dewo sebagai Pak RT. Biasanya akan terdengar juga suara mbok Siti, pedagang buah yang selalu merayu Dewo membeli pepaya atau pisang yang katanya ia panen dari kebun sendiri. Jarang sekali Dewo melewati tempat jualan mbok Siti tanpa membeli apa pun. Meskipun Dewo sering jadi bingung karena persediaan buah di kulkas masih cukup banyak. Beberapa kali akan ada panggilan, "Pak Dewo... Pak Dewo.... " yang dijawab Dewo dengan bahasa Jawa. Halus dan sopan sekali, hal yang sangat mengesankan di telinga Dira. 

Seringkali Dira harus diam cukup lama, ikut mendengarkan anak-anak yang mengobrol seru tentang anak-anak Dewo yang berkaki empat itu. Mereka akan bertanya macam-macam, dan Dewo akan menjawab semuanya dengan sabar, seringkali bahkan sengaja berhenti dari acara jalan-jalan pagi. Dira tentu jadi ikut menikmati suara Dewo yang berat, menjelaskan satu persatu tentang Loco yang harus diberi sampo khusus agar bulunya tetap mengilap, Leo yang hanya mau makan sayur-mayur, lalu Fox yang hanya bisa tidur setelah dipeluk. 

"Ini namanya Chikita, satu-satunya yang betina. Dia harus selalu dirantai."

"Galak?"

"Tidak. Dia hanya harus diikat supaya tidak kabur dan membunuh ayam. Tidak bisa juga pakai tali biasa, harus rantai besi, supaya tidak dia gigit hingga putus." 

"Hiiii...." Dira akan mendengar suara anak-anak yang berseru-seru, antara ngeri tapi juga penasaran. 

"Nggak apa-apa, dia nggak menggigit manusia, kok," suara Dewo terdengar tetap sabar. Dira membayangkan Dewo bercakap dengan anak-anak sambil mengelus anjing-anjing kesayangannya itu. 

Sekitar 10 hingga 15 menit kemudian, barulah Dewo akan berbicara dengan Dira lagi. Artinya, dia sudah beranjak melanjutkan jalan paginya.  

"Di, masih dengerin saya?" 

"Hahaha... iya... masih... sudah selesai ceritanya sama anak-anak?" 

"Iya... mereka selalu suka lihat Chikita."

"Karena imut dan cantik?"

"Betul. Meskipun tingkahnya kalau dilepas seperti iblis... hahahaha...."

Lalu Dewo akan menceritakan lagi awal-awal berjumpa anjing berwarna putih itu. Mungil dan manis sekali, dengan mata bulat yang meluluhkan hati. Namun memang Dewo tak punya pilihan selain merantai anjing manis itu dengan rantai besi karena beberapa kali Chikita melepaskan diri, kabur, lalu membunuh ayam, kucing, dan burung peliharaan tetangga. 

"Entahlah, saya nggak paham kenapa dia bisa begitu sadis," kata Dewo ketika menceritakan dia harus mengganti uang seharga hewan-hewan yang mati.  

Dira belum pernah bertemu langsung dengan anjing-anjing Dewo. Tapi karena sering melihat foto dan mendengar cerita, dia seperti sangat akrab dengan mereka. Dewo bangga sekali pada anjing-anjing itu, yang memang semakin hari semakin tampak sehat. Berubah jauh dari kondisi awal ketika diselamatkan dari jalanan.



(Bersambung)


 

2 comments:

Candra Widanarko said...

Ditunggu terusannyaaaa

monyet said...

main poker dengan banyak penghasilan
ayo segera hubungi kami
WA : +855969190856