Jadi tahun ini gue berumur 42. Udah ngapain aja, neng, 42 tahun?
Ngapain ya? Hahahahahaha....
Alhamdulillah ya Allah bahwa di usia yg skrg sdh diberi kesempatan bikin ini itu, lihat ini itu, dan mengalami ini itu. Sering melakukan macam2 dgn semangat trial and error. Sering mau berhenti saja, tp lalu toh jalan lagi dgn berbagai alasan. Dan semua akhirnya berlalu juga. Move on. Go on.
Nggak bisa bilang apa2 lagi kecuali terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Baik. Yg mengirimkan orang2 dalam hidup gue, sampai gue bisa belajar macem2. Dari yg level seru banget, sampai yg ya udahlah.... Mewarnai hari2 gue dgn keceriaan.
Matur sembah nuwun Gusti Ingkang Maha Kuwaos.
Thursday, March 31, 2016
Wednesday, March 23, 2016
Mentoring
Kira2 14 tahun yg lalu, gue adalah gue yg tanpa ambisi dan ikut saja arus yg membawa gue. Hehe... Iya, cita2 gue aja sederhana banget kok. Jadi ibu rumah tangga. Di rumah. Ngatur meja dan belajar masak lalu belajar menjahit.
Ketika keadaan memaksa gue untuk bekerja, kerja itu pun dilakukan dgn semangat bahwa tiap tanggal tertentu rekening gue akan ada isinya. Bersyukur bahwa pekerjaannya adalah yg sangat disuka, berhubungan dengan menulis dan membaca.
Lalu sekitar 10 (atau 11?) tahun lalu, hadirlah seseorang workaholic dalam hidup gue. Orang yg melihat pekerjaan sebagai hobi, yg dari hobi itu dia hrs bikin ini itu yg luar biasa banyak. Dan pelan2, dia menularkan hal itu ke gue. Tanpa gue sadar, dalam setiap percakapan, selalu ada tentang pekerjaan. Sesedikit apa pun, selalu ada updates. Dan selalu ada kasus yang dipecahkan. Ih, hebat deh. Pelan2, sikap gue pada pekerjaan berubah. Bahwa memang hrs ada rencana, lalu ada eksekusi. Semua hrs terinci dan dibikin petanya secara jelas. Simpel aja: kerjakan yg disuka dan yg paling mudah dulu. One thing at a time.
Dan perubahan sikap ini ternyata berbuah penilaian yg bagus. Akhirnya gue menjadi spt sekarang. Mengingat cita2 gue yg duluuuuu sangat sederhana, ini sih udah nggak karuan jauhnya, at least buat gue.
Skrg ini gue sedang mengingat2 cara yg dulu diterapkan ke gue. Karena gue sedang berambisi mentoring seseorang. Agak susah krn gue nggak sabaran... hahaha... tapi gue sangat ingin dia berhasil. Gue sangat ingin dia mencapai step yg lebih tinggi dalam kariernya.
Thank you, my cute and humble mentor. You know who you are. Let me multiply your method. He needs it, badly :)
Ketika keadaan memaksa gue untuk bekerja, kerja itu pun dilakukan dgn semangat bahwa tiap tanggal tertentu rekening gue akan ada isinya. Bersyukur bahwa pekerjaannya adalah yg sangat disuka, berhubungan dengan menulis dan membaca.
Lalu sekitar 10 (atau 11?) tahun lalu, hadirlah seseorang workaholic dalam hidup gue. Orang yg melihat pekerjaan sebagai hobi, yg dari hobi itu dia hrs bikin ini itu yg luar biasa banyak. Dan pelan2, dia menularkan hal itu ke gue. Tanpa gue sadar, dalam setiap percakapan, selalu ada tentang pekerjaan. Sesedikit apa pun, selalu ada updates. Dan selalu ada kasus yang dipecahkan. Ih, hebat deh. Pelan2, sikap gue pada pekerjaan berubah. Bahwa memang hrs ada rencana, lalu ada eksekusi. Semua hrs terinci dan dibikin petanya secara jelas. Simpel aja: kerjakan yg disuka dan yg paling mudah dulu. One thing at a time.
Dan perubahan sikap ini ternyata berbuah penilaian yg bagus. Akhirnya gue menjadi spt sekarang. Mengingat cita2 gue yg duluuuuu sangat sederhana, ini sih udah nggak karuan jauhnya, at least buat gue.
Skrg ini gue sedang mengingat2 cara yg dulu diterapkan ke gue. Karena gue sedang berambisi mentoring seseorang. Agak susah krn gue nggak sabaran... hahaha... tapi gue sangat ingin dia berhasil. Gue sangat ingin dia mencapai step yg lebih tinggi dalam kariernya.
Thank you, my cute and humble mentor. You know who you are. Let me multiply your method. He needs it, badly :)
Tuesday, March 22, 2016
Change
Upside-down trees swingin' free,
Busses float and buildings dangle:
Now and then it’s nice to see
The world– – from a different angle.
(New World - Shel Silverstein)
Busses float and buildings dangle:
Now and then it’s nice to see
The world– – from a different angle.
(New World - Shel Silverstein)
Monday, March 21, 2016
Friday, March 18, 2016
Mengenal Lebih Dekat
Jadi pengen membahas dia-yang-kemarin-ngajak-masuk-goa.
Gue kenal dia pertama kali sekitar 8 tahun lalu. Kalau diurutin sih, dia itu adik kelas gue di SMA. Tp kami nggak pernah ketemu di sekolah. Waktu di masuk, gue sudah pindah ke sekolah lain. Atau gue sudah lulus ya? Kami dikenalin sama sesama alumni. Tp perkenalan pertama itu tidak terlalu gimana2. Krn satu dan lain hal. Yg terutama sih krn dia itu rasanya kok masih "banyak main" waktu itu. Nggak gue banget. Dia pun merasa begitu kayaknya. Jadi menjauh.
Lama nggak berkabar yg serius, paling ucapan selamat lebaran - selamat ulang tahun... nggak terasa sdh lama banget nggak ketemu. Sampai kira2 bulan November lalu, out of the blue dia whatsapp. Gue pas di event di Gorontalo. Akhirnya saling halo2 kami bahas soal Gorontalo. Diakhiri dengan, "Maksi bareng, yuk!"
Dan ketemulah kami lagi, setelah sekian lama. Menurut gue sih dia nggak berubah. Tetap dengan semangat "yuk main" yg luar biasa besar. Gue beneran ingat Aria deh kalau lagi sama dia. Termasuk segala clumsy attitude yg bisa bikin nada suara gue jadi tinggi. Herannya, gue kok betah. Dalam arti, ya senang aja tuh jalan sama2. Persis spt gue senang jalan sama anak gue. Dan selama jalan itu kami sama sekali nggak romantis. Hahahaha... Jauh deh dari sayang2an. Lucunya, properti gue ya sama spt kalau jalan sm Aria: tisu basah, siap2 buat bersihin bajunya kalau kena noda makanan. Duh ampun.
Sampai dia lalu mencetuskan ide utk selusur goa krn mulai bosan sama kantor, dan tahu kalau gue juga lagi pengen liburan.
Rencana perjalanan adalah 4 hari. Gue sih iya2 aja. Dia urus semua perjalanan itu. Tp tentunya gue punya back up plan... yaitu kalau dia "nggak menarik", gue akan pulang di hari ke-2. Termasuk juga back up plan sewa mobil krn nyonya tak mau naik angkot. Hahahaha....
Ternyata... gue tidak perlu pulang di hari ke-2. Bahkan mungkin kalau extend sampai 6 hari, nggak pa pa juga deh... krn dia menyenangkan. Dia yg biasanya lurus kayak kayu tak berperasaan... ternyata kok cukup manis. Dia nggak komplen dgn gaya gue yg ratu. Dgn sabar nungguin gue yg kalau kena aura liburan akan melakukan semuanya dgn kecepatan jalan keong hamil. Termasuk waktu di goa, dia akan nungguin, jagain, dan sangat caring membiarkan gue jalan kaki pelan2 kayak sdh berumur 100 tahun. Ah, lemahlah hatiku kalau ada yg manis2 gini....
Dia hanya komentar, "Kita beda ya. Aku pencilakan gini, kamu teratur banget."
Komentar yg bikin gue ngakak krn merasa harus diayak 1000 kali sblm jadi halus teratur....
Anyway, setelah mengenal dia lebih dekat, memang dia kekanak2an. Tp bukan berarti dia nggak dewasa juga kok. Dia ya sewajarnya cowok yg sedang mendekati cewek. Dan itu cukup melegakan gue. Hahaha....
Hari ini rasanya berbunga2 banget waktu dia transfer uang ganti sewa mobil selama jalan2 kemarin. Bukan uangnya yg bikin bunga2.... Di notifikasi, di kolom berita transfer dia tulis: payment for the memory that stays in my heart forever.
Saya meleleh. Asli.
Gue kenal dia pertama kali sekitar 8 tahun lalu. Kalau diurutin sih, dia itu adik kelas gue di SMA. Tp kami nggak pernah ketemu di sekolah. Waktu di masuk, gue sudah pindah ke sekolah lain. Atau gue sudah lulus ya? Kami dikenalin sama sesama alumni. Tp perkenalan pertama itu tidak terlalu gimana2. Krn satu dan lain hal. Yg terutama sih krn dia itu rasanya kok masih "banyak main" waktu itu. Nggak gue banget. Dia pun merasa begitu kayaknya. Jadi menjauh.
Lama nggak berkabar yg serius, paling ucapan selamat lebaran - selamat ulang tahun... nggak terasa sdh lama banget nggak ketemu. Sampai kira2 bulan November lalu, out of the blue dia whatsapp. Gue pas di event di Gorontalo. Akhirnya saling halo2 kami bahas soal Gorontalo. Diakhiri dengan, "Maksi bareng, yuk!"
Dan ketemulah kami lagi, setelah sekian lama. Menurut gue sih dia nggak berubah. Tetap dengan semangat "yuk main" yg luar biasa besar. Gue beneran ingat Aria deh kalau lagi sama dia. Termasuk segala clumsy attitude yg bisa bikin nada suara gue jadi tinggi. Herannya, gue kok betah. Dalam arti, ya senang aja tuh jalan sama2. Persis spt gue senang jalan sama anak gue. Dan selama jalan itu kami sama sekali nggak romantis. Hahahaha... Jauh deh dari sayang2an. Lucunya, properti gue ya sama spt kalau jalan sm Aria: tisu basah, siap2 buat bersihin bajunya kalau kena noda makanan. Duh ampun.
Sampai dia lalu mencetuskan ide utk selusur goa krn mulai bosan sama kantor, dan tahu kalau gue juga lagi pengen liburan.
Rencana perjalanan adalah 4 hari. Gue sih iya2 aja. Dia urus semua perjalanan itu. Tp tentunya gue punya back up plan... yaitu kalau dia "nggak menarik", gue akan pulang di hari ke-2. Termasuk juga back up plan sewa mobil krn nyonya tak mau naik angkot. Hahahaha....
Ternyata... gue tidak perlu pulang di hari ke-2. Bahkan mungkin kalau extend sampai 6 hari, nggak pa pa juga deh... krn dia menyenangkan. Dia yg biasanya lurus kayak kayu tak berperasaan... ternyata kok cukup manis. Dia nggak komplen dgn gaya gue yg ratu. Dgn sabar nungguin gue yg kalau kena aura liburan akan melakukan semuanya dgn kecepatan jalan keong hamil. Termasuk waktu di goa, dia akan nungguin, jagain, dan sangat caring membiarkan gue jalan kaki pelan2 kayak sdh berumur 100 tahun. Ah, lemahlah hatiku kalau ada yg manis2 gini....
Dia hanya komentar, "Kita beda ya. Aku pencilakan gini, kamu teratur banget."
Komentar yg bikin gue ngakak krn merasa harus diayak 1000 kali sblm jadi halus teratur....
Anyway, setelah mengenal dia lebih dekat, memang dia kekanak2an. Tp bukan berarti dia nggak dewasa juga kok. Dia ya sewajarnya cowok yg sedang mendekati cewek. Dan itu cukup melegakan gue. Hahaha....
Hari ini rasanya berbunga2 banget waktu dia transfer uang ganti sewa mobil selama jalan2 kemarin. Bukan uangnya yg bikin bunga2.... Di notifikasi, di kolom berita transfer dia tulis: payment for the memory that stays in my heart forever.
Saya meleleh. Asli.
Monday, March 14, 2016
Lulus dari Goa Barat :)
Tidak pernah terpikir bahwa gue akan menyusuri gua yg gelap, lembab, basah... selama 6 jam lebih. Sampai sekarang juga masih heran kok mau2nya gue jalan2 ke tempat yg masuk kategori aneh di kepala gue.
Jadi ceritanya, bbrp minggu lalu gue sakit. Trus setelah recover, ada ajakan untuk jalan2 ke luar kota. Dari siapa? Siapa lagi.... *wink* Tanpa pikir panjang, gue iyakan. Yg di kepala gue hanya mau jalan2. Titik.
Yg paling simpel adalah ke Yogya. Nggak terlalu jauh. Ok.
Tapi ke Kebumen juga seru. Ok.
Telusur gua yuk?
Ok.
Dari awal sdh gue bilang, jangan terlalu ambisius kalau jalan2 sama gue, Krn gue ini pemalas. Dan dia iya2 aja nggak komplen. Gue sempat browsing juga soal goa2 itu. Ada Goa Petruk, tapi bau. Ogah deh kayaknya. Ada satu lagi Goa Barat. Tp panjang dan lama menelusurinya. Hah? 6 jam di goa? Ok. Kita lihat nanti.
Berangkatlah kami, selasa subuh dari Jakarta. Mendarat di Yogya, langsung dijemput mobil yg membawa kami ke Kebumen. Gue sbg nyonya ratu ikut ajalah. Itinerary pasrah, judulnya. Sudah malas mikir.
Tujuan pertama ke Benteng van Der Wijck. Peninggalan Belanda jaman dulu banget. Katanya sih ini satu2nya benteng segi delapan yang ada di Indonesia. Bangunannya besaaaaar banget. Luaaaass banget. Herannya, pintunya kok pendek2 ya? Gue bayangkan orang dulu kan besar2 gitu....
Kami sampai di benteng ini jam 12 pas. Panasnya ciamik, matahari tepat di atas kepala. Foto2 jadi bagus sih. Tp krn kami berdua nggak ada yg demen difoto, jadinya ya foto benteng aja yg banyak. Hahahaha.... Tiket masuk Rp.25ribu. Senengnya, benteng ini bersih nggak ada sampah. Memang sih masih ada pemasangan signage yg ganggu banget nggak ada estetikanya sama sekali. Tetep perlu waskat supaya jadi cakep. The Raid 2 katanya shooting di sini.
Di atas benteng, ada kereta wisata. Keliling benteng. Tapi agak nggak jelas sih tujuannya, karena pemandangan dari atas hanyalah atap benteng. Mungkin untuk pamer bahwa atapnya juga dari bata merah? Entahlah....
Habis dari benteng, kami ke waduk Sempor. Ya, waduk biasa sih, untuk PLTA. Pemandangan hijau2 di sekelilingnya lumayan untuk cuci mata. Di sekitar waduk, kami masuk ke warung pecel. Gue memuaskan diri dgn tempe mendoan sebesar nampan. Habis makan, sempat sholat dulu di Masjid Pancasila. Aduuuuh... namanya sungguh warisan Soeharto. Hahahaha.... Mesjidnya unik, atapnya segi lima. Sayangnya, materialnya bukan yg prima jadi udah bocel2 gitu atapnya.
Habis dari Sempor, ke Goa Jatijajar. Ini sebenernya lebih karena sentimental value. Duluuuuu sekali kami ke goa ini waktu masih SD. Kok gue lupa ya dulunya gimana? Yg jelas skrg ini kawasan ini dikembangkan jadi objek wisata yang bagus. Selain goa dikasih lintasan yg relatif gampang dilalui, penerangan juga cukup, juga dilengkapi diorama Raden Kamandaka - Lutung Kasarung. Konon, si raden dulu jauh2 dari Pajajaran bertapa di sini. Ada 7 mata air di dalam goa. Tp yg gampang didekati hanya 4. Airnya dingin dan agak deras arusnya. Kok serem ya mau dekat2....
Malam pertama di Kebumen, dihabiskan dgn makan sate bu Liz, lalu di Meotel saja leyeh2. Memang tujuan utamanya kan mau santai2 ya.
Besoknya, gerhana matahari! Haha... jadi bangun pagi malah lihat siaran langsung gerhana di televisi. Pdh rencananya mau ke Goa Barat pagi2. Rencana tinggal rencana, baru keluar dari hotel hampir jam 9. Jadi sampai di Goa Barat jam 10.
Goa Barat ini satu kawasan dgn Goa Jatijajar. Sudah mulai dijadikan objek wisata juga, maksudnya dibangun pintu masuk yg manusiawi dengan tangga beton. Tapi... itu hanya awalnya saja. Sekitar 2 km dari pintu, Goa Barat harus diselusuri dgn jalan kaki, istilah kerennya caving. Seumur hidup, ini pertama kalinya gue caving.
Sebelum masuk goa, kami bayar pemandu, asuransi, sewa helm, pelampung, sepatu. Sebetulnya per orang Rp.40ribu. Tp operatornya menjual sistem paket per 6 orang. Biarpun cuma berdua, kami tetap di-charge satu paket Rp.240 ribu. Nggak menyesal juga sih bayar segitu krn masing2 dapat pemandu. Buat gue ini penting banget, mengingat sbg ratu... ik tentu butuh banyak bantuan di dalam goa.... haha.... Si pemandu ini sukarela bawain botol minum gue juga sih, jd gue melambai jaya masuk goa. Sama sekali nggak pengen bawa hp atau kamera. Bawa diri aja sdh ribet rasanya dgn pelampung yg kayak guling....
Kami mulai susur gua sekitar pukul 10.25. Masuk turun tangga dgn girang gembira, krn tangga beton itu sungguh mudah disusuri. Masih segar bugar juga. Tp setelah satu jam jalan, mulai merasa menderita. Hahahaha... . Di dalam goa sama sekali tidak ada cahaya. Penerangan berasal dari lampu yg dibawa dua pemandu. Satu di depan, satu lagi di belakang. Kadang ada hiburan batu yg bagus. Semacam kristal bening. Ada juga akik yang kalau disenterin tembus cahaya. Hebat memang bumi ini ya, penuh macam2 mineral yg mempengaruhi batu2nya.
Selama di dalam, gue sempet cemas akan sesak napas. Ternyata nggak. Mungkin krn banyak air? Begitu ketemu air, nyemplung. Seneng. Seger. Kalau nggak pas kena air, gue akan berkeringat habis2an. Sampai kelihatan badan gue berasap lho. Ada beberapa batu yg mengucurkan air bening. Bisa diminum. Seneng banget deh tengadah trus minum air segar....
Setelah jalan hampir 2 jam, gue sdh agak putus asa sebenarnya. Medannya sdh semakin dahsyat dan rasanya sdh lelah sekali. Kaki kanan mulai senut2. Tp trus disemangati sama para cowok2. Krn katanya dikit lagi sdh sampai ujungnya. Huhuhu... penasaran jg sih. Akhirnya istirahat 15 menit trus lanjut lagi deh perjalanan. Bersyukur bahwa gue ini kadang2 ikutan yoga. Meskipun masih abal2 tp ternyata cukup signifikan buat latihan angkat2 kaki. Ya gitu, kadang gue hrs melewati batu setinggi kepala. Ada yg dikasih tangga, ada juga yg hrs dipanjat satu2.... Belum lompat dari satu batu ke batu lain yg jaraknya lebih dari 40cm... sambil hrs miring krn di kepala ada stalaktit.... Waktu ketemu batu2 yg susah itulah gue mulai bertanya2 what brought me here in the first place. Hahahahahahaha....
Setelah 3 jam lebih sedikit... sampailah di titik akhir goa. Berupa air terjun besar sekali yang jatuh dari langit2 yg gelap. Konon sih dalamnya lebih dari 20m. Memang, dgn air tercurah setinggi itu dan percikan yg nggak besar, curiga pasti dalam banget. Seru sih di tengah2 ada di tengah gemuruh air. Meski ngeri juga kalau tiba2 arus membesar, selesai dong... hiiiii.....
Perjalanan pulang tentu saja sekali lagi menyiksa gue. Gue sering terdiam di depan batu besar. Mikir keras gimana cara ngelewatinnya.
"Ibu, kaki kiri dulu ditumpukan ke batu."
"Oke."
Diem. Lama.
"Pak, kaki kiri itu yg mana ya?"
Dialog macam itulah yg sering sekali terjadi di depan batu2 yg sulit. Koordinasi otak ke kaki dan tangan sudah nggak bener. Hahahaha.... Semua jari2 sdh kisut, beberapa sdh luka2 krn waktu pegangan nggak sadar kalau batunya setajam pisau. Auch....
Beberapa kali pemandunya nyuruh gue jalan miring, dan gue memilih tiarap. Ya dia sih cocok ya, kalau maju sempit, dia miring, jadi gepeng, cukup masuk celah. Lha gue? Bukannya gue ini bunder? Mau miring kayak apa ya tetep bunder keleeeeuuusss.... Jadilah gue lbh baik tiarap dan merayap kayak cicak. Macam tentara. Tentara berbadan raksasa....
Setelah 3 jam kemudian, akhirnya "nemu" lubang awal gua... kelihatan ada secercah lampu di depan... rasanya sueneeeeng banget! Hahahaha... Tp tingginya itu lho cyin. Hahaha... meski tahu sdh sampai akhir pejalanan tetep aja nggak bisa jalan lebih cepet krn kaki sdh seperti ketuker yg kanan dan yg kiri....
Kami keluar dr goa tepat jam 16.00. Lama kan? Ho oh. Basah kuyup sekujur tubuh, tangan baret2, dan dengkul rasanya mau copot. Lapernya? Jgn ditanya. Sampai lupa. Yg pertama gue lakukan setelah sampai di parkiran mobil adalah minum pocari sweat 2 botol. Tandas. Setelah itu baru merasa "agak waras lagi." Banyak yg nawarin makanan tp sdh nggak pengen saking lelahnya. Rasanya cuma pengen mandi, ganti baju, tidur. Setelah bilas di kamar mandi, ganti baju, masuk mobil... langsung rebahan. Astagaaaaaa... capeknya.
Tp perlu gue akui bahwa keluar dr goa, pikiran gue cerah. Mungkin krn lihat sinar lagi setelah bbrp jam, atau memang krn seger ya. Soalnya di dalam goa, nggak ada pikiran lain selain gimana supaya selamat. 6 jam nggak mikir yg lain2 itu seperti mengistirahatkan otak lho. Bener deh. Rasanya kepala jd ringan.
Otw ke hotel, mampir ke restoran untuk very late lunch gabung sm early dinner. Makan nasi sepiring dgn lauk cumi goreng dan ikan bakar... susah payah krn ngantuk banget... tp jg paham hrs makan spy badan nggak protes. Setelah itu rasanya kok pengen digendong aja.... Situ oke minta gendong? Perlu dipanggilin gerobak kayaknya.
Rencananya, besok paginya mau pijet. Membayangkan enaknya dipijet setelah kaki ketuker kok enak banget. Tp ternyata oh ternyata, sekujur kaki biru2. Kayaknya selama di dalam goa tanpa sadar kebentur kanan kiri... yah... kalau biru2 kan dipijet sama aja nyiksa diri sendiri. Ya sudahlah... nasib....
Kamis malam balik ke Yogya. Mampir Kalibiru. Tapi tetep... nggak ada yg ngalahin sensasi bisa menelusuri Goa Barat. Sungguh nggak kebayang gue akan mau2nya masuk goa dan jalan susah2 begitu. Ini adalah perjalanan sekali seumur hidup. Yakin pasti I won't do that anymore in the future. Hahahaha....
Jadi ceritanya, bbrp minggu lalu gue sakit. Trus setelah recover, ada ajakan untuk jalan2 ke luar kota. Dari siapa? Siapa lagi.... *wink* Tanpa pikir panjang, gue iyakan. Yg di kepala gue hanya mau jalan2. Titik.
Yg paling simpel adalah ke Yogya. Nggak terlalu jauh. Ok.
Tapi ke Kebumen juga seru. Ok.
Telusur gua yuk?
Ok.
Dari awal sdh gue bilang, jangan terlalu ambisius kalau jalan2 sama gue, Krn gue ini pemalas. Dan dia iya2 aja nggak komplen. Gue sempat browsing juga soal goa2 itu. Ada Goa Petruk, tapi bau. Ogah deh kayaknya. Ada satu lagi Goa Barat. Tp panjang dan lama menelusurinya. Hah? 6 jam di goa? Ok. Kita lihat nanti.
Berangkatlah kami, selasa subuh dari Jakarta. Mendarat di Yogya, langsung dijemput mobil yg membawa kami ke Kebumen. Gue sbg nyonya ratu ikut ajalah. Itinerary pasrah, judulnya. Sudah malas mikir.
Tujuan pertama ke Benteng van Der Wijck. Peninggalan Belanda jaman dulu banget. Katanya sih ini satu2nya benteng segi delapan yang ada di Indonesia. Bangunannya besaaaaar banget. Luaaaass banget. Herannya, pintunya kok pendek2 ya? Gue bayangkan orang dulu kan besar2 gitu....
Kami sampai di benteng ini jam 12 pas. Panasnya ciamik, matahari tepat di atas kepala. Foto2 jadi bagus sih. Tp krn kami berdua nggak ada yg demen difoto, jadinya ya foto benteng aja yg banyak. Hahahaha.... Tiket masuk Rp.25ribu. Senengnya, benteng ini bersih nggak ada sampah. Memang sih masih ada pemasangan signage yg ganggu banget nggak ada estetikanya sama sekali. Tetep perlu waskat supaya jadi cakep. The Raid 2 katanya shooting di sini.
Di atas benteng, ada kereta wisata. Keliling benteng. Tapi agak nggak jelas sih tujuannya, karena pemandangan dari atas hanyalah atap benteng. Mungkin untuk pamer bahwa atapnya juga dari bata merah? Entahlah....
Habis dari benteng, kami ke waduk Sempor. Ya, waduk biasa sih, untuk PLTA. Pemandangan hijau2 di sekelilingnya lumayan untuk cuci mata. Di sekitar waduk, kami masuk ke warung pecel. Gue memuaskan diri dgn tempe mendoan sebesar nampan. Habis makan, sempat sholat dulu di Masjid Pancasila. Aduuuuh... namanya sungguh warisan Soeharto. Hahahaha.... Mesjidnya unik, atapnya segi lima. Sayangnya, materialnya bukan yg prima jadi udah bocel2 gitu atapnya.
Habis dari Sempor, ke Goa Jatijajar. Ini sebenernya lebih karena sentimental value. Duluuuuu sekali kami ke goa ini waktu masih SD. Kok gue lupa ya dulunya gimana? Yg jelas skrg ini kawasan ini dikembangkan jadi objek wisata yang bagus. Selain goa dikasih lintasan yg relatif gampang dilalui, penerangan juga cukup, juga dilengkapi diorama Raden Kamandaka - Lutung Kasarung. Konon, si raden dulu jauh2 dari Pajajaran bertapa di sini. Ada 7 mata air di dalam goa. Tp yg gampang didekati hanya 4. Airnya dingin dan agak deras arusnya. Kok serem ya mau dekat2....
Malam pertama di Kebumen, dihabiskan dgn makan sate bu Liz, lalu di Meotel saja leyeh2. Memang tujuan utamanya kan mau santai2 ya.
Besoknya, gerhana matahari! Haha... jadi bangun pagi malah lihat siaran langsung gerhana di televisi. Pdh rencananya mau ke Goa Barat pagi2. Rencana tinggal rencana, baru keluar dari hotel hampir jam 9. Jadi sampai di Goa Barat jam 10.
Goa Barat ini satu kawasan dgn Goa Jatijajar. Sudah mulai dijadikan objek wisata juga, maksudnya dibangun pintu masuk yg manusiawi dengan tangga beton. Tapi... itu hanya awalnya saja. Sekitar 2 km dari pintu, Goa Barat harus diselusuri dgn jalan kaki, istilah kerennya caving. Seumur hidup, ini pertama kalinya gue caving.
Sebelum masuk goa, kami bayar pemandu, asuransi, sewa helm, pelampung, sepatu. Sebetulnya per orang Rp.40ribu. Tp operatornya menjual sistem paket per 6 orang. Biarpun cuma berdua, kami tetap di-charge satu paket Rp.240 ribu. Nggak menyesal juga sih bayar segitu krn masing2 dapat pemandu. Buat gue ini penting banget, mengingat sbg ratu... ik tentu butuh banyak bantuan di dalam goa.... haha.... Si pemandu ini sukarela bawain botol minum gue juga sih, jd gue melambai jaya masuk goa. Sama sekali nggak pengen bawa hp atau kamera. Bawa diri aja sdh ribet rasanya dgn pelampung yg kayak guling....
Kami mulai susur gua sekitar pukul 10.25. Masuk turun tangga dgn girang gembira, krn tangga beton itu sungguh mudah disusuri. Masih segar bugar juga. Tp setelah satu jam jalan, mulai merasa menderita. Hahahaha... . Di dalam goa sama sekali tidak ada cahaya. Penerangan berasal dari lampu yg dibawa dua pemandu. Satu di depan, satu lagi di belakang. Kadang ada hiburan batu yg bagus. Semacam kristal bening. Ada juga akik yang kalau disenterin tembus cahaya. Hebat memang bumi ini ya, penuh macam2 mineral yg mempengaruhi batu2nya.
Selama di dalam, gue sempet cemas akan sesak napas. Ternyata nggak. Mungkin krn banyak air? Begitu ketemu air, nyemplung. Seneng. Seger. Kalau nggak pas kena air, gue akan berkeringat habis2an. Sampai kelihatan badan gue berasap lho. Ada beberapa batu yg mengucurkan air bening. Bisa diminum. Seneng banget deh tengadah trus minum air segar....
Setelah jalan hampir 2 jam, gue sdh agak putus asa sebenarnya. Medannya sdh semakin dahsyat dan rasanya sdh lelah sekali. Kaki kanan mulai senut2. Tp trus disemangati sama para cowok2. Krn katanya dikit lagi sdh sampai ujungnya. Huhuhu... penasaran jg sih. Akhirnya istirahat 15 menit trus lanjut lagi deh perjalanan. Bersyukur bahwa gue ini kadang2 ikutan yoga. Meskipun masih abal2 tp ternyata cukup signifikan buat latihan angkat2 kaki. Ya gitu, kadang gue hrs melewati batu setinggi kepala. Ada yg dikasih tangga, ada juga yg hrs dipanjat satu2.... Belum lompat dari satu batu ke batu lain yg jaraknya lebih dari 40cm... sambil hrs miring krn di kepala ada stalaktit.... Waktu ketemu batu2 yg susah itulah gue mulai bertanya2 what brought me here in the first place. Hahahahahahaha....
Setelah 3 jam lebih sedikit... sampailah di titik akhir goa. Berupa air terjun besar sekali yang jatuh dari langit2 yg gelap. Konon sih dalamnya lebih dari 20m. Memang, dgn air tercurah setinggi itu dan percikan yg nggak besar, curiga pasti dalam banget. Seru sih di tengah2 ada di tengah gemuruh air. Meski ngeri juga kalau tiba2 arus membesar, selesai dong... hiiiii.....
Perjalanan pulang tentu saja sekali lagi menyiksa gue. Gue sering terdiam di depan batu besar. Mikir keras gimana cara ngelewatinnya.
"Ibu, kaki kiri dulu ditumpukan ke batu."
"Oke."
Diem. Lama.
"Pak, kaki kiri itu yg mana ya?"
Dialog macam itulah yg sering sekali terjadi di depan batu2 yg sulit. Koordinasi otak ke kaki dan tangan sudah nggak bener. Hahahaha.... Semua jari2 sdh kisut, beberapa sdh luka2 krn waktu pegangan nggak sadar kalau batunya setajam pisau. Auch....
Beberapa kali pemandunya nyuruh gue jalan miring, dan gue memilih tiarap. Ya dia sih cocok ya, kalau maju sempit, dia miring, jadi gepeng, cukup masuk celah. Lha gue? Bukannya gue ini bunder? Mau miring kayak apa ya tetep bunder keleeeeuuusss.... Jadilah gue lbh baik tiarap dan merayap kayak cicak. Macam tentara. Tentara berbadan raksasa....
Setelah 3 jam kemudian, akhirnya "nemu" lubang awal gua... kelihatan ada secercah lampu di depan... rasanya sueneeeeng banget! Hahahaha... Tp tingginya itu lho cyin. Hahaha... meski tahu sdh sampai akhir pejalanan tetep aja nggak bisa jalan lebih cepet krn kaki sdh seperti ketuker yg kanan dan yg kiri....
Kami keluar dr goa tepat jam 16.00. Lama kan? Ho oh. Basah kuyup sekujur tubuh, tangan baret2, dan dengkul rasanya mau copot. Lapernya? Jgn ditanya. Sampai lupa. Yg pertama gue lakukan setelah sampai di parkiran mobil adalah minum pocari sweat 2 botol. Tandas. Setelah itu baru merasa "agak waras lagi." Banyak yg nawarin makanan tp sdh nggak pengen saking lelahnya. Rasanya cuma pengen mandi, ganti baju, tidur. Setelah bilas di kamar mandi, ganti baju, masuk mobil... langsung rebahan. Astagaaaaaa... capeknya.
Tp perlu gue akui bahwa keluar dr goa, pikiran gue cerah. Mungkin krn lihat sinar lagi setelah bbrp jam, atau memang krn seger ya. Soalnya di dalam goa, nggak ada pikiran lain selain gimana supaya selamat. 6 jam nggak mikir yg lain2 itu seperti mengistirahatkan otak lho. Bener deh. Rasanya kepala jd ringan.
Otw ke hotel, mampir ke restoran untuk very late lunch gabung sm early dinner. Makan nasi sepiring dgn lauk cumi goreng dan ikan bakar... susah payah krn ngantuk banget... tp jg paham hrs makan spy badan nggak protes. Setelah itu rasanya kok pengen digendong aja.... Situ oke minta gendong? Perlu dipanggilin gerobak kayaknya.
Rencananya, besok paginya mau pijet. Membayangkan enaknya dipijet setelah kaki ketuker kok enak banget. Tp ternyata oh ternyata, sekujur kaki biru2. Kayaknya selama di dalam goa tanpa sadar kebentur kanan kiri... yah... kalau biru2 kan dipijet sama aja nyiksa diri sendiri. Ya sudahlah... nasib....
Kamis malam balik ke Yogya. Mampir Kalibiru. Tapi tetep... nggak ada yg ngalahin sensasi bisa menelusuri Goa Barat. Sungguh nggak kebayang gue akan mau2nya masuk goa dan jalan susah2 begitu. Ini adalah perjalanan sekali seumur hidup. Yakin pasti I won't do that anymore in the future. Hahahaha....
Thursday, March 03, 2016
The Recap
I miss reading your writing.
A message in the morning would brighten up my day. I would read a long write up more than thousand times. We did exchange emails and sometimes you wrote a little note on books you sent to me. And not to forget those cards accompanied bouquets of roses. I miss reading all of those. They always comforted me. Always. Never fails.
I miss seeing your name blinking on my screen.
Whether it is a small screen of my phone (been in 3 different size, time permits), or on my computer, the blink would make me happy. Oh, your name even blinked on a big screen once, when a chat box opened right before my presentation. None complained, maybe because what appeared on screen was: Mr. President.
I miss to see you smile.
You smiled, when your eyes met mine in the airport, or in the office lobby, or in front of my house. The smile would stay in my heart for days.
I miss working with you.
Yes we sometimes worked together in the sense of you and I sit side by side, working with our own laptop. I guess you contaminated me with your hardworking-workaholic habit, now I always bring laptop everywhere I go. You did that, even when we had our vacation. And we would spend hours working, while we were away from our offices. And I didn't have reason to complain, since you always... always... gave me hindsight on handling stuff. And I can ask you anything about my job. You would turn what seemed to be troubles and obstacles to become as clear as crystal. You were brilliant. You are.
I miss our arguments.
We did yell at each other several times. As healthy couple does. We would sit silently afterwards, sometimes you let me cry my heart out. But it won't last long. You would explain everything clearly so I understand you better after each quarrel. And yes, I accepted you. As you are.
I miss waking up next to you. Especially on holiday mood....
Over all, I miss you. I really do.
A message in the morning would brighten up my day. I would read a long write up more than thousand times. We did exchange emails and sometimes you wrote a little note on books you sent to me. And not to forget those cards accompanied bouquets of roses. I miss reading all of those. They always comforted me. Always. Never fails.
I miss seeing your name blinking on my screen.
Whether it is a small screen of my phone (been in 3 different size, time permits), or on my computer, the blink would make me happy. Oh, your name even blinked on a big screen once, when a chat box opened right before my presentation. None complained, maybe because what appeared on screen was: Mr. President.
I miss to see you smile.
You smiled, when your eyes met mine in the airport, or in the office lobby, or in front of my house. The smile would stay in my heart for days.
I miss working with you.
Yes we sometimes worked together in the sense of you and I sit side by side, working with our own laptop. I guess you contaminated me with your hardworking-workaholic habit, now I always bring laptop everywhere I go. You did that, even when we had our vacation. And we would spend hours working, while we were away from our offices. And I didn't have reason to complain, since you always... always... gave me hindsight on handling stuff. And I can ask you anything about my job. You would turn what seemed to be troubles and obstacles to become as clear as crystal. You were brilliant. You are.
I miss our arguments.
We did yell at each other several times. As healthy couple does. We would sit silently afterwards, sometimes you let me cry my heart out. But it won't last long. You would explain everything clearly so I understand you better after each quarrel. And yes, I accepted you. As you are.
I miss waking up next to you. Especially on holiday mood....
Over all, I miss you. I really do.
Subscribe to:
Posts (Atom)