Mana yang lebih berat? Memutuskan bercerai, atau menjadi orang tua tunggal ketika anak sakit, dan menangis sendirian di depan ruang ICU with no one to share the pain?
Saya tidak pernah berpikir mana yang lebih berat. Mungkin karena saya tidak lagi sempat berpikir. Saya tidak punya banyak waktu untuk memikirkan mana yang lebih berat. Waktu yang ada sudah saya habiskan untuk bekerja. Dengan bekerja saya bisa menghidupi diri dan anak saya. Tentu saja semakin lama anak saya semakin besar, kebutuhannya kian banyak, hingga saya pun harus lebih giat bekerja.
Kesibukan menghidupi ini akhirnya memang lebih penting, ketimbang merenung memikirkan kondisi menjadi orang tua tunggal. Bahkan ketika di suatu saat harus menangis sendirian (karena anak sakit, karena kehabisan uang, atau karena belum sempat belanja isi kulkas...), akhirnya pun semua menjadi seperti biasa saja.
Semua dibiarkan berjalan sebagaimana seharusnya. Hidup mungkin memang harus dibiarkan seperti air. Kadang perlu diatur, dibendung di sana sini, tapi kadang perlu dibiarkan saja. Bahkan kalau meluber sekali pun... tidak apa2. Siapa tahu luberannya memberi penghidupan pada yang di sekitarnya?
Kembali kepada pertanyaan awal, mana yang lebih berat? Rasanya tidak ada yg lebih berat. Tidak ada juga yg lebih ringan. Pilihan berat atau ringan tidak lagi relevan. Lebih baik memikirkan cara untuk melanjutkan hidup, ketimbang menyesali yang sudah lewat.
No comments:
Post a Comment