Monday, December 14, 2009

Papaku Arsitek

Beberapa saat sebelum perceraian gue diresmikan pengadilan... gue inget sempat ada gonjang ganjing yg cukup melelahkan, karena kekhawatiran 'Aria akan dididik untuk tidak mengenal ayahnya.' Sebuah gonjang ganjing yg cukup menyakitkan hati, tp gue maklumi. Namanya jg org nggak ngerti... jd bisa aja salah persepsi.

Akibatnya, sejak bercerai, gue setengah mati berupaya untuk 'mengenalkan anak gue ke ayahnya.' Semua daya upaya yg menurut gue cukup maksimal, gue kerjain. Nggak ada kata 'gue melarang ayah ketemu Aria'. Bohong. Kapan aja dia mau ketemu anaknya, silakan. Tapi, percaya nggak percaya, kesempatan ini tidak dimanfaatkan oleh yg diberi kesempatan. Malah cenderung dibiarkan berlalu begitu saja. Enam bulan pertama setelah Aria lahir, ayahnya datang 2 kali sebulan. Itu pun krn gue selalu update ini itu. Setelah itu, dia hanya datang saat Aria ulang tahun. Lama-lama gue jg capek lah ya... update terus. Tahun 2009 yang tinggal bbrp hari ini dilewatkan anak gue tanpa bertemu ayahnya sekali pun. Kenapa? Jgn tanya gue, krn gue nggak tau di mana ayahnya berada.

Tapi gue tetep berusaha tidak ngomong apa2 yg tdk menyenangkan ttg hal ini.

Makanya, gue agak shock waktu Aria marah karena di buku pendaftaran siswa baru, nama ayahnya tertulis di situ. Dia ngambek. Trus dia ngotot: aku mau jadi Aria Indrajanto. Hiks. Ngambek kedua waktu kemarin ikut GMC dan di ID card namanya Aria P. "Kenapa P?" tanya si ganteng itu. "Aku maunya Aria I." Hiks.

Sumpah. Sumpah. Gue nggak pernah mendidik dia untuk membenci ayahnya. Sumpah.

Kemarin, supir mobil antar jemput cerita ke eyang, ada temen Aria yg tanya, "Ayahmu kerja di mana?" trus Aria jawab, "Papapku arsitek. Dia yg bangun rumah kita."

Hiks.

1 comment:

Lia said...

:-((

So sad to read this, mba. But I believe you've done the best. Take a good care of lovely Aria..