Di luar hujan. Untung aku ada di dalam ruangan. Untung? Iya... karena jadi tidak kehujanan. Tapi... sayangnya, ruangan ini berpendingin udara. AC ditambah hujan... jadinya dingin yang menggigit sampai ke tulang. Semriwing. Kayaknya bisa masuk angin deh ini.
Di luar masih hujan. Kelihatan orang-orang yang baru turun dari kendaraan mengembangkan payung. Yang berpindah dari satu toko ke toko lain juga berpayung. Payung mengembang. Warna warni segera memenuhi jalan. Merah, biru, kuning... tapi kenapa kebanyakan payung berwarna hitam?
Hujan ini sepertinya akan sering datang. Karena sekarang sudah bulan September. Kata ibuku, nama bulan yang berakhiran -ber seperti pertanda akan datangnya hujan. Siap-siap untuk kehabisan baju, karena yang dijemur tidak kunjung kering.
Kamu suka tidak kalau hujan? Aku sebenarnya suka. Hawa jadi sejuk. Lalu, debu jalanan juga berkurang. Sayangnya, hujan sering membuat lalu lintas tersendat. Entah untuk alasan apa. Mungkin karena pengendara mobil berjalan lebih lambat? Atau karena pemotor banyak yang berhenti sembarangan untuk berteduh sementara? Yang jelas... akibatnya... macet. Nah, kalau begitu, aku jadi tidak senang hujan. Macet bikin sakit kepala.
Yang paling aku suka ketika hujan adalah mencium bau tanah basah. Baunya membawaku pada kenangan keluar masuk hutan belantara, yang basah berembun, bersama kamu.
(ditulis untuk pelatihan BI Blogger & Vlogger, Yogyakarta September 2017)
Thursday, September 28, 2017
Monday, September 25, 2017
Hidup di Kota
Kemarin menghadiri syukuran lahirnya Rimbun Khatulistiwa, di Bandung. Selain keriaan ada bayi baru di keluarga Maskoem, kesempatan kumpul2 keluarga selalu menyenangkan karena adanya update ini itu.
Yang kemarin jadi highlight adalah adanya cucu mbah Payaman (sebutan untuk keluarga dari pihak nyokap), yang menikah di usia 24. Sebenernya bukan usianya yg bikin heboh. Secara umur memang sdh cukup, secara agama maupun negara sdh boleh menikah. Hanya, anak laki2, baru saja lulus, dan dia adalah yg terkecil di silsilah keluarganya. Oh ya, dia ini anaknya sepupu nyokap. Jadi mestinya Rio ini sepupu gue ya. Haha....
Rio ini menikah, di usia muda, bukan karena dia yg pingin menikah. Lho kok bisa? Iya, dia menikah karena disuruh menikah oleh keluarga (calon) istrinya. Rio ini kerja di BUMN. Ditempatkan di proyek di desa Sambi. Nah... di sinilah dia ketemu kekasih hatinya. Konon sih sebenernya mereka ini sempat satu sekolah... entah di SMA atau di SMP... tp setelah lulus, si mbak kembali ke desa Sambi ini.
Adanya mbak cantik di desa ini ternyata cukup meresahkan. Meresahkan orangtuanya... karena sdh umur 25 belum kawin juga. Yaaaa gimana... untuk anak2 milenial, umur 25 kan belum apa2 ya. Tp menjadi millenials di desa Sambi ternyata berat, cyin. Si mbak ini sdh "dipinang" beberapa laki-laki. Yg dia tolak mentah2 krn hatinya sdh tertambat pada kangmas Rio. Dijodohin sama siapa2 juga menolak, maunya Rio semata. Ohohoho....
Bapaknya kalau ga salah pemuka desa. Jadi kehadiran Rio ini segera jadi sorotan. Nambah2 pusing aja nih... setelah pusing anaknya udah umur 25 blm kawin... ada lagi nih laki2 namanya Rio asyik2 ngapel. Rencanamu apa, le? Haha.... beneran akhirnya Rio "ditantang" sama (calon) mertuanya. "Kamu mau apa sama anakku?"
Rio... karena sdh cinta dan juga merasa bertanggungjawab... akhirnya mengajukan pinangan. Begitulah kisahnya hingga satu milenial melepas masa lajang di desa Sambi....
Gue sih nggak pro atau kontra soal pernikahan Rio. Ya kalau sudah jodoh, nggak akan ke mana juga.... yg gue lihat unik adalah bagaimana lingkungan bisa membuatmu melakukan sesuatu. Umur 25, di desa, belum kawin... jadi bahan gunjingan di desa. Bisa saja krn nggak tahan jadi gunjingan, seseorang akan melakukan hal yang di luar rencana. Termasuk mendadak kawin.
Hoaaaah... apa kabar ya kalau ada janda bercerai umur 30?
Cerita soal living single in the village ini kebawa ke kantor, dan terkuaklah cerita2 lain yang lebih "seru". Ada seorang tante yg lalu dilamar sama kelapa desa setelah setahun ditinggal meninggal suaminya. Ada yang didatengin beberapa laki-laki yg antri... setelah kembali ke desa dgn status janda. Pilihannya banyak, dari jawara sampai kepala desa. Dia pilih... pensiunan PNS. Krn PNS itu statusnya paling tinggi di desa.
Jreng.... semakin gue bersyukur tinggal di BSD. Yg mana orang2 nggak peduli (atau peduli tp nggak berani ngomong) kalau gue ini single, punya anak satu. Mereka nggak ngurus kenapa gue nggak kawin lagi. Mereka nggak tanya2 kapan gue berencana menikah lagi... dll...dst... dsb.
Semua aman. Hidup di kota memang menyenangkan.
Yang kemarin jadi highlight adalah adanya cucu mbah Payaman (sebutan untuk keluarga dari pihak nyokap), yang menikah di usia 24. Sebenernya bukan usianya yg bikin heboh. Secara umur memang sdh cukup, secara agama maupun negara sdh boleh menikah. Hanya, anak laki2, baru saja lulus, dan dia adalah yg terkecil di silsilah keluarganya. Oh ya, dia ini anaknya sepupu nyokap. Jadi mestinya Rio ini sepupu gue ya. Haha....
Rio ini menikah, di usia muda, bukan karena dia yg pingin menikah. Lho kok bisa? Iya, dia menikah karena disuruh menikah oleh keluarga (calon) istrinya. Rio ini kerja di BUMN. Ditempatkan di proyek di desa Sambi. Nah... di sinilah dia ketemu kekasih hatinya. Konon sih sebenernya mereka ini sempat satu sekolah... entah di SMA atau di SMP... tp setelah lulus, si mbak kembali ke desa Sambi ini.
Adanya mbak cantik di desa ini ternyata cukup meresahkan. Meresahkan orangtuanya... karena sdh umur 25 belum kawin juga. Yaaaa gimana... untuk anak2 milenial, umur 25 kan belum apa2 ya. Tp menjadi millenials di desa Sambi ternyata berat, cyin. Si mbak ini sdh "dipinang" beberapa laki-laki. Yg dia tolak mentah2 krn hatinya sdh tertambat pada kangmas Rio. Dijodohin sama siapa2 juga menolak, maunya Rio semata. Ohohoho....
Bapaknya kalau ga salah pemuka desa. Jadi kehadiran Rio ini segera jadi sorotan. Nambah2 pusing aja nih... setelah pusing anaknya udah umur 25 blm kawin... ada lagi nih laki2 namanya Rio asyik2 ngapel. Rencanamu apa, le? Haha.... beneran akhirnya Rio "ditantang" sama (calon) mertuanya. "Kamu mau apa sama anakku?"
Rio... karena sdh cinta dan juga merasa bertanggungjawab... akhirnya mengajukan pinangan. Begitulah kisahnya hingga satu milenial melepas masa lajang di desa Sambi....
Gue sih nggak pro atau kontra soal pernikahan Rio. Ya kalau sudah jodoh, nggak akan ke mana juga.... yg gue lihat unik adalah bagaimana lingkungan bisa membuatmu melakukan sesuatu. Umur 25, di desa, belum kawin... jadi bahan gunjingan di desa. Bisa saja krn nggak tahan jadi gunjingan, seseorang akan melakukan hal yang di luar rencana. Termasuk mendadak kawin.
Hoaaaah... apa kabar ya kalau ada janda bercerai umur 30?
Cerita soal living single in the village ini kebawa ke kantor, dan terkuaklah cerita2 lain yang lebih "seru". Ada seorang tante yg lalu dilamar sama kelapa desa setelah setahun ditinggal meninggal suaminya. Ada yang didatengin beberapa laki-laki yg antri... setelah kembali ke desa dgn status janda. Pilihannya banyak, dari jawara sampai kepala desa. Dia pilih... pensiunan PNS. Krn PNS itu statusnya paling tinggi di desa.
Jreng.... semakin gue bersyukur tinggal di BSD. Yg mana orang2 nggak peduli (atau peduli tp nggak berani ngomong) kalau gue ini single, punya anak satu. Mereka nggak ngurus kenapa gue nggak kawin lagi. Mereka nggak tanya2 kapan gue berencana menikah lagi... dll...dst... dsb.
Semua aman. Hidup di kota memang menyenangkan.
Wednesday, September 20, 2017
Where....
Tadi rasanya semangat buka blog... mau nulis ttg rame2 politik. Hahaha... tumben amat ya. Tp lalu malah tertahan baca sesuatu dan akhirnya bikin mood nulis berlalu... jreng...
Ya sudah, nanti aja nulis lagi kalau sdh pengen nulis. Bye now.
Ya sudah, nanti aja nulis lagi kalau sdh pengen nulis. Bye now.
Thursday, September 07, 2017
Sungguh
Dalam Doaku
(by Sapardi Joko Damono)
Dalam doaku subuh ini
kau menjelma langit
yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara
yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
kepada angin
yang mendesau entah dari mana
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang
lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan
dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya,
yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu.
Subscribe to:
Posts (Atom)