Friday, January 28, 2022
Away, for A While
Monday, January 10, 2022
Time Flies When We are Having Fun
Saya tidak akan pernah lupa sore itu. Kami ngobrol sambil ngemil di depan sebuah gedung pertunjukan, menunggu pementasan dimulai. Gedung itu ada di dalam kompleks fasum di tengah Jakarta. Sudah ada sejak lama. Dan di dalamnya ada sekolah seni. Jadi, mahasiswa sekolah seni biasa mementaskan tugas akhir mereka di gedung itu. Banyak nama tenar mengawali karier dari wilayah gedung itu. Sementara di hari biasa, para mahasiswa ini akan terlihat di mana-mana. Sore itu pun begitu. Sekeliling kami nampak beberapa mahasiswa dengan aktivitas masing-masing. Ada yang ganteng, tapi lebih banyak yang awut-awutan, seperti mengonfirmasi gambaran seniman.
"Anak-anak ini... jangan-jangan nggak pernah mandi?" kata teman saya.
"Hahahahaha... apa kelihatan?" jawab saya sambil tertawa.
Waktu itu, Aria masih kecil. Mungkin sekitar 2 tahun umurnya. Anak yang manis. Jarang rewel. Cukup mudah diatur. Dan, menurut saya, ganteng.
"Nggak kebayang sih, kalau Aria suatu saat akan minta sekolah di sini. Trus jadi seperti anak-anak itu. Yang nggak pernah mandi. Hahaha...."
"Duh, itu nanti saja dipikir kalau Aria sudah besar. Masih lama."
Lalu... siapa yang menyangka bahwa "masih lama" itu saat ini sudah jadi "sekarang"? Sungguh. Aria betulan mengajak diskusi untuk masuk sekolah seni itu. Dan saya, sebagai orang tua masa kini yang harus mendukung kebaikan, tidak punya pilihan selain menanggapi diskusi sebaik mungkin.
Kami bicarakan konsekuensi, kelebihan, kekurangan, dan lain-lain yang mungkin akan dihadapi para seniman (dan yang terlibat di dalamnya). Kami pelajari kesanggupan Aria mengatasi semua yang mungkin terjadi. Kami cari info tentang kesempatan yang tersuguh di dunia seni ini. Apakah hingga 10 atau 20 tahun ke depan masih akan tetap menarik? Dan lain-lain....
Sungguh saya tidak menyangka bahwa kejadian yang kami bicarakan sore itu akan hadir secepat ini. Seperti tiba-tiba, saya harus menghadapi diskusi dengan Aria perihal pendidikan lanjutan. Dia yang semasa kecil manis dan jarang rewel itu... sudah akan menjadi mahasiswa. Rasanya kok baru kemarin dia hadir, belajar bicara, belajar berjalan... dan seterusnya. Lalu, sekarang saya harus bersiap melepasnya menghadapi dunia di atas kakinya sendiri.
Fix, ibu sudah tua.
Friday, January 07, 2022
Tersembunyi
"Kenapa orang itu hubungi kita kalau ada keperluan saja?"
Teman saya gusar. Ia bercerita bahwa beberapa hari terakhir, teman dan kerabat bergantian menghubungi. Sungguh tiba-tiba, setelah sekian lama diam saja. Dan dia sudah menduga, ada saus kinca di balik serabi. Setelah basa-basi, lalu minta bantuan dana.
"Sudahlah. Bosan saya," gerutunya. "Kenapa nggak ada yang peduli tanya kabar? Kok nggak ada yang memang pengen tahu saya bagaimana? Saya sakit juga nggak ada yang tengok."
"Aku peduli. Aku cemas kalau kamu sakit. Dan sekarang aku kangen kamu," jawab saya cepat, lebih cepat dari menarik napas.
Yang di sana diam. Jeda sesaat. Saya bayangkan dia nggak tahu harus bereaksi bagaimana. Hahaha... rasain.
"Kalau saya mati, mungkin nggak ada yang gubris."
"Kata siapa?"
"Kata saya." Keluar lagi edisi keras kepala.
"Aku peduli."
"Ya sekarang."
"Aku nggak ngerepotin kan? Nggak pernah nelepon cuma buat pinjam uang, kan?"
"Ya sekarang. Bisa berubah. Bisa berbeda. Nanti. Siapa tahu." Makin kepala batu.
"Aku nggak gitu, lho."
"Ya... semoga.... "
"Ya sudah. Yang penting, kamu jangan mati dulu. Jangan sekarang. Nanti aku sedih," kata saya.
"Ya ya... baiklah. Kebetulan saya bukan PLN, jadi memang nggak nyala mati, kok."
Intinya, kamu nggak tahu ada yang kangen, bukan berarti nggak ada yang merindukan kamu.