Weekend kemarin agak "ternoda" karena sabtu & minggu ada bbrp whatsapp yg menurut gue cukup mengganggu.
"Mbak, ini liputannya mau seperti apa?"
"Mbak, jatahku berapa halaman?"
"Mbak, ini acaranya sampai malam lho, aku harus tunggu selesai ya?"
Deelel semacam itu. Yg buat gue menggemaskan. Ketahuan kan, itu whatsapp dari reporter. Hadeeeehhh... Gue dulu juga reporter kali. Dan seiring berjalannya waktu tentu menjadi dewasa dan bisa berpikir lebih luas.
Menurut gue, whatsapp itu lebih mencerminkan reporter yg malas dan ogah rugi. Sebenernya salah sendiri sih kalau rugi hahahaha... soalnya bloon sih nggak mau belajar *wek*.
Jadi akhirnya gue panggil si reporter ini. Kita ngobrol dari hati ke hati. Dan... memang ada beberapa catatan yg menurut gue perlu dia tahu.
Gue bilang ke dia bahwa sebetulnya dia harus lebih memikirkan dirinya sendiri, timbang mikirin ada penugasan harus ini harus itu. Artinya? Dia sudah keluar rumah di akhir pekan. Nggak bisa pacaran tenang karena hrs liputan. Panas2an di JIEXPO. Nah, itu kan sudah rugi banget ya. Kalau dia mengisi waktu liputannya dengan nggerundel krn acara jelek, panitia nggak puguh, kebanyakan seremoni yg bikin bosen, panas banget venue-nya... apa nggak makin rugi?
Kalau sdh terjebak di hal seperti itu, nggak ada cara lain untuk survive, selain total nyemplung aja. Ya nggak sih. It is either you join the dance or you just watch in sorrow. Gue sih akan milih join the dance. Kan bisa ngobrol sama peserta acara. Ngobrol sama penjaga stand. Ngobrol sama petugas parkir juga oke aja, tanya pendapatan dia kalau ada event bisa naik apa enggak. Jadi artikel juga kan? Ah itu sih gimana kita mengatur kepala dan badan kita spy bisa lebih bermanfaat.
Dan bukan masalah dua halaman, satu halaman, atau satu kolom. Seharusnya setiap reporter (penulis) bisa punya banyak sekali data, yg kalau nggak dimuat di medianya ya dia muat di tempat lain. Ya kan? Nge-blog juga boleh deh. Yg pasti harus mendapat sesuatu yg berguna.
Jangan sudah keluar rumah di hari minggu trus nggak dapet apa2, cuma kepanasan sampai kulit ungu doang. Rugiiiii....
At the end, sebagai perempuan, kita akan sampai pada titik harus ngurus keluarga, akan punya anak (Insya Allah), harus urus anak. Kalau kita ingin berkarir di luar rumah, ya bagus aja. Tapiiiii harus jadi yg paling moncer dong. Harus maksimal. Sudah ninggal anak trus di luar rumah gitu2 aja? Hissss... mending nggak usah keluar rumah. Rugi kok dua kali.