Rutinitas gue (nyaris) setiap pagi adalah jalan pagi keliling komplek, mandi, main sama Aria, trus berangkat ke kantor (kalau nggak males. Kalau malas, rutinitas tetep begini, tapi jam-nya molooooooooooooor... main sama Aria bisa 2 jam, jd berangkat ke kantor baru jam 9.30 :D). Biarpun rutin, tiap hari selalu ada hal2 baru yg gue temui. Meskipun ada juga yg nggak berbeda.
Gue sudah rutin jalan2 pagi sejak dulu. Dan dari awal, jam gue jalan2 sama dengan jam jalan2 seorang anak laki2 yg selalu ditemani pengasuhnya. Kadang2 anak itu jalan sambil disuapin. Gue liat dia dulu didorong di kereta bayi, trus digendong kain. Skrg anak itu sudah besar, kira2 umur 4 tahun. Jadi sudah bisa lari2. Pengasuhnya tetep sama, ibu2 yg membahasakan dirinya dgn sebutan 'mbok'.
Gue berangkat ke kantor (kalau waras) kira2 jam 8. Selalu melewati lapangan bulu tangkis di dekat rumah. 2 bulan belakangan, pas gue berangkat, selalu di lapangan itu ada anak perempuan yang lagi main2 sendiri. Pengasuhnya -laki2- duduk di pinggir lapangan. Anak itu umurnya kira2 7 tahun. Badannya besar, rambutnya pendek. Dia selalu main sendiri. Kadang2 dia duduk di tepi lapangan, sambil tangannya bergerak menari. Kadang2 dia di tengah lapangan muter2 kayak gasing. Sementara pengasuhnya menunggu sambil membawakan rantang susun kecil dan botol minuman.
Dua anak itu tinggal di kompleks perumahan yang berbeda. Tapi mereka punya kesamaan, yaitu: mereka berbeda dari anak lainnya. Dua anak itu sama2 mengidap sindroma down. Kelainan ini terjadi karena pergeseran kromosom saat proses pembuahan terjadi. Kemampuan fisik dan psikis orang yang menderita down syndrome akan jauh di bawah rata2 kemampuan orang normal. Kasihan? Mungkin ya, mungkin juga tidak. Karena ada beberapa orang dengan ds yang berhasil.
Melihat dua anak di atas, gue jadi inget lagi perasaan2 gue waktu hamil Aria. Gue tidak akan lupa bahwa gue cukup yakin dengan kemampuan gue menjadi orang tua tunggal. Hanya satu yg gue sangat khawatir, yaitu jika gue tidak berhasil menjadi ibu dari seorang anak yang 'berbeda.' Sebagai perempuan hamil, gue berusaha sebisanya menjaga asupan gizi dgn memilih makanan yg paling baik. Juga nggak lupa kontrol ke dokter, cek semuanya secara rutin. Gue tidak mencemaskan kehidupan pribadi gue yang pasti berubah. Dan sudah paham betul bakal ada gonjang ganjing finansial yg pasti terjadi. Tapi gue sangat sangat sangat tdk tenang memikirkan seandainya my Aria tdk seperti sekarang. Alhamdulillah ya Allah, my Aria lahir sbg bayi yg sempurna. Dan dia pun tumbuh menjadi happy boy. Sesuatu yg membuat gue selalu berterimakasih pada Tuhan, bahwa kecemasan gue semasa hamil nggak terjadi.
Meskipun begitu, gue juga tidak akan lupa bahwa pada akhirnya gue pun merasakan sesuatu. Bahwa sempurna atau tidak sempurna, utuh atau tidak utuh, laki2 atau perempuan, semua anak pada akhirnya sama: mereka adalah keajaiban Tuhan yg dititipkan pada orangtuanya. Dan keajaiban itu, dengan caranya sendiri, akan bisa membuat orangtuanya tak henti bersyukur.
Sebenarnya postingan ini hanya untuk mengalihkan perhatian saja, karena kangen kamu... beneran kangen kamu.
1 comment:
meskipun ga ada hubungannya ama down-syndrome, tapi baca bagian awal postingan ini, jadi inget saat2 dimana aku biasa menghabiskan hari minggu pagi yang indah dan cerah berjalan-jalan sekitar rumah bersama adikmu, aka pamannya aria. yah, meskipun adikmu itu ngotot maunya jogging, tapi akhirnya dia ngalah ngikutin mauku yang keukeuh buat walking aja. hehehe :D
Post a Comment